Kendati demikian, empat bocah kecil yang bernama Tasripin (12), Dandi (7), Riyanti (6), dan Daryo terlihat gembira karena bisa menginap di hotel.

Keberadaan Tasripin dan adik-adiknya di hotel bukanlah untuk bersenang-senang melainkan "diungsikan" karena rumah mereka di Dusun Pesawahan, Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, sedang direhab oleh anggota TNI dari Komando Resor Militer 071 Wijayakusuma dan Komando Distrik Militer 0701 Banyumas yang pelaksanaannya mulai Kamis (18/4).

Selama ini, Tasripin dan adik-adiknya tinggal di rumah kayu berukuran 5x6 meter yang hanya terdiri atas tiga ruangan, yakni ruang tamu, ruang tidur, dan dapur.

Mereka berempat tinggal sendirian di rumah itu karena sang ibu, Sutinah (37), telah meninggal dunia dua tahun lalu akibat tertimpa batu saat menjadi buruh penambang pasir di desanya.

Sementara sang ayah, Kuswito (41), bersama anak sulungnya, Natim (21), pergi ke Kalimantan untuk bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit sejak lima bulan lalu.

Meskipun setiap bulannya Kuswito selalu mengirimkan uang sebesar Rp500 ribu hingga Rp600 ribu untuk Tasripin dan adik-adiknya, uang tersebut tidak mencukupi kebutuhan mereka berempat.

"Uang yang dikirim Bapak langsung saya gunakan untuk membayar utang di warung. Kebetulan ada warung yang bersedia memberi pinjaman dahulu, seperti beras sebanyak 15 kilogram untuk kebutuhan seminggu dan bumbu dapur," kata Tasripin.

Kalau uang itu masih tersisa, kata dia, digunakan untuk membeli sayuran. Namun, jika habis, terpaksa makan nasi campur garam.

Karena harus memenuhi kebutuhan hidup adik-adiknya, Tasripin yang putus sekolah sejak kelas tiga SD Negeri Sambirata dan masih menunggak biaya sekolah sekitar Rp100 ribu, berupaya mencari nafkah dengan menjadi buruh tani.

"Saat panen kemarin, saya jadi buruh panen pagi. Hasilnya lumayan meskipun hanya berupa gabah sebanyak 22 kilogram," katanya.

Dia mengaku mengerjakan apa saja yang penting halal demi memenuhi kebutuhan Dandi dan Riyanti yang juga telah putus sekolah serta Daryo yang masih duduk di bangku pendidikan anak usia dini (PAUD).

"Kadang saya jadi buruh panggul gabah seberat 15--20 kilogram ke penggilingan padi dengan berjalan kaki menanjak sejauh 1 kilometer dan mendapat upah sebesar Rp10 ribu--Rp20 ribu. Kalau dimintai tolong jaga sawah, saya mendapat upah sebesar Rp50 ribu selama satu minggu," katanya.

Setiap hari sebelum berangkat kerja, dia harus bangun pagi untuk menyiapkan makanan buat adik-adiknya dan memandikan si kecil Daryo yang masih bersekolah di PAUD.

Awalnya, dia mengaku kesulitan mengurus Daryo yang selalu rewel sejak ditinggal pergi oleh ayah mereka.

"Namun sekarang, Daryo tidak lagi rewel," katanya.

Saat ini, dia mengaku tidak percaya terhadap perhatian dari masyarakat yang begitu besar kepada keluarga kecilnya.

Oleh karena itu, dia ingin kembali bersekolah dengan dana bantuan dari masyarakat asalkan ayahnya pulang dari Kalimantan.

Menurut dia, sebagian dana bantuan itu akan dijadikan modal usaha bagi ayahnya jika telah kembali ke rumah.

"Saya ingin Bapak bekerja di sini sehingga saya dan adik-adik bisa kembali bersekolah meskipun kami ketinggalan dengan teman-teman yang lain," katanya.

Terkait dengan kesempatan menginap di hotel, dia mengaku senang karena selama ini belum pernah merasakannya.

Sementara itu, Komandan Kodim 0701 Banyumas Letnan Kolonel Infanteri Helmi Tachejadi Soerjono mengatakan bahwa pihaknya tersentuh atas kegigihan Tasripin untuk menafkahi adik-adiknya.

Menurut dia, pihaknya sengaja mengerahkan anggota TNI untuk merehabilitasi rumah Tasripin yang terlihat kumuh sehingga tidak memenuhi standar kesehatan.

"Kami buatkan MCK, perbaiki ruang tidur, dapur, dan lantai. Meskipun sederhana, rumah Tasripin nantinya memenuhi standar kesehatan," katanya.

Bahkan, kegigihan Tasripin dalam memenuhi kebutuhan hidup adik-adiknya pun mendapat perhatian serius dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Presiden SBY dalam akun "Twitter"-nya, @SBYudhoyono, pada hari Kamis (18/4), menuliskan "Kisah Tasripin, Banyumas, usia 12 tahun, yang menjadi buruh tani untuk menghidupi ketiga adiknya sungguh menggores hati kita".

Selain itu, Presiden SBY juga menuliskan "Saya akan segera mengutus Staf Khusus saya, bekerja sama dengan Gubernur Jateng, untuk mengatasi persoalan hidup Tasripin" dan "Tasripin terlalu kecil untuk memikul beban dan tanggung jawab ini. Secara moral, saya dan kita semua harus membantunya".

Kegigihan Tasripin ini memang menggugah kepedulian masyarakat karena bocah kecil berusia 12 tahun itu harus membanting tulang demi adik-adiknya.

Dia seolah tidak peduli dengan kehidupan modern yang serba instan sehingga rela menjadi buruh serabutan demi mendapatkan uang untuk adik-adiknya.

Tasripin merupakan potret masyarakat miskin yang berusaha bangkit dari keterpurukan.

Dia pun tidak tertarik untuk menjadi anak jalanan seperti kebanyakan bocah seusianya yang ditinggal pergi oleh orang tua mereka. Satu pertanyaan yang mungkin muncul "Masih adakah Tasripin lain di negeri ini?".

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024