Hadi (40), salah satu penonton ditemui di Semarang, Jumat mengaku menggemari Wayang Potehi sejak kecil.

"Dulu saya sering nonton bersama kakek. Saya senang bukan karena isi pertunjukannya tapi hanya karena ingin melihat aksi bonekanya," katanya.

Menurutnya Wayang Potehi tidak hanya digemari para orang tua tetapi juga oleh anak-anak, karena kostum bonekanya berwarna-warni.

Susilo (50), penonton lainnya asal Jogyakarta ini mengaku datang ke Pasar Imlek Semawis khusus untuk menonton Wayang Potehi.
"Saya senang menonton Wayang Potehi, sayang di Jogyakarta tidak ada. Sementara, di Semarang promosinya sangat kurang. Tidak banyak informasi tentang pertunjukan Wayang Potehi," katanya.

Dalang Wayang Potehi Thio Tiong Gie (80) mengaku dirinya satu-satunya pedalang asal Semarang yang masih tersisa.

"Di Kota Semarang, Wayang Potehi terancam punah karena tidak ada generasi penerusnya, tapi saya beruntung masih memiliki murid dari Surabaya, etnis Jawa," katanya.

Menurutnya Pemerintah Kota Semarang juga tidak ikut andil dalam melestarikan kebudayaan asli Tionghoa ini.

"Tidak ada bantuan dari pemerintah, tapi mereka juga tidak melarang pelestariannya," kata Thio Tiong Gie.

Wayang Potehi mulai berkembang setelah dibukanya kembali keran kebebasan etnis China pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sebelum itu, Wayang Potehi sempat menghilang karena larangan pertunjukan.

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024