Jakarta, ANTARA JATENG - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Menteri
BUMN 1999-2000 Laksamana Sukardi dalam penyidikan tindak pidana korupsi
pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) pemegang saham pengendali BDNI
tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh
obligor BLBI kepada BPPN.
"Laksamana Sukardi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka
Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah
di Jakarta, Rabu.
Laksamana sudah tiba di gedung KPK, Jakarta sekitar pukul 09.30 WIB
dan tidak memberikan komentar apa pun terkait pemeriksaannya kali ini.
Sebelumnya yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan KPK pada Senin (10/7) lalu.
Selain memeriksa Laksamana Sukardi, KPK juga akan memeriksa Wandy
Wira Riyadi dari unsur swasta sebagai saksi juga untuk tersangka
Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT).
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad
Tumenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam
pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.
SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8
Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang
telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor
yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan
Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati
Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono,
Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri
BUMN Laksamana Sukardi.
Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah
menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban
pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan
sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban
Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham
atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.
Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan
Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi
kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset
oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari
pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Oleh karena itu, hasil restrukturisasinya adalah Rp1,1 triliun
dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak sedangkan Rp3,7
triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya
ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan
menjadi kerugian negara.
Berita Terkait
KPK siap bantu Kemenag awasi penyelenggaran haji
Jumat, 15 November 2024 14:28 Wib
Gelar Pengawasan Daerah Provinsi Jateng, KPK- Sekda Tekankan Integritas ASN
Jumat, 8 November 2024 13:43 Wib
Jateng komitmen bangun pemerintahan antikorupsi
Rabu, 6 November 2024 7:46 Wib
Kaesang nebeng jet pribadi bukan gratifikasi, ini alasan KPK
Jumat, 1 November 2024 21:57 Wib
Bambang Widjojanto sebut Kejagung harus perjelas kasus Tom Lembong
Jumat, 1 November 2024 15:27 Wib
Auditor utama BPK diperiksa KPK soal predikat WTP Kementan
Rabu, 30 Oktober 2024 13:20 Wib
KPK panggil sekretaris perusahaan PT KA Properti Manajemen
Rabu, 16 Oktober 2024 15:09 Wib
KPK selidiki dugaan korupsi di Bank Jepara Artha
Rabu, 9 Oktober 2024 7:40 Wib