Itu adalah mobil dinas Wali Kota Magelang yang membawa orang nomor satu di kota tersebut menuju ke tempat upacara bendera HUT Ke-68 RI di Lapangan Resimen Induk Pendidikan Komando Daerah Militer IV Diponegoro.

Laju konvoi kendaraan tersebut melewati depan Gereja Santo Ignatius, di tepi Jalan Yos Sudarso Kota Magelang, tatkala puluhan orang dengan berbagai pakaian bersiap diri untuk upacara yang sama secara sederhana, namun takzim.

Pemimpin Gereja Paroki Santo Ignatius Kota Magelang, Romo A.R. Yudono Suwondo terlihat mengenakan jubah keimaman warna hitam, berdiri di halaman tempat ibadah Katolik itu, untuk bertindak sebagai inspektur upacara HUT Ke-68 RI.

Peserta upacara bendera di halaman gereja yang dibangun pada 113 tahun lalu itu kira-kira berjumlah 70 orang, antara lain perwakilan pelajar SD, SMP, dan SMA, sejumlah sekolah, umat berasal dari berbagai lingkungan, dan kaum muda yang tergabung dalam peguyuban Orang Muda Katolik (OMK) wilayah gereja setempat.

Tampak hadir pula pada hari Sabtu (17/8) pagi itu, pengurus Bidang Kerasulan Kemasyarakata Gereja Paroki Santo Ignatius Bambang Yos dan Koordinator Komisi Komunikasi Sosial Kevikepan Kedu Eduardus Yusuf Kusuma.

Para peserta upacara berdiri di tangga depan gereja. Tembok bagian depan bangunan megah yang menjadi latar belakang mereka, antara lain berupa tanda salib ukuran relatif besar bercat merah dan tulisan "Gereja Katolik Santo Ignatius" serta instalasi berupa gambar orang berstatus santo itu.

Setiap peserta upacara membawa bendera Merah Putih ukuran relatif kecil-kecil, sedangkan tata upacara sebagaimana lazimnya, antara lain pengibaran Bendera Merah Putih di tiang permanen depan gereja, menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya", pembacaan teks Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan teks Proklamasi Kemerdekaan RI.

Mereka juga secara bersama-sama melantunkan sejumlah lagu nasional, seperti "Hari Merdeka" (Husein Mutahar) dan "Satu Nusa Satu Bangsa" (Liberty Manik).

Saat iring-iringan mobil dinas wali kota melewati ruas jalan raya itu, mereka lambai-lambaikan bendera Merah Putih yang dipegangnya, seakan menjadi pertanda kepada Sang Wali Kota bahwa mereka juga menggelar upacara bertepatan dengan hari keramat bangsa Indonesia tersebut.

Terkesan agak sulit membedakan antara amanat upacara dengan refleksi kemerdekaan yang disampaikan tanpa teks oleh pemimpin upacara, Romo Suwondo, kepada mereka yang hadir.

Akan tetapi, pada kesempatan itu, dia mengajak umatnya untuk tak lagi sekadar menguatkan diri atas kepemilikan Indonesia sebagai bangsa dan negara yang telah merdeka selama 68 tahun.

Kalimat terasa "sakti" yang berulang-ulang diucapkannya dengan nada terdengar datar adalah ajakan tentang menumbuhkan "sense of belonging to" yang maksudnya menjadi bagian dari negara Indonesia.

"Tidak hanya sampai di kata 'belonging', tetapi dilanjutkan dengan kata 'to'. Kalau 'sense of belonging' itu, artinya rasa memiliki, tetapi kalau "sense of belonging to', adalah perasaan menjadi bagian dari. Dan, itu kita tumbuhkan dalam diri kita. Aku adalah bagian dari gereja 100 persen, tetapi juga bagian dari negara ini 100 persen," katanya.

Kredo tentang "Gereja 100 persen dan negara 100 persen" dikutipnya dari pernyataan pahlawan nasional Uskup Agung Semarang Monsinyur Albertus Soegijapranoto.

Sejumlah nama umat Katolik Indonesia disebutnya telah mewujudkan kredo itu, antara lain Monsinyur Soegija, Ignatius Slamet Riyadi, Agustinus Adi Sutjipto, Ignatius Joseph Kasimo, dan Laksamana Madya Yos Sudarso.

Mereka, katanya, telah sungguh-sungguh mendedikasikan dirinya untuk Indonesia, tetapi juga beriman penuh kepada Yesus Kristus, sebagai orang Katolik. Pahlawan-pahlawan itu sudah berhasil menumbuhkan perasaan menjadi bagian dari Indonesia.

"Di antara kita warga negara Indonesia, para pemimpin bangsa Indonesia saat ini, hilang 'sense of belonging to'-nya. Maka, yang terjadi adalah orang berpikir, 'Aku dapat apa dari Indonesia'," katanya seraya mengutip pernyataan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu!".

Romo Wondo mengajak umat setempat dalam skala dan situasi kehidupan sehari-hari masing-masing, untuk mewujudkan "sense of belonging to", antara lain dengan memajukan kerukunan antarumat beragama, mengembangkan persaudaraan satu sama lain, dan mengembangkan semangat berbela rasa atau solider terhadap sesama.

Selain itu, katanya, mendoakan para pemimpin Indonesia saat ini agar dalam hatinya tumbuh perasaan menjadi bagian dari Indonesia, dan tidak sekadar memiliki Indonesia, lalu menjualnya.

"Jangan biarkan negara ini gagal. Kita bantu negara kita ini. Mendidik masyarakat menjadi bagian dari Indonesia. Perasaan menjadi bagian dari Indonesia ini, tolong ini dipegang kuat-kuat," kata Romo Yudono Suwondo.

Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025