Hardiknas diperingati setiap 2 Mei.

Mereka yang masing-masing bernama Riska Yuliatun dan Sandra Eka Ardianti itu, sama-sama siswi Kelas I di Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Desa Bigaran, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Masing-masing mencatat jawaban sejumlah pertanyaan tentang pembukaan agenda budaya tersebut yang akan berlangsung mulai 2 Mei hingga 16 Juni 2013 dengan lokasi di beberapa desa sekitar Candi Borobudur.

Agenda "Ruwat-Rawat Borobudur" selama 1,5 bulan itu, antara lain pentas berbagai kesenian tradisional, kontemporer, dan kolaborasi, beberapa prosesi tradisi ritual, kirab budaya, sarasehan serta lokakarya budaya.

"Disuruh Pak Guru untuk tanya keseniannya apa saja, tariannya apa saja, jumlah pemainnya, dan juga kami nanti menulis kesan-kesan acara ini. Kami tadi juga sudah ikut upacara Hardiknas di sekolah," kata Riska.

Tak seberapa lama kemudian, dua anak itu meninggalkan tempat di belakang para penabuh gamelan pengiring tarian "kuda lumping", "warok", dan "mayang sekar", serta pengiring tembang "sholawat jawa", untuk selanjutnya mencari sumber-sumber lain untuk ditanya.

Pembukaan "Ruwat-Rawat Borobudur" dikemas penyelenggara agenda itu, komunitas Borobudur "Warung Info Jagat Cleguk", Yayasan Soloensis", dan Peguyuban Kepala Desa se-Kecamatan Borobudur, bertepatan dengan Hardiknas 2013.

Mereka yang terdiri atas para seniman berasal dari sejumlah grup kesenian tradisional itu menggelar upacara secara sederhana dalam bahasa Jawa, di halaman Balai Desa Bigaran dengan inspektur upacara Ketua Peguyuban Kepala Desa se-Kecamatan Borobudur Endro Sugiharto dan pemimpin upacara Koordinator Kesenian Panitia "Ruwat-Rawat Borobudur" Hadi Manuto.

Hadir pada kesempatan itu, antara lain Camat Borobudur Iwan Setyarso, Koordinator Kelompok Kerja Perlindungan dan Pemanfaatan Balai Konservasi Borobudur Sugiyono, pegiat Yayasan Soloensis Hari Mulyatno, masyarakat dan para siswa beberapa sekolah di sekitar desa setempat.

Peserta upacara antara lain menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Mengheningkan Cipta, dan Padamu Negeri, serta pembacaan teks Pancasila pada upacara Hardiknas 2013 tersebut.

Pada kesempatan itu, grup kesenian "sholawat jawa" yang berjumlah 21 warga Dusun Kemloko II, Desa Kenalan, Kecamatan Borobudur, sambil duduk bersila melantunkan tembang Jawa langgam pocung dengan syair bernuansa edukatif dengan judul "Peling" (Pengingat).

Penyajian tembang yang bernuansa pendidikan keagamaan Islam itu dipimpin oleh seorang anggota grup tersebut, Kasturi (49), sedangkan pengiringnya berupa paduan tabuhan sejumlah alat musik, yakni dua terbang, dan masing-masing satu dodog serta jedor.

"'Yen wancine tansah dielingke, yen wancine podho nindakake. Adzan wus ngumandhang, wayahe sembahyang, netepi wajib dhununging Pangeran. Sholat dadi cagak ing agama, limang wektu kudu tansah dijaga, kanthi istikhomah lan sing tumukminah, luwih sampurna yen jamaah," demikian sebagian syair tembang tersebut.

Penggalan bait lainnya atas tembang itu, berbunyi "Subuh luhur lan asar, sholat sayekti ngedohke tindak mungkar, magrib lan isyak jangkepe prayogane ditambah sholat sunate. Jo sembrono iku printah agama. Ndoya mung sedhela. Sabar lan tawakal pasrah sing kuwoso, yen kepengin besok munggah swarga".

Inti maksud syair tembang itu, ajakan kepada umat Islam untuk menjalani shalat lima waktu dan perintah agama agar semakin beriman dan terbebas dari perbuatan jahat. Selain itu, ajakan kepada umat agar berserah diri kepada Tuhan agar kelak masuk surga.

Camat Borobudur Iwan Setyarso mengapresiasi agenda budaya "Ruwat-Rawat Borobudur" yang pembukaannya pada Kamis (2/5) tersebut sekaligus dikemas untuk memperingati Hardiknas 2013.

"'Ruwat-Rawat Borobudur' dirancang bersama dengan peringatan Hardiknas menjadi momentum penting untuk pendidikan tentang pelestarian seni, budaya, dan kelestarian alam," katanya.

Upaya menggali kembali tradisi budaya masyarakat yang bernilai luhur melalui kegiatan seni budaya penting dilakukan masyarakat untuk membangun peradaban yang lebih baik pada masa mendatang.

"Supaya generasi mendatang makin peduli terhadap kelestarian candi (Candi Borobudur, red.), peduli terhadap kelestarian alam, seni, dan budaya, serta kepedulian sosial masyarakat," katanya.

Sugiyono mengemukakan berbagai penelitian oleh para ahli tentang Candi Borobudur hingga saat ini terus dilakukan. Selain itu, upaya konservasi atas candi di antara Kali Elo dengan Progo yang dibangun sekitar abad ke-8, masa Dinasti Syailendra itu, juga terus dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur.

Candi Borobudur sebagai warisan dunia, katanya, harus terus dilestarikan untuk kepentingan anak cucu mendatang.

"Kami juga membuka Studio Restorasi untuk edukasi, terbuka untuk kunjungan adik-adik dan masyarakat, termasuk di sekitar Candi Borobudur ini, supaya tahu Candi Borobudur sebelum dan sesudah dipugar," katanya.

Koordinator "Warung Info Jagat Cleguk" Borobudur Sucoro mengatakan agenda budaya yang pada 2013 sebagai tahun ke-10 itu, antara lain sebagai upaya mengembangkan pemahaman atas subtansi pendidikan nasional dan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap kekayaan kebudayaan serta lingkungan hidup yang bermakna, termasuk terkait dengan Candi Borobudur dengan kawasannya.

"Ruwat adalah laku budaya yang berorientasi kepada pencerahan pemahaman tentang hidup dan kehidupan. Ruwat adalah pendidikan untuk mendalami watak kejiwaan manusia, sebagai pencerahan batin bagi yang mampu menghayati dan memahami situasi hidup yang bermakna, termasuk kehidupan masyarakat di kawasan Candi Borobudur," katanya.

Kalau seperti dua siswi madrasah setempat terlibat secara asyik melalui tugas pencatatan kegiatan budaya itu, boleh jadi itulah salah satu jalan terang atas misi pendidikan kebudayaan yang ditebarkan melalui rangkaian "Ruwat-Rawat Borobudur".

"Kesannya apik," kata Riska secara singkat.

Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025