"Tempat prosesi itu di pertemuan antara Sungai Pabelan dengan Sungai Progo di Desa Sokorini, Kecamatan Muntilan, Sabtu (7/9) sore," kata Koordinator Komunitas Tlatah Bocah Kabupaten Magelang Gunawan Julianto di Magelang, Jumat.
Prosesi rencananya ditandai dengan pementasan wayang kertas, eksplorasi musik dan gerak, doa bersama, serta menikmati suasana matahari terbenam di pertemuan antara dua sungai yang masing-masing aliran airnya berhulu di Gunung Merapi dan Sumbing.
Ia menjelaskan tradisi "Larung Sukerta" dipercaya masyarakat dapat menghilangkan unsur negatif dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal itu, disimbolkan dengan pelepasan benda sebagai gambaran unsur tersebut di sungai tersebut.
Ia menjelaskan prosesi tersebut biasanya dilakukan di sungai, sendang, atau laut. Prosesi tersebut, juga menjadi gambaran kehidupan yang baru melalui pemikiran positif atas berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Ia menjelaskan tentang makna tempat prosesi itu yang di kawasan pertemuan antara dua sungai.
"Pilihan ini mengambil makna bahwa kebudayaan terjadi karena adanya air untuk kehidupan. Salah satu titik pertemuan kebudayaan masyarakat Gunung Sumbing melalui aliran Sungai Progo dengan masyarakat Gunung Merapi yang diwakili Sungai Pabelan terjadi di Sokorini, Muntilan," katanya.
Rangkaian festival itu, katanya, antara lain dilakukan oleh komunitas anak lereng Gunung Sumbing berupa "Laku Lampah" di Desa Sambak dan di lereng Gunung Merapi berupa "Hajat Seni" di Dusun Gumuk, Desa Sumber.
Ia mengemukakan kawasan itu tempat hidup sejumlah komunitas anak berbasis seni dan budaya sebagai penggerak komunitas Tlatah Bocah.
"Selain itu tentu saja komunitas di lereng Gunung Merbabu, Sindoro, dan perbukitan Menoreh," katanya.
Rangkaian Festival Seni Tradisi Tlatah Bocah pada 2013, antara lain juga berupa tradisi "Merti Jiwo" di Dusun Turgo, Kabupaten Sleman, DIY, lereng Gunung Merapi dan pemberian beasiswa seni di Jakarta.