Sesaji tersebut, antara lain berupa empat macam tumpeng nasi, tiga "ingkung" ayam, dan jajan pasar itu ditata berjajar di ruang depan rumah Kepala Desa Legoksari, Subakir.

Sambil menunggu warga berdatangan untuk melakukan ritual "among tebal", para tamu yang telah hadir disuguhi teh panas dan makanan kecil.

Sebagian warga yang lain telah menyiapkan bibit tembakau di dalam puluhan keranjang plastik di sekitar ladang yang akan digunakan untuk melakukan ritual menanam tembakau.

Setelah dirasa cukup warga yang datang, sejumlah pemuda terlihat mengusung berbagai sesaji tersebut berjalan menuju sebuah mata air Kali Ringin berjarak sekitar 500 meter dari rumah kepala desa.

Dua orang tokoh adat mendekat ke mata air, seorang di antaranya terlihat membawa sebuah kendi.

Mereka duduk bersila sambil membakar kemenyan dan berdoa, kemudian mengisi kendi dengan air dari mata air tersebut.

Air dalam kendi dan sejumlah sesaji itu kemudian diangkut dengan menggunakan mobil bak terbuka menuju lereng Sumbing bagian atas dan warga pun mengikuti dari belakang.

Setelah sampai di sebuah ladang yang merupakan tanah kas kepala desa yang akan ditanami tembakau, mereka berhenti dan menggelar terpal plastik sebagai tikar untuk alas meletakkan sesaji dan warga duduk bersila mengelilingi sesaji tersebut.

Para petani yang telah berada di ladang pun menghentikan pekerjaannya untuk ikut bergabung mengikuti ritual.

Kades Subakir kemudian berdiri menyampaikan sambutan untuk menjelaskan maksud dan tujuan diselenggarakannya ritual tersebut.

Menurut dia, ritual tersebut untuk meminta kepada Tuhan agar bibit tembakau yang ditanam bisa tumbuh dengan subur, terhindar dari serangan hama, dan dapat mendatangkan rezeki yang halal.

"Kegiatan ini juga untuk melestarikan tradisi turun temurun dari nenek moyang," katanya.

Tanaman tembakau merupakan tanaman istimewa bagi masyarakat di lereng Gunung Sumbing, karena di kawasan tersebut hanya tanaman tembakau yang dapat tumbuh dengan baik pada saat kemarau dan secara ekonomis bisa mendatangkan keuntungan.

Desa Legoksari khususnya di Dusun Lamuk dikenal sebagai kawasan penghasil tembakau paling bagus di Kabupaten Temanggung, yakni tembakau "srintil". Pada panen tembakau tahun 2011 harga tembakau srintil mencapai Rp500 ribu perkilogram.

Penanaman tembakau di kawasan atas, yakni di lereng Gunung Sumbing, Sindoro dan Perahu dilakukan lebih awal dibanding dengan di daerah persawahan di dataran rendah.

"Di daerah kami, pada akhir April ini penanaman tembakau sudah selesai, sedangkan di kawasan persawahan baru mulai tanam bulan Mei mendatang," kata Subakir.

Makna sesaji
Begitu kepala desa selesai menyampaikan sambutannya, dilanjutkan dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh seorang "kaum".

Sebelum membacakan doa, kaum membakar kemenyan dan sebanyak 11 bibit tembakau serta alat menanam tembakau diasapi.

Bibit tembakau sebanyak 11 (sewelas) mengandung maksud agar petani mendapat "kawelasan" atau kasing sayang dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sesaji berupa tumpeng "ireng" (hitam) dan ingkung ayam cemani untuk menghormati Ki Ageng Makukuhan yang dipercaya masyarakat setempat sebagai "cikal bakal" atau orang pertama yang membawa tanaman tembakau ke daerah tersebut.

"Ki Ageng Makukuhan yang tinggal di daerah Kedu juga memelihara ayam cemani maka disajikan ingkung cemani dan pepes ikan teri sebagai kegemaran Ki Ageng," kata Robin Ekajaya yang memimpin doa.

Tumpeng tolak dengan pucuk tumpeng dan di bagian bawah berwana hitam dengan lauk ingkung ayam tolak sebagai "tolak balak" agar masyarakat yang sedang menanam tembakau terhindar dari segala mara bahaya.

Kemudian tumpeng putih merupakan tumpeng keselamatan, mudah-mudahan masyarakat diberi keselamatan.

Tumpeng kuning dengan dipasangi bendera uang yang ditancapkan dengan lidi dengan harapan mudah-mudahan semua masyaratakt dalam menanam tembakau diberi pikiran yang jernih dan diberi rezeki yang yang banyak yang disimbulkan dengan uang.

Menurut Robin, tumpeng kuning juga melambangkan suatu permintaan kepada Tuhan bahwa tanaman tembakau dari tanam hingga panen butuh sinar matahari agar menghasilkan tembakau berkualitas.

Kades Subakir mengatakan, di antara sesaji tersebut, paling sulit adalah saat mencari ayam tolak, yakni kepala berwarna putih, bulu badan hitam, dan ekor putih atau sebaliknya.

Usai dibacakan doa, tumpeng, ingkung, dan jajan pasar tersebut dimakan bersama-sama oleh mereka yang hadir pada ritual tersebut.

Sebanyak sebelas bibit tembakau dalam ritual itu kemudian ditanam oleh "kaum" di ladang kepala desa dan disiram dengan air kendi yang diambil dari mata air Kali Ringin, diikuti dengan penanaman bibit tembakau lain oleh masyarakat.

Saat menanam bibit tembakau pertama diikuti oleh bunyi letusan puluhan mercon renteng yang digantung di sebuah tongkat bambu.

Subakir berharap, hasil panen tembakau tahun ini bisa lebih baik dari tahun 2011 atau paling tidak bisa sama seperti tahun lalu.

Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025