"Pembentukan Masyarakat Peduli Kusta ini perlu. Selama ini, banyak masyarakat yang tidak paham mengenai kusta," kata Sekretaris Perdoski Jateng dr. Renni Yuniati Sp. KK di Semarang, Minggu.
Hal tersebut diungkapkannya di sela Pertemuan Ilmiah Regional dan Halalbihalal Perdoski Jateng-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berlangsung di Hotel Santika Premiere Semarang.
Menurut dia, pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit kusta sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit kusta yang penularannya bisa terjadi sampai radius 20 kilometer.
"Paham saja belum, apalagi peduli. Makanya, penting dibentuk Masyarakat Peduli Kusta. Masyarakat sebenarnya tidak perlu takut, apalagi sampai menjauhi orang yang terkena kusta," katanya.
Ia menjelaskan penyakit kusta disebarkan oleh bakteri menular dari hidung dan telinga yang menyerang organ dan syaraf yang bisa menyebabkan kecacatan pada organ atau syaraf yang diserang.
Meski demikian, Renni mengatakan penularan penyakit kusta tidaklah mudah karena sangat bergantung pada daya tahan tubuh masing-masing, serta masa penularannya bisa terjadi selama 2-40 tahun.
"Jadi, tidak begitu saja tertular. Rentang penularannya terjadi antara 2-40 tahun. Namun, tidak perlu khawatir. Kalau masyarakat memahami penyakit kusta, penularan bisa diminimalkan," katanya.
Penyakit kusta juga bisa disembuhkan, kata dia, namun untuk kecacatan yang sudah ditimbulkan memang tidak bisa disembuhkan sehingga kesadaran untuk segera berobat sangat diperlukan,
Ia menyebutkan gejala-gejala penyakit kusta yang perlu dipahami, antara lain timbulnya bercak-bercak putih atau merah yang mati rasa di kulit, dan bagi gejala lanjut muncul benjolan atau kecacatan.
"Selama ini, Indonesia menduduki nomor tiga setelah India dan Brasil untuk jumlah orang yang terkena kusta. Makanya, kita semua harus berjuang keras agar penyebaran kusta bisa ditekan," katanya.
Renni mencontohkan Jepang yang dulunya memiliki jumlah penderita kusta yang tinggi, namun semakin lama berkurang dan hilang seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat di negara tersebut.
"Memang, penyakit kusta ini erat kaitannya dengan faktor ekonomi. Ketidakmampuan masyarakat mencukupi kebutuhan gizi, mal nutrisi, dan mengelola mental dan fisik yang bagus juga memengaruhi," katanya.
Oleh karena itu, Renni mengatakan peningkatan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara tidak langsung turut membantu mengurangi penyebaran kusta, selain pemahaman dan kesadaran masyarakat.