Perbaikan Mutu Genetik Pacu Produktivitas Sapi Perah
"Sapi perah pejantan berperan lebih besar dalam penyebarluasan mutu genetik ternak dibandingkan dengan betina. Seekor pejantan dapat menghasilkan anak puluhan bahkan ribuan ekor, sedangkan betina hanya enam sampai delapan ekor," katanya di Semarang, Selasa (10/12).
Di Indonesia, menurut dia, sapi perah betina maupun pejantan lebih banyak berasal dari luar negeri dan sering kali produksi susu sapi kurang optimal setelah dipelihara pada kondisi tropis Indonesa karena adanya interaksi genetik dan lingkungan.
Berkaitan dengan proses penyeleksian tersebut, dia menyarankan, agar seleksi sapi perah dilaksanakan terhadap sapi-sapi yang sudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan Indonesia. Bagaimana pun, kondisi lingkungan memengaruhi kualitas produksi susu.
"Produksi susu yang optimal harus didukung oleh mutu genetik ternak dan kondisi lingkungan yang baik. Sebaik apa pun mutu genetik sapi perah bila tidak didukung lingkungan yang baik maka produksi susu menjadi tidak optimal," katanya.
Edy, ketika menyampaikan pidato pengukuhan dirinya sebagai guru besar di Undip mengatakan produktivitas sapi perah di Indonesia masih rendah, yang antara lain, disebabkan mutu genetik ternak yang kurang baik.
"Bila ditelusuri lebih jauh, produktivitas sapi yang rendah disebabkan oleh belum dilakukannya seleksi secara konsisten dan berkelanjutan oleh pelaku bidang peternakan sapi perah dalam negeri," katanya.
Tahap pelaksanaan seleksi pejantan unggul, lanjutnya, dimulai dari proses pencatatan, pendugaan dan pembakuan produksi susu, pendugaan keunggulan genetik pejantan, hingga akhirya seleksi pejantan dilakukan. Ketersedian informasi tentang keunggulan ternak adalah langkah awal pelaksanaan seleksi.
Pertambahan populasi sapi perah dari tahun ke tahun di Indonesia hanya memberi kontribusi 26 persen pemenuhan kebutuhan masyarakat sehingga harus dilakukan peningkatan produktivitas sapi betina maupun pejantan. "Hal ini juga bertujuan mengurangi ketergantungan impor," kata insinyur peternakan lulusan IPB itu.
Dia mengatakan konsumsi produk susu masyarakat Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara berkembang lainnya. Konsumsi susu di Indonesia hanya 11,48 kg/kapita/tahun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Australia atau Amerika yang mencapai 230,92 hingga 253,80 kg/kapita/tahun.
Menurutnya, permasalahan Indonesia terkait persusuan nasional, antara lain, populasi dan produktivitas sapi perah yang rendah, program pencatatan yang belum memasyarakat, penggunaan semen beku impor, dan jaminan pasar dan harga susu yang tidak stabil. (Debora Tambunan)