"Ada sekitar 20 hingga 30 kapal yang berbobot di atas 30 gross tonage (GT) yang berlindung di sekitar Pangandaran, Pelabuhan Ratu, hingga wilayah Sumatra. Kapal-kapal itu melempar jangkar agar tidak terhempas gelombang tinggi," kata salah seorang pengurus Asosiasi Pengusaha Kapal Ikan Cilacap, Sanpo, di Cilacap, Kamis.

Oleh karena itu, kata dia, anak buah kapal (ABK) tidak bisa bekerja sehingga hasil tangkapan ikan pun tidak ada.

Selain itu, lanjutnya, sekitar 100 kapal besar terpaksa bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC) akibat cuaca buruk di Samudera Hindia.

"Total kapal besar di Cilacap sekitar 300 unit, sebagian besar memang telah berangkat mencari ikan. Namun karena cuaca buruk, ABK kapal tidak bisa bekerja," kata dia.

Menurut dia, kondisi tersebut merugikan pengusaha karena tetap harus mengeluarkan ongkos untuk ABK maupun bahan bakar minyak (BBM).

Secara terpisah, prakirawan cuaca Stasiun Meteorologi Cilacap, Nurmaya memprakirakan, tinggi gelombang maksimum di wilayah Samudera Hindia selatan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Jumat (11/1) dapat mencapai 6 meter dengan kecepatan angin 35 knots.

Sementara di pantai selatan Jateng-DIY, kata dia, tinggi gelombang maksimum diprakirakan mencapai 4 meter dengan kecepatan angin 25 knots.

"Kondisi tersebut terjadi akibat pengaruh badai siklon tropis Narelle, dan berbahaya bagi pelayaran," katanya.

Terkait badai Narelle, dia mengatakan, siklon tropis tersebut pada Kamis berada pada posisi 14 lintang selatan dan 115,8 bujur timur atau sekitar 590 kilometer selatan Denpasar.

Menurut dia, badai Narelle bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 2 knots menjauhi wilayah Indonesia. "Kecepatan angin maksimum dekat pusatnya mencapai 75 knots," katanya.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024