Semarang (ANTARA) - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan tiga masukan kepada Panitia Kerja Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi yang dibentuk Komisi II DPR RI.
“Tiga masukan yang disampaikan Gubernur Ganjar Pranowo terkait dengan cakupan atau batas-batas wilayah, pelurusan sejarah, dan soal karakteristik pembangunan di Jawa Tengah, nanti kami bawa ke DPR RI dan menjadi masukan yang penting buat kami,” kata Ahmad Doli Kurnia Tandjung di Semarang, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa kunjungan kerjanya ini untuk menyelesaikan seluruh undang-undang, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang selama ini terkendala dua hal.
“Kendala pertama, alasan hukumnya masih bukan Undang-Undang Dasar 1945, masih Undang-Undang RIS. Kedua, tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang 1945 yang memang pembentukan satu provinsi, kabupaten, dan kota itu berdasarkan satu undang-undang masing-masing,” ujarnya.
Dia mengatakan Komisi II DPR RI sudah menyelesaikan undang-undang 12 provinsi dan saat ini sedang mengejar penyelesaian undang-undang delapan provinsi, termasuk Jawa Tengah.
Ia senang karena pelaksanaan rapat dengan Pemprov Jateng tidak membutuhkan waktu lama, di antaranya karena masukan dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang sudah sistematis.
“Kami mendapatkan banyak masukan, presentasi Bapak Gubernur luar biasa bagus, sangat sistematis, makanya rapatnya tidak perlu lama-lama, cuma sebentar saja kami sudah dapat poinnya,” katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyampaikan apresiasi kepada Komisi II DPR RI atas kunjungan tersebut yang menjadi momentum untuk harmonisasi dan sinkronisasi perbedaan regulasi.
“Insyaallah dalam waktu yang tidak lama, di bulan ini undang-undang ini akan selesai, maka kami jemput bola dengan perda,” ujarnya.
Ganjar yang juga pernah berada di Komisi II DPR RI itu menyebut hal penting yang disampaikan adalah terkait pelurusan sejarah.
Saat ini, kata dia, melalui Perda Nomor 7 Tahun 2004, Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah adalah 15 Agustus 1950, tapi hal tersebut kurang sesuai dengan sejarah karena Raden Pandji Soeroso Tjondronegoro diangkat menjadi Gubernur Jawa Tengah pertama pada 19 Agustus 1945.
“Jangan sampai asumsi atau pikiran-pikiran yang mengatakan bahwa gubernur pertama (Jateng) tidak diakui, tidak. Kami mengakui seluruh gubernur. Bahwa ada perbedaan tanggal lahir itu dibicarakan, hanya butuh keputusan politik berbasis pada sejarah yang ada. Setelah sepakat kita bisa berjalan,” katanya.
Ia mendorong agar soal cakupan atau batas wilayah bisa ditetapkan dengan landasan yang pasti, apakah itu dengan bentang alam seperti yang berjalan saat ini atau secara digital.
“Kalau bentang alam kan bisa berubah, kecuali kesepakatannya, ‘Ya sudah bentang alam nggak usah digital’, maka kalau bentang alam berubah, batasnya akan ikut berubah, tapi rasa-rasanya, dengan teknologi digital hari ini, kami jauh bisa memastikan dengan lebih baik,” tegasnya.
Masukan ketiga, lanjut Ganjar, terkait karakteristik pembangunan yang secara umum seluruh Jawa relatif sama.
“Nanti kami menunggu saja klasternya seperti apa, tapi kami mendukung penuh, kami akan kasih data penuh agar kota bisa mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik,” ujarnya.