Purwokerto (ANTARA) - Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas menyelidiki kasus dugaan penyunatan bantuan pangan nontunai (BPNT) yang diadukankan oleh empat perwakilan keluarga penerima manfaat.
"Kami telah menerima aduan keluarga penerima manfaat tersebut," kata Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Polisi M. Firman L. Hakim melalui Kepala Satreskrim Komisaris Polisi Berry saat dikonfirmasi wartawan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis.
Terkait dengan aduan tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan penyelidikan.
Baca juga: Mensos ungkap ketidaksesuaian penerimaan PKH-BPNT di Pekalongan
Dalam kesempatan terpisah, kuasa hukum keluarga penerima manfaat, Anang Supratikno, mengatakan bahwa dugaan penyunatan BPNT tersebut berawal dari perbedaan kuantitas komoditas yang diterima warga.
"Misalnya, kentang, warga di beberapa kecamatan ada yang menerima 2,5 kilogram untuk 2 bulan. Namun, di kecamatan lain ada yang terima 3 kilogram (1,5 kilogram per bulan, red.)," kata Anang Supratikno yang berasal dari Banyumas Anti-Korupsi (Batik).
Selain itu, kata dia, warga hanya menerima 0,8 kilogram telur dari seharusnya 1 kilogram.
Menurut dia, hal itu tidak bisa ditoleransi karena semestinya warga menerima bantuan pangan senilai Rp200 ribu per bulan.
Salah seorang perwakilan keluarga penerima manfaat BPNT, Ika mengatakan bahwa kuantitas paket sembako atau bantuan pangan dari agen E-Warong pada bulan Juli dan Agustus berbeda dengan sebelumnya.
"Dalam periode ini, kami hanya menerima kentang sebanyak 2,5 kilogram, padahal sebelumnya 3 kilogram atau 1,5 kilogram per bulan. Kami khawatir kalau tidak diteruskan dalam bentuk protes saja, hak kami sebagai penerima jelas dibiarkan seolah ikhlas menerima," kata warga Kecamatan Cilongok itu.
Baca juga: 422 penerima BPNT di Kudus saldonya kosong