Mungkinkah Alisson jadi kiper kedua pemenang Ballon d'Or?
Jakarta (ANTARA) - Nama kiper tim nasional Brasil, Alisson Becker, mencuat jadi salah satu kandidat penerima anugerah Ballon d'Or 2019 setelah sukses mengantarkan negaranya menjuarai Copa America 2019 di negeri sendiri.
Jika pada Desember nanti namanya benar-benar disebut maka ia akan jadi kiper kedua sepanjang sejarah yang memenangi anugerah tersebut setelah legenda Uni Soviet, Lev Yashin, pada 1963 silam.
Alisson tentu punya bekal prestasi yang ia raih bersama rekan-rekannya maupun gelar yang sudah disematkan ke namanya sendirian.
Bersama Liverpool ia menjuarai Liga Champions 2018-2019 dan dengan Selecao Alisson mengangkat trofi Copa America 2019. Dan ia bukan cuma pemain yang berdiam di bawah mistar gawang ketika rekan-rekannya berusaha mencetak gol-gol kemenangan dalam rangkaian jalan menuju juara itu.
Di final Liga Champions kontra Tottenham Hotspur misalnya, Alisson membukukan delapan penyelamatan penting demi memastikan gawang Liverpool tak kebobolan dalam kemenangan skor akhir 2-0.
Sedangkan dalam rangkaian Copa America 2019, Alisson sukses menjaga kesucian gawang Brasil dalam lima dari enam pertandingan yang dijalani. Satu-satunya gol yang masuk ke gawangnya dicetak pada menit ke-44 laga final oleh penyerang gaek Peru Paolo Guerrero itu pun melalui eksekusi tendangan 12 pas.
Penampilannya di final Champions serta sepanjang Copa America 2019, telah mengantarkannya mememangi trofi Sarung Tangan Emas, pertanda sebagai kiper terbaik kompetisi yang diikuti.
Kedua trofi Sarung Tangan Emas itu melengkapi anugerah serupa yang diterima Alisson di Liga Inggris 2018/2019 berkat catatan 21 pertandingan tanpa kebobolan, mengungguli kompatriotnya kiper kedua Brasil Ederson Moraes yang menjaga gawang Manchester City tak kebobolan dalam 20 pertandingan.
Jika masih kurang mentereng, gol Guerrero adalah kali pertama gawang Alisson di semua kompetisi apapun bersama tim manapun kebobolan setelah 889 menit lamanya. Sebelumnya, terakhir kali Alisson memungut bola dari dalam gawangnya dalam laga Liga Inggris setelah dibobol penyerang Newcastle United Salomon Rondon pada 4 Mei 2019.
Baca juga: Brasil atasi Peru 3-1, tuntaskan dahaga juara 12 tahun
Deretan prestasi mentereng itu mungkin saja menempatkan Alisson sebagai salah satu kandidat kuat pemenang Ballon d'Or, meski sayangnya sejarah kurang berpihak kepada kiper yang akan sudah berusia 27 tahun kala peraih anugerah itu diumumkan nanti.
Posisi yang tak dianggap
Ballon d'Or merupakan sebuah penghargaan tahunan dari majalah Football France yang dianugerahkan sejak 1956 dan awalnya hanya untuk pemain Eropa. Mulai 1995 anugerah tak lagi dibatasi kepada pemain Eropa, tetapi semua yang bermain di liga-liga Eropa.
Penghargaan itu kian menjadi tolok ukur dan menanjak gengsinya pada 2007, sebab sejak edisi itu kandidat tak lagi dibatasi cuma dari liga-liga Eropa semata tapi di seluruh dunia. Setelah sempat digabung dengan Pemain Terbaik FIFA pada 2010-2015, Ballon d'Or kembali berjalan sendirian namun gengsinya tak hilang.
Namun sepanjang 62 tahun sejarah Ballon d'Or dianugerahkan hanya Yashin seorang pemain berposisi kiper yang berhasil membawa pulang trofi tersebut pada 1963. Itupun Yashin telah memasuki 10 besar kandidat untuk keempat kalinya setelah 1956, 1960 dan 1961.
Prestasi mentereng bersama Dynamo Moskow merajai liga domestik serta mengantarkan Uni Soviet menyabet medali emas Olimpiade 1956 serta menjuarai Piala Eropa edisi perdana 1960 seolah tak cukup menjadi modal Yashin jadi penerima anugerah Ballon d'Or sebelum 1963.
Ironisnya, anugerah Ballon d'Or 1963 milik Yashin seolah ditentukan oleh penampilan gemilangnya dalam setengah babak laga perayaan seabad berdirinya Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) di Wembley 23 Oktober 1963. Yashin, yang membela Tim Gabungan Dunia, tampil sangat solid menghalau peluang demi peluang yang dimiliki Inggris.
Bahkan laporan pertandingan wartawan kawakan Norman Giller dari Daily Express mencatat ada satu momen ketika penyerang Inggris Jimmy Greaves melepaskan tembakan ke arah gawang, Yashin menyambutnya dengan gerakan tak terduga berupa sebuah kepalan tinju yang mengirimkan bola kembali melampaui garis tengah lapangan. Keduanya lantas terduduk dan tertawa seusai momen itu.
Penampilan gemilang tersebut, ditambah gelar juara Liga Top Soviet (kasta tertinggi sepak bola di sana) yang diraihnya bersama Dynamo Moskow, membuatnya mengangkat trofi Ballon d'Or 1963.
Sayangnya itu jadi kali terakhir adegan seorang kiper menimang trofi Ballon d'Or, tujuh penerusnya dalam tujuh kesempatan selalu gagal jadi penerima suara terbanyak dari jajaran wartawan olahraga terkemuka Eropa (dan seluruh dunia sejak 2007).
Kiper legendaris Italia, Dino Zoff, yang menjuarai Serie A 1972/1973 serta jadi runner-up Liga Champions (kala itu masih Piala Champions) dan Coppa Italia di musim yang sama bersama Juventus hanya menjadi urutan kedua Ballon d'Or 1973 terpaut lebih dari separuh suara dari pemenang anugerah Johan Cruyff.
Sejak itu secara berurutan jajaran penjaga gawang gagal memenangi Ballon d'Or kendati tercatat sebagai kandidat kuat yakni kiper Soviet Rinat Dasayec dan kiper Belgia Jean-Marie Pfaff gagal di tahun yang sama pada 1983, kiper Denmark Peter Schmeichel (1992), kiper Jerman Oliver Kahn (2001 dan 2002), kiper Italia Gianluigi Buffon (2006) dan kiper Jerman Manuel Neuer (2014).
Kegagalan Neuer menyabet Ballon d'Or 2014 turut menimbulkan tanya, terutama karena ia membawa Jerman juara Piala Dunia 2014 dan mengantarkan Bayern Muenchen meraih gelar juara Bundesliga, Piala Jerman, Piala Super Eropa serta Piala Dunia Antarklub.
Sedangkan penerima Ballon d'Or 2014, Cristiano Ronaldo, prestasinya paling menterengnya hanyalah menyokong Real Madrid meraih gelar juara Liga Champions ke-10 kala itu ditambah Piala Raja, namun di La Liga Madrid cuma urutan ketiga dan bahkan tak mampu membawa Portugal lolos dari fase grup Piala Dunia 2014.
Yang lebih ironis lagi, Neuer bahkan cuma berada di urutan ketiga hasil pemungutan suara akhir di bawah Lionel Messi yang nyaris tanpa prestasi sepanjang musim 2013/2014 kecuali sebuah trofi Piala Super Spanyol bersama Barcelona.
"Perang saudara" Liverpool
Berkaca dari pengalaman panjang Ballon d'Or serta edisi 2014 setidaknya ada dua pelajaran yang bisa dipetik, yakni trofi Liga Champions lebih penting tapi posisi kiper sangat mungkin tak dianggap.
Berbagai rumah judi menempatkan rekan Alisson di Liverpool, Virgil van Dijk, sebagai kandidat teratas dalam bursa taruhan calon pemenang Ballon d'Or 2019.
Posisi bek juga bukan pemenang umum Ballon d'Or, hanya tiga kali dan dua orang sepanjang masa. Legenda Jerman Franzk Beckenbauer pada 1972 dan 1976 serta bek Italia Fabio Cannavaro pada 2006.
Alisson dan Van Dijk memang jadi andalan bagi sang pelatih Juergen Klopp dalam merevolusi pertahanan Liverpool pada musim 2018/2019.
Van Dijk sudah menyabet gelar Pemain Terbaik Liga Inggris 2018/2019 atas perannya itu, namun di level timnas ia gagal membawa Belanda menjuarai edisi inagurasi turnamen revolusioner sarat kepentingan uang hak siar gubahan UEFA, Nations League.
Portugal keluar sebagai juara mengalahkan Belanda di partai final, membuat megabintang Cristiano Ronaldo kembali terkerek posisinya kendati itu menjadi satu-satunya prestasi berartinya pada musim 2018/2019. Sebab, tanpa Ronaldo sekalipun Juventus sudah juara Serie A, ia tak berperan banyak di Nyonya Tua.
Sementara itu, megabintang lainnya Lionel Messi juga masih dijagokan dalam tiga besar kandidat di bawah Van Dijk di atas Alisson serta Ronaldo, setelah boleh dibilang sendirian membawa Barcelona menjuarai La Liga, namun di level timnas seperti biasanya Argentina masih melanjutkan paceklik prestasi usai disingkirkan Brasil 2-0 dalam semifinal Copa America 2019.
Menariknya, di laga itu pula Alisson menolak terperdaya oleh eksekusi tendangan bebas Messi lagi dan menangkap bola yang melesat ke sudut kanan atas gawang dengan tenang dan sikap sempurna.
Saat tulisan ini dibuat, Alisson naik ke peringkat ketiga dalam unggulan kandidat pemenang Ballon d'Or dengan pasaran 14/1 di rumah judi William Hill.
Alisson masih berada di bawah Van Dijk (4/6) dan Messi (6/4) namun melewati Ronaldo (20/1) serta kedua rekannya di Liverpool Sadio Mane (25/1) dan Mohamed Salah (25/1).
Salah kemungkinan akan tersisih, sebab ia baru saja gagal membantu Mesir melaju ke perempat final Piala Afrika 2019 di negaranya sendiri, sedangkan Mane mungkin berpeluang untuk menaikkan posisinya jika bisa terus membawa Senegal melangkah sejauh mungkin di turnamen yang sama.
Pemenang Ballon d'Or 2019 baru akan diumumkan pada Desember, namun Alisson sendiri menganggap kecil peluangnya, sebab menurutnya ia cuma seorang kiper.
"Saya hanya menunaikan tugas. Banyak pemain lain yang lebih pantas untuk gelar itu. Saya cuma kiper," katanya selepas laga semifinal Copa America 2019 dilansir Marca.
Kerja seseorang terkadang memang tak disadari langsung oleh pelakunya, orang-orang yang menyaksikan di luar biasanya lebih obyektif menilai dan Alisson pantas tahu bahwa kerjanya menunaikan tugas itu sangatlah baik.
Atas segala apa yang dilakukannya dalam semusim terakhir, Alisson lebih dari pantas untuk menjadi salah satu kandidat terkuat peraih anugerah Ballon d'Or 2019. Sangat pantas.
Baca juga: Deretan fakta di balik pesta juara Brasil
Jika pada Desember nanti namanya benar-benar disebut maka ia akan jadi kiper kedua sepanjang sejarah yang memenangi anugerah tersebut setelah legenda Uni Soviet, Lev Yashin, pada 1963 silam.
Alisson tentu punya bekal prestasi yang ia raih bersama rekan-rekannya maupun gelar yang sudah disematkan ke namanya sendirian.
Bersama Liverpool ia menjuarai Liga Champions 2018-2019 dan dengan Selecao Alisson mengangkat trofi Copa America 2019. Dan ia bukan cuma pemain yang berdiam di bawah mistar gawang ketika rekan-rekannya berusaha mencetak gol-gol kemenangan dalam rangkaian jalan menuju juara itu.
Di final Liga Champions kontra Tottenham Hotspur misalnya, Alisson membukukan delapan penyelamatan penting demi memastikan gawang Liverpool tak kebobolan dalam kemenangan skor akhir 2-0.
Sedangkan dalam rangkaian Copa America 2019, Alisson sukses menjaga kesucian gawang Brasil dalam lima dari enam pertandingan yang dijalani. Satu-satunya gol yang masuk ke gawangnya dicetak pada menit ke-44 laga final oleh penyerang gaek Peru Paolo Guerrero itu pun melalui eksekusi tendangan 12 pas.
Penampilannya di final Champions serta sepanjang Copa America 2019, telah mengantarkannya mememangi trofi Sarung Tangan Emas, pertanda sebagai kiper terbaik kompetisi yang diikuti.
Kedua trofi Sarung Tangan Emas itu melengkapi anugerah serupa yang diterima Alisson di Liga Inggris 2018/2019 berkat catatan 21 pertandingan tanpa kebobolan, mengungguli kompatriotnya kiper kedua Brasil Ederson Moraes yang menjaga gawang Manchester City tak kebobolan dalam 20 pertandingan.
Jika masih kurang mentereng, gol Guerrero adalah kali pertama gawang Alisson di semua kompetisi apapun bersama tim manapun kebobolan setelah 889 menit lamanya. Sebelumnya, terakhir kali Alisson memungut bola dari dalam gawangnya dalam laga Liga Inggris setelah dibobol penyerang Newcastle United Salomon Rondon pada 4 Mei 2019.
Baca juga: Brasil atasi Peru 3-1, tuntaskan dahaga juara 12 tahun
Deretan prestasi mentereng itu mungkin saja menempatkan Alisson sebagai salah satu kandidat kuat pemenang Ballon d'Or, meski sayangnya sejarah kurang berpihak kepada kiper yang akan sudah berusia 27 tahun kala peraih anugerah itu diumumkan nanti.
Posisi yang tak dianggap
Ballon d'Or merupakan sebuah penghargaan tahunan dari majalah Football France yang dianugerahkan sejak 1956 dan awalnya hanya untuk pemain Eropa. Mulai 1995 anugerah tak lagi dibatasi kepada pemain Eropa, tetapi semua yang bermain di liga-liga Eropa.
Penghargaan itu kian menjadi tolok ukur dan menanjak gengsinya pada 2007, sebab sejak edisi itu kandidat tak lagi dibatasi cuma dari liga-liga Eropa semata tapi di seluruh dunia. Setelah sempat digabung dengan Pemain Terbaik FIFA pada 2010-2015, Ballon d'Or kembali berjalan sendirian namun gengsinya tak hilang.
Namun sepanjang 62 tahun sejarah Ballon d'Or dianugerahkan hanya Yashin seorang pemain berposisi kiper yang berhasil membawa pulang trofi tersebut pada 1963. Itupun Yashin telah memasuki 10 besar kandidat untuk keempat kalinya setelah 1956, 1960 dan 1961.
Prestasi mentereng bersama Dynamo Moskow merajai liga domestik serta mengantarkan Uni Soviet menyabet medali emas Olimpiade 1956 serta menjuarai Piala Eropa edisi perdana 1960 seolah tak cukup menjadi modal Yashin jadi penerima anugerah Ballon d'Or sebelum 1963.
Ironisnya, anugerah Ballon d'Or 1963 milik Yashin seolah ditentukan oleh penampilan gemilangnya dalam setengah babak laga perayaan seabad berdirinya Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) di Wembley 23 Oktober 1963. Yashin, yang membela Tim Gabungan Dunia, tampil sangat solid menghalau peluang demi peluang yang dimiliki Inggris.
Bahkan laporan pertandingan wartawan kawakan Norman Giller dari Daily Express mencatat ada satu momen ketika penyerang Inggris Jimmy Greaves melepaskan tembakan ke arah gawang, Yashin menyambutnya dengan gerakan tak terduga berupa sebuah kepalan tinju yang mengirimkan bola kembali melampaui garis tengah lapangan. Keduanya lantas terduduk dan tertawa seusai momen itu.
Penampilan gemilang tersebut, ditambah gelar juara Liga Top Soviet (kasta tertinggi sepak bola di sana) yang diraihnya bersama Dynamo Moskow, membuatnya mengangkat trofi Ballon d'Or 1963.
Sayangnya itu jadi kali terakhir adegan seorang kiper menimang trofi Ballon d'Or, tujuh penerusnya dalam tujuh kesempatan selalu gagal jadi penerima suara terbanyak dari jajaran wartawan olahraga terkemuka Eropa (dan seluruh dunia sejak 2007).
Kiper legendaris Italia, Dino Zoff, yang menjuarai Serie A 1972/1973 serta jadi runner-up Liga Champions (kala itu masih Piala Champions) dan Coppa Italia di musim yang sama bersama Juventus hanya menjadi urutan kedua Ballon d'Or 1973 terpaut lebih dari separuh suara dari pemenang anugerah Johan Cruyff.
Sejak itu secara berurutan jajaran penjaga gawang gagal memenangi Ballon d'Or kendati tercatat sebagai kandidat kuat yakni kiper Soviet Rinat Dasayec dan kiper Belgia Jean-Marie Pfaff gagal di tahun yang sama pada 1983, kiper Denmark Peter Schmeichel (1992), kiper Jerman Oliver Kahn (2001 dan 2002), kiper Italia Gianluigi Buffon (2006) dan kiper Jerman Manuel Neuer (2014).
Kegagalan Neuer menyabet Ballon d'Or 2014 turut menimbulkan tanya, terutama karena ia membawa Jerman juara Piala Dunia 2014 dan mengantarkan Bayern Muenchen meraih gelar juara Bundesliga, Piala Jerman, Piala Super Eropa serta Piala Dunia Antarklub.
Sedangkan penerima Ballon d'Or 2014, Cristiano Ronaldo, prestasinya paling menterengnya hanyalah menyokong Real Madrid meraih gelar juara Liga Champions ke-10 kala itu ditambah Piala Raja, namun di La Liga Madrid cuma urutan ketiga dan bahkan tak mampu membawa Portugal lolos dari fase grup Piala Dunia 2014.
Yang lebih ironis lagi, Neuer bahkan cuma berada di urutan ketiga hasil pemungutan suara akhir di bawah Lionel Messi yang nyaris tanpa prestasi sepanjang musim 2013/2014 kecuali sebuah trofi Piala Super Spanyol bersama Barcelona.
"Perang saudara" Liverpool
Berkaca dari pengalaman panjang Ballon d'Or serta edisi 2014 setidaknya ada dua pelajaran yang bisa dipetik, yakni trofi Liga Champions lebih penting tapi posisi kiper sangat mungkin tak dianggap.
Berbagai rumah judi menempatkan rekan Alisson di Liverpool, Virgil van Dijk, sebagai kandidat teratas dalam bursa taruhan calon pemenang Ballon d'Or 2019.
Posisi bek juga bukan pemenang umum Ballon d'Or, hanya tiga kali dan dua orang sepanjang masa. Legenda Jerman Franzk Beckenbauer pada 1972 dan 1976 serta bek Italia Fabio Cannavaro pada 2006.
Alisson dan Van Dijk memang jadi andalan bagi sang pelatih Juergen Klopp dalam merevolusi pertahanan Liverpool pada musim 2018/2019.
Van Dijk sudah menyabet gelar Pemain Terbaik Liga Inggris 2018/2019 atas perannya itu, namun di level timnas ia gagal membawa Belanda menjuarai edisi inagurasi turnamen revolusioner sarat kepentingan uang hak siar gubahan UEFA, Nations League.
Portugal keluar sebagai juara mengalahkan Belanda di partai final, membuat megabintang Cristiano Ronaldo kembali terkerek posisinya kendati itu menjadi satu-satunya prestasi berartinya pada musim 2018/2019. Sebab, tanpa Ronaldo sekalipun Juventus sudah juara Serie A, ia tak berperan banyak di Nyonya Tua.
Sementara itu, megabintang lainnya Lionel Messi juga masih dijagokan dalam tiga besar kandidat di bawah Van Dijk di atas Alisson serta Ronaldo, setelah boleh dibilang sendirian membawa Barcelona menjuarai La Liga, namun di level timnas seperti biasanya Argentina masih melanjutkan paceklik prestasi usai disingkirkan Brasil 2-0 dalam semifinal Copa America 2019.
Menariknya, di laga itu pula Alisson menolak terperdaya oleh eksekusi tendangan bebas Messi lagi dan menangkap bola yang melesat ke sudut kanan atas gawang dengan tenang dan sikap sempurna.
Saat tulisan ini dibuat, Alisson naik ke peringkat ketiga dalam unggulan kandidat pemenang Ballon d'Or dengan pasaran 14/1 di rumah judi William Hill.
Alisson masih berada di bawah Van Dijk (4/6) dan Messi (6/4) namun melewati Ronaldo (20/1) serta kedua rekannya di Liverpool Sadio Mane (25/1) dan Mohamed Salah (25/1).
Salah kemungkinan akan tersisih, sebab ia baru saja gagal membantu Mesir melaju ke perempat final Piala Afrika 2019 di negaranya sendiri, sedangkan Mane mungkin berpeluang untuk menaikkan posisinya jika bisa terus membawa Senegal melangkah sejauh mungkin di turnamen yang sama.
Pemenang Ballon d'Or 2019 baru akan diumumkan pada Desember, namun Alisson sendiri menganggap kecil peluangnya, sebab menurutnya ia cuma seorang kiper.
"Saya hanya menunaikan tugas. Banyak pemain lain yang lebih pantas untuk gelar itu. Saya cuma kiper," katanya selepas laga semifinal Copa America 2019 dilansir Marca.
Kerja seseorang terkadang memang tak disadari langsung oleh pelakunya, orang-orang yang menyaksikan di luar biasanya lebih obyektif menilai dan Alisson pantas tahu bahwa kerjanya menunaikan tugas itu sangatlah baik.
Atas segala apa yang dilakukannya dalam semusim terakhir, Alisson lebih dari pantas untuk menjadi salah satu kandidat terkuat peraih anugerah Ballon d'Or 2019. Sangat pantas.
Baca juga: Deretan fakta di balik pesta juara Brasil