"Sementara penegak hukum masih kurang melindungi, bahkan pada kenyataannya di lapangan justru cenderung lebih memihak pada pelaku korupsi," katanya kepada ANTARA Jateng, Minggu.

Setidaknya, lanjut dia, dalam memperingati Hari Antikorupsi Sedunia dan refleksi ahir tahun 2012, catatan penting adalah para aktivis antikorupsi menghadapi perlawanan dari pelaku korupsi yang notabene banyak dilakukan oleh kepala daerah dan politikus berkolaborasi dengan pengusaha korup.

Menurut aktivis yang juga Ketua Umum Federasi LSM Indonesia (Felsmi) itu, perlawanan pelaku korupsi dengan "membayar" kelompok preman makin terang-terangan untuk menghadapi sikap kritis para aktivis antikorupsi di berbagai daerah. Sebelumnya, aktivis ICW dibacok, aktivis Lira di berbagai daerah dianiaya hingga dibunuh.

Kondisi itu, kata Jusuf Rizal, menjadi tantangan bagi aktivis antikorupsi ke depan. Namun, jika penegak hukum Kepolisian dan Kejaksaan tidak pro pada pemberantasan KKN, para aktivis akan lelah dan terus menjadi korban kekerasan. Upaya kriminalisasi, intimidasi, teror, hingga pembunuhan akan terus berlangsung.

Oleh karena itu, dia meminta para penegak hukum berpihak kepada para aktivis antikorupsi karena telah meringankan pekerjaan mereka. Bukan malah sebaliknya menekan para aktivis.

"Kalau kejadian terus begini, penggiat antikorupsi akan menjadi frustasi. Jika demikian, maka upaya membumihanguskan korupsi akan gagal," katanya menegaskan.

Untuk memberantas korupsi di Indonesia yang telah menggurita dan mengepung negeri ini dari segala penjuru, menurut dia, perlu kerja sama solid para penegak hukum, "political will", dan "good will", serta dukungan seluruh masyarakat.

Dia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus lebih berani memberantas korupsi karena memiliki dukungan dari para aktivis antikorupsi dan masyarakat.

Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024