"Sudah turun temurun sejak dusun ini ada, seluruh warga pantang tidur di kasur kapuk karena menurut penuturan leluhur akan membawa sial," kata Kepala Dusun Kasuran, Desa Margomulyo, Nur Siddiq, Senin.

Menurut dia, seluruh warga dusun yang terdiri atas 300 kepala keluarga sampai sekarang tidur di balai bambu atau tempat tidur kayu beralas tikar.

"Ada sebagian warga yang menggunakan serabut kelapa untuk alas tidurnya, sedangkan untuk kasur dengan bahan busa belum ada warga di Kasuran Kulon yang menggunakannya," katanya.

Namun, kata dia, sebagian warga di Dusun Kasuran Wetan yang berbatasan dengan jalan kampung sebagian kecil sudah menggunakan kasur busa.

Ia menjelaskan, selain untuk menghindari kesialan kebanyakan warga juga memilih tetap tak menggunakan kasur berisi kapas dari buah pohon Kapuk randu (Ceiba pentandra) untuk mempertahankan tradisi leluhur.

"Kami tidak tahu kenapa dulu para leluhur memiliki keyakinan pantang tidur di kasur berbahan kapuk, kami hanya diberitahu bahwa hal tersebut untuk menghindari kesialan. Kami menilai tidak ada buruknya untuk mengikuti keyakinan leluhur ini sekaligus mempertahankan tradisi yang tidak terdapat di daerah lain," kata Nur.

Seorang warga, Sandiman (48), mengatakan dia melanjutkan kebiasaan tidur tanpa alas kasur kapuk dari ke dua orangtuanya.

"Sejak kecil dan mungkin sejak bayi saya sudah dibiasakan tidur tanpa alas kasur kapuk oleh orang tua dan ini saya jalani sampai saat ini," katanya.

"Kami sekeluarga selama ini tidur hanya beralaskan tikar dengan balai bambu, dan kami juga tidak merasakan ada keluhan atau masalah dengan tidur seperti ini bahkan kami merasa badan tetap sehat," katanya.

Sandiman juga sudah mulai menanamkan kebiasaan tidur tanpa alas kasur kapuk kepada dua anaknya sejak lahir.

Pewarta : -
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024