Asap cair merupakan senyawa-senyawa yang didapat dari bahan-bahan baku yang digunakan untuk pengasapan ikan yang dilakukan proses lanjutan sehingga menghasilkan cairan.

Menurut hasil penelitian para peneliti dari Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, Diah Lestari Ayudiarti dan Rodiah Nurbaya Sari, pembuatan asap cair didapat melalui beberapa tahapan yaitu pirolisis, kondensasi, dan redestilasi.

Kayu atau serbuk kayu dipirolisis pada suhu 200-450 Celsius hingga menghasilkan asap, kemudian asap yang dihasilkan dikondensasikan menjadi bentuk asap cair. Lalu asap cair hasil kondensasi yang mengandung kadar tar yang tinggi itu didestilasi berulang-ulang untuk menghilangkan kadar tar tertentu.

Pengolahan ikan atau belut menggunakan asap cair memiliki beberapa kelebihan, yaitu praktis penggunaannya, rasa produk yang lebih seragam, dapat digunakan secara berulang-ulang, lebih efisien dalam penggunaan bahan pengasapan, dan dapat diaplikasikan pada berbagai jenis pangan.

Hal yang paling penting bagi kesehatan konsumen adalah dengan menggunakan asap cair, kandungan karsinogen dapat dihilangkan dan berbagai bakteri pun dapat dilumpuhkan tanpa mengurangi nilai gizi bahan makanan.

Asap cair lebih efisien daripada pengasapan tradisional karena selain tidak menyebabkan polusi udara, asap cair juga tidak menimbulkan emisi poliaromatis hidrokarbon (PAH)--yang bersifat karsinogenik.

Penggunaan asap cair pada ikan segar atau ikan fillet dapat dilakukan dengan cara merendam produk ke dalam larutan asap cair pada waktu dan konsentrasi tertentu tergantung dari jenis ikan.

Penggunaan asap cair dilaporkan Balitbang KP, pada pengenceran 2,5 kali terhadap steak Cakalang dapat menghambat oksidasi lemak lebih baik pada pengenceran 5 kali.

Selain itu penggunaan asap cair meningkatkan daya simpan steak Cakalang hingga 6 hari untuk penyimpanan pada suhu kamar.

Pewarta : -
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024