PSI Banyumas: Pendidikan pemutus rantai kemiskinan
Purwokerto (Antaranews Jateng) - Pendidikan merupakan pemutus mata rantai kemiskinan sehingga Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, akan terus memperjuangkan pendidikan bagi rakyat, kata Ketua DPD PSI Banyumas Fitria Agustina.
"Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara. Kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan rakyat diatur dalam pembukaan UUD 1945," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu sore.
Dengan demikian, kata dia, pemerintah tidak punya alasan untuk mengabaikan hak setiap warga negara mendapatkan layanan pendidikan.
Akan tetapi sampai sekarang, kata dia, rakyat masih sulit mengakses pendidikan itu.
"Buktinya, angka putus sekolah masih sangat tinggi dan tingkat partisipasi belajar belum mencakup semua usia sekolah," kata perempuan yang akrab disapa Chika itu.
Ia mengatakan hingga saat ini, masih ada 12 juta anak Indonesia yang putus sekolah tiap tahunnya, dengan data angka partisipasi murni (APM) di Indonesia dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas masih tergolong rendah.
"Itu menggambarkan angka putus sekolah di negeri ini masih tinggi," katanya.
Menurut dia, situasi itu diperparah di tingkat perguruan tinggi karena jumlah mahasiswa di Indonesia baru mencapai 4,8 juta atau 18,4 persen dari pemuda Indonesia yang berusia 19-30 tahun.
Dengan demikian, kata dia, sebagian besar pemuda Indonesia "terlempar" ke pabrik atau jalanan.
"Soal anggaran pendidikan dalam APBN, meskipun mencapai angka Rp286,6 triliun atau hampir setara dengan aturan 20 persen APBN, tetapi sebagian besar anggaran itu dipakai untuk membayar gaji dan tunjangan guru. Dana untuk BOS (Bantuan Operasional Sekolah), misalnya ternyata cuma Rp23,6 triiun, porsi ini terhitung sangat kecil dibanding dengan total anggaran pendidikan," katanya.
Chika mengaku miris terhadap anggaran pendidikan yang masih mengalami kebocoran, karena data Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa 60 persen sekolah yang menerima dana BOS diduga menyelewengkan dana tersebut.
"Di Banyumas sendiri kami masih sering menerima laporan dari warga soal biaya pendidikan, masih banyak pungutan terhadap anak didik. Selain itu ada kasus ijazah siswa ditahan karena belum melunasi SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan)," katanya.
Menurut dia, hal itu jelas mengingkari amanat Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 dan amanat dari Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya tertulis tujuan serta tanggung jawab negara soal pendidikan rakyatnya yang kemudian diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
"Untuk itulah, kami Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kabupaten Banyumas, akan terus memperjuangkan pendidikan bagi rakyat Indonesia sesuai dengan yang tercantum dalam konstitusi. Dengan menyuarakan `Pendidikan gratis dan berkualitas bagi rakyat`. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka sangat diperlukan transparansi PAD dan APBD dengan sistem `e-budgeting`, di sini rakyat bisa mengakses, rakyat bisa ikut mengontrol," katanya.
Menurut dia, mengembalikan tujuan pendidikan itu sendiri sesuai dengan apa yang tercantum dalam Mukadimah UUD 1945 merupakan sesuatu yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah bersama-sama dengan beberapa elemen masyarakat terkait.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan PSI Banyumas ebagai partai yang konsisten membela hak-hak dasar rakyat akan terus mengangkat soal pendidikan.
"Itu karena sektor pendidikan menjadi bidang utama bagi kami untuk diselesaikan, `Pendidikan adalah pemutus mata rantai kemiskinan`," katanya.
"Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara. Kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan rakyat diatur dalam pembukaan UUD 1945," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu sore.
Dengan demikian, kata dia, pemerintah tidak punya alasan untuk mengabaikan hak setiap warga negara mendapatkan layanan pendidikan.
Akan tetapi sampai sekarang, kata dia, rakyat masih sulit mengakses pendidikan itu.
"Buktinya, angka putus sekolah masih sangat tinggi dan tingkat partisipasi belajar belum mencakup semua usia sekolah," kata perempuan yang akrab disapa Chika itu.
Ia mengatakan hingga saat ini, masih ada 12 juta anak Indonesia yang putus sekolah tiap tahunnya, dengan data angka partisipasi murni (APM) di Indonesia dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas masih tergolong rendah.
"Itu menggambarkan angka putus sekolah di negeri ini masih tinggi," katanya.
Menurut dia, situasi itu diperparah di tingkat perguruan tinggi karena jumlah mahasiswa di Indonesia baru mencapai 4,8 juta atau 18,4 persen dari pemuda Indonesia yang berusia 19-30 tahun.
Dengan demikian, kata dia, sebagian besar pemuda Indonesia "terlempar" ke pabrik atau jalanan.
"Soal anggaran pendidikan dalam APBN, meskipun mencapai angka Rp286,6 triliun atau hampir setara dengan aturan 20 persen APBN, tetapi sebagian besar anggaran itu dipakai untuk membayar gaji dan tunjangan guru. Dana untuk BOS (Bantuan Operasional Sekolah), misalnya ternyata cuma Rp23,6 triiun, porsi ini terhitung sangat kecil dibanding dengan total anggaran pendidikan," katanya.
Chika mengaku miris terhadap anggaran pendidikan yang masih mengalami kebocoran, karena data Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa 60 persen sekolah yang menerima dana BOS diduga menyelewengkan dana tersebut.
"Di Banyumas sendiri kami masih sering menerima laporan dari warga soal biaya pendidikan, masih banyak pungutan terhadap anak didik. Selain itu ada kasus ijazah siswa ditahan karena belum melunasi SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan)," katanya.
Menurut dia, hal itu jelas mengingkari amanat Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 dan amanat dari Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya tertulis tujuan serta tanggung jawab negara soal pendidikan rakyatnya yang kemudian diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
"Untuk itulah, kami Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kabupaten Banyumas, akan terus memperjuangkan pendidikan bagi rakyat Indonesia sesuai dengan yang tercantum dalam konstitusi. Dengan menyuarakan `Pendidikan gratis dan berkualitas bagi rakyat`. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka sangat diperlukan transparansi PAD dan APBD dengan sistem `e-budgeting`, di sini rakyat bisa mengakses, rakyat bisa ikut mengontrol," katanya.
Menurut dia, mengembalikan tujuan pendidikan itu sendiri sesuai dengan apa yang tercantum dalam Mukadimah UUD 1945 merupakan sesuatu yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah bersama-sama dengan beberapa elemen masyarakat terkait.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan PSI Banyumas ebagai partai yang konsisten membela hak-hak dasar rakyat akan terus mengangkat soal pendidikan.
"Itu karena sektor pendidikan menjadi bidang utama bagi kami untuk diselesaikan, `Pendidikan adalah pemutus mata rantai kemiskinan`," katanya.