Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama Fachrul Razi menepis adanya sanksi pidana bagi kiai dan kalangan pesantren sebagai akibat dari RUU Cipta Kerja jika disahkan menjadi undang-undang.
Fachrul kepada wartawan di Jakarta, Senin, mengatakan penyelenggaraan pesantren diatur lewat UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren sehingga masalah pendirian pesantren merujuk pada UU tersebut dan tidak ada aturan tentang sanksi pidana di dalamnya.
Sebelumnya, viral di media sosial bahwa RUU Cipta Kerja mengancam eksistensi pesantren dan membuka peluang pemidanaan ulama dan atau kyai pengasuh pondok tradisional. Pandangan itu didasarkan pada rencana perubahan Pasal 62 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mencabut kewenangan perizinan dari pemerintah daerah.
Pada Pasal 62 RUU Cipta Kerja menyebut penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Sementara Pasal 71 mengatur bahwa penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin, bisa dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
"Pemerintah punya UU tersendiri yang mengatur pesantren sehingga penyelenggaraan pesantren merujuk pada UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Tidak ada sanksi pidana," kata dia.
"UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren adalah UU lex specialis sehingga berlaku kaidah lex specialis derogat legi generali yakni asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum," katanya.
Terkait pendirian pesantren, Pasal 6 UU 18/2019 mengatur ponpes didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat. Pendirian Pesantren wajib berkomitmen mengamalkan nilai Islam moderat, berdasarkan Pancasila, UUD 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika.
Pesantren, kata dia, juga harus memenuhi unsur-unsurnya, yaitu kiai dan santri yang bermukim di pesantren, pondok atau asrama, masjid atau musala dan terdapat kajian Kitab Kuning (Dirasah Islamiyah) dengan pola pendidikan Muallimin.
"Jika persyaratan itu sudah terpenuhi maka pesantren memberitahukan keberadaannya kepada kepala desa atau sebutan lain sesuai dengan domisili pesantren. Selanjutnya, penyelenggara mendaftarkan keberadaan pesantren kepada Menteri," katanya.
"Jika semua syarat terpenuhi, Menteri Agama memberikan izin terdaftar dalam bentuk Surat Keterangan Terdaftar atau SKT," kata dia.
"Dan yang terpenting, RPMA tidak mengatur sanksi pidana. Hanya, bagi pesantren yang menyalahi komitmen pendiriannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Pesantren, akan dicabut SKT nya," kata Menag.
Baca juga: Wagub: Jateng sudah laksanakan amanat UU Pesantren
Baca juga: Pengesahan UU Pesantren jadi kado bagi para santri
Berita Terkait
Wamen Ketenagakerjaan pastikan tidak ada PHK di Sritex
Jumat, 15 November 2024 10:35 Wib
Menteri: Nikahkan korban kekerasan seksual dengan pelaku bukan solusi
Senin, 11 November 2024 12:05 Wib
Polisi tetapkan tiga tersangka kekerasan seksual di Purworejo
Senin, 11 November 2024 12:04 Wib
Ikadin harus jaga semangat advokat pejuang
Sabtu, 9 November 2024 22:15 Wib
Pengamat: Penerapan kembali UN jangan bawa sistem lama
Jumat, 8 November 2024 16:38 Wib
Kuasa hukum minta Kejagung periksa Mendag berikut soal Tom Lembong
Selasa, 5 November 2024 13:46 Wib
Tujuh BUMN yang masih dalam proses penyehatan
Selasa, 5 November 2024 12:33 Wib
Erick Thohir sebut hanya tujuh BUMN yang masih rugi
Senin, 4 November 2024 16:28 Wib