Kira-kira syair tembang itu maksudnya sebagai ajakan untuk masyarakat bergerak membangun kehidupan, menghadapi berbagai kesulitan hidup, dan menjauhkan perselisihan dengan sesama.

Tujuh penabuh melanjutkan lantunan tembang itu dengan memainkan alat musik gamelan masing-masing di pojok panggung di bawah patung Monumen Lima Gunung. Topo memainkan demung, Sumo dan Budi (saron), Padi (terbang), Rukmono (gong), Mustofa (bende), dan Roso (kendang).

Kemudian disusul oleh sembilan seniman petani dengan kostum tarian kuda lumping yang gemerlapan itupun, memulai gerak tariannya membentuk beberapa konfigurasi gerak dinamis di panggung terbuka Studio Mendut, sekitar 3,5 kilometer timur Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Setiap penari membawa kuda kepang dan memainkan gerakan dengan piranti utama tarian tradisional tersebut.

Malam itu hampir menyentuh tengah malam, penonton masih berkumpul di tempat itu untuk menyaksikan penampilan tarian kuda lumping oleh seniman petani Sanggar Andong Jiwani dari Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, di kawasan Gunung Andong, pimpinan Supadi Haryanto. Grup seniman petani itu bagian dari Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Magelang.

Pementasan di Studio Mendut itu bagian dari pergelaran eksplorasi bunyi oleh komponis berasal dari berbagai kota di Indonesia yang tergabung dalam Young Composer Forum.

Hadir pada pergelaran Jumat (14/12) malam itu antara lain musisi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Memet Chairul Slamet, budayawan Komunitas Lima Gunung Sutanto Mendut, pelukis Borobudur Dedy Paw, pengelola salah satu komunitas Borobudur "Warung Info Jagad Cleguk" Sucoro, dan Direktur Bentara Budaya Jakarta Hariyadi SN.

Tarian kuda lumping dari Gunung Andong yang dipentaskan malam itu, akan diusung dalam Festival WOMAD (World of Music, Art, and Dancing) di Selandia Baru, 15-17 Maret 2013. Festival yang telah dimulai pada 1982 di Inggris itu, menampilkan musik, sajian berbagai seni dan tari berasal dari seluruh dunia.

Hingga saat ini, WOMAD telah menggelar lebih dari 160 festival, menciptakan seni di 27 negara dan pulau-pulau di seluruh dunia antara lain Abu Dhabi, Australia, Austria, Kanada, Denmark, Inggris, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Jepang, Selandia Baru, Portugal, Sardinia, Sisilia, Singapura, Afrika Selatan, Spanyol, Turki, dan Amerika Serikat.

Selain itu, WOMAD telah menyajikan lebih dari 1.000 seniman berasal dari 100 negara yang berbeda dengan ditonton lebih dari satu juta orang. WOMAD 2013 di Selandia Baru sebagai festival kesembilan yang akan diadakan di New Playmouth. Sebelum beralih ke New Playmouth itu, WOMAD Selandia Baru berlangsung dua kali di Auckland.

Sutanto Mendut menyebut WOMAD sebagai festival berwibawa, terutama untuk ukuran Asia Pasifik. Undangan untuk Komunitas Lima Gunung mengusung kuda lumping ke WOMAD telah diterima sejak awal 2011.

"Salah satu peninjau dari Selandia Baru pernah melihat pementasan kuda lumping kami," katanya.

Salah satu keunikan tarian tradisional yang terkesan sebagai gerakan latihan keprajuritan berkuda secara energik melalui berbagai konfigurasi itu adalah penarinya bisa kesurupan. Iringan gamelan yang ditabuh secara dinamis menambah semarak gerakan tarian kuda lumping.

"Tarian ini menarik, salah satunya ada kesurupan. Itu tidak ada pelajarannya, tetapi sesungguhnya ada aspek psikologi atas kesurupan, sehingga mereka tertarik dan mengundang kami," katanya.

Berbagai persiapan oleh para seniman petani KLG khususnya Sanggar Andong Jinawi yang akan mengusung kuda lumping menuju WOMAD Selandia Baru telah dimulai sejak pertengahan 2011. Mereka juga menggelar pertemuan-pertemuan untuk membahas persiapan dan latihan guna mengikuti event dunia tersebut.

"Kami sedang mengurus surat-suratnya, membuat paspor dan sebagainya," kata Supadi Haryanto yang juga Ketua Komunitas Lima Gunung itu.

Bahkan, pihaknya belum lama ini telah membiayai Rp20 juta untuk pengadaan kostum baru tarian kuda lumping. Saat pentas di Studio Mendut, Jumat (14/12) malam itu, para penari telah mengenakan kostum yang baru dibeli dengan dana swadaya tersebut.

Seorang pegiat Komunitas Lima Gunung, Dorothea Rosa Herliany, juga sibuk membantu mereka menyiapkan berbagai keperluan pendukung untuk memacu seniman kuda lumping menuju WOMAD.

Rosa yang penyair Magelang itu, hingga saat ini juga masih terus menggalang sponsor dari berbagai pihak dan jejaring relasinya untuk pengiriman kesenian tersebut ke Selandia Baru karena tidak semua biaya ditanggung oleh panitia WOMAD.

Undangan panitia WOMAD kepada Komunitas Lima Gunung, katanya, sebagai suatu kehormatan dan catatan sejarah penting atas gerakan kebudayaan yang dijalani komunitas seniman petani itu.

Mereka, rupanya patut bersyukur karena intensitas sehari-hari sebagai orang dusun dan gunung dalam mengelola tradisi berkesenian dan mengeksplorasi kearifan budaya lokal selama ini mendapat tempat di festival bertaraf dunia tersebut.

Namun Sutanto yang juga pemimpin tertinggi Komunitas Lima Gunung mengingatkan kepada anggota komunitasnya agar mereka tidak terjebak kepada eksistensi diri hingga membabi buta sebagai seniman, hanya karena telah mendapat kehormatan diundang pentas di festival dunia, WOMAD.

"Teman-teman Lima Gunung jangan 'kemaki' (Sombong, red.). Kalau memang terjadi pementasan kuda lumping di WOMAD kelak, tetap saja akan pulang ke desa, mencangkul, tanam kubis, lombok, dan tembakau, menjadi petani dan merawat tradisi kesenian. Ini bagian dari jalan 'maneges' (Mencari makna hidup,red) kita," katanya.

Sekencang apapun gereget kuda lumping Lima Gunung berpacu menuju WOMAD 2013 Selandia Baru, sekencang itu pula senimannya kembali kepada keseharian sebagai petani. Namun, dengan menorehkan catatan "maneges" untuk pribadi dan komunitasnya.


Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025