Para penari yang terlihat berperan sebagai perusak bumi itu terus berangsek di tengah keributan sejumlah pelakon dipimpin seniman petani lereng Gunung Merapi, Susanto, yang menghadang pelakon lain dengan berpakaian Jawa menggambarkan seorang kaya dengan centengnya.
Persis di depan pintu kapela seminari di tepi Jalan Raya Magelang-Yogyakarta itu, para pelakon petani meletakkan replika raksasa berbentuk bumi. Sebelumnya mereka berjalan beberapa meter memikul replika bumi itu hingga depan kapela tersebut.
Orang yang digambarkan sebagai kaya itu menunjukkan jumawanya dengan menyebar-nyebarkan properti uang kertas palsu pecahan lima puluh ribu dan dua puluh ribu rupiah di hadapan para petani desa, pengusung pesan moral menyangkut pelestarian alam dan bumi.
Dia melakukan gerak performa sebagai gambaran seakan menunjukkan kemampuannya mengeruk bumi secara seenaknya dengan menggunakan uangnya.
Di bawah iringan tabuhan tambur bertalu-talu, seorang berkostum tarian grasak yang memegang gergaji mesin memainkan performa membelah bumi. Ketika bumi telah terbelah menjadi empat, keluar seorang perempuan berpakaian ala petani Jawa warna putih, membawa tempayan berisi bunga mawar merah dan putih.
Semua penari yang memainkan babak konflik memperebutkan dan merusak bumi itu jatuh tersungkur di tempatnya ketika melihat keluarnya sosok perempuan dari pusat bumi itu. Suasana berubah menjadi hening sesaat, penonton pun terdiam di tempatnya.
Perempuan yang sebagai lambang Dewi Sri (dewi kesuburan dalam mitos Jawa) itu kemudian melangkahkan kakinya, menebarkan bunga itu mengeliling bumi yang telah terbelah.
Ia lalu membawa sebatang bibit pohon, berjalan menuju altar utama misa novena kedelapan dalam rangkaian perayaan syukur umat atas usia seabad Seminari Menengah Mertoyudan.
Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, salah satu tempat bagi para pemuda menjalani tahapan penelusuran atas panggilan hidup sebagai imam Katolik.
Ibadat novena seabad seminari berlangsung setiap bulan, sejak 2011, hingga sembilan kali pada April mendatang, sedangkan puncak perayaan Seabad Seminari Mertoyudan akan jatuh pada 2 Juni 2012.
Susanto yang mengenakan baju motif lurik, berjalan jongkok meletakkan bibit pohon gaharu di samping altar di dalam kapela seminari tersebut.
"Kiranya berkenan Bapak Uskup memberikan berkat untuk pohon ini sebelum ditanam, sebagai lambang bumi yang terberkati dan perlunya bumi diselamatkan dari kehancuran," kata Susanto dalam bahasa Jawa.
Uskup Ketapang, Kalimantan Barat Monsinyur Blasius Pujaraharja yang memimpin misa kudus novena itu kemudian memberkati pohon tersebut untuk selanjutnya ditanam di halaman depan kapela seminari tersebut, usai misa novena.
Sekelompok pemuda kawasan Gunung Merapi di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang yang tergabung dalam komunitas Tunas Gaharu pimpinan Herlambang, menanam 100 bibit pohon gaharu di kompleks seminari, bertepatan dengan misa novena kedelapan yang dipimpin Uskup Blasius Pujaraharja dengan didampingi dua pastor yakni Romo Endra Wijayanto dan Romo Saptono. Ratusan umat terutama para orang tua seminari berasal dari berbagai kota hadir dalam misa novena tersebut.
Penanaman bibit pohon gaharu di kompleks seminari itu, kata Herlambang, sebagai lambang dukungan atas gerakan masyarakat secara global untuk melestarikan bumi dari kehancuran.
Bertepatan dengan misa novena dalam iringan tabuhan gamelan dan berbagai tembang rohani Katolik berbahasa Jawa itu, para pemuda mempersembahkan performa bertajuk "Menggiring Bumi", sebagai simbol ajakan kepada semua orang untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran.
"Kita suguhkan pementasan 'Menggiring Bumi' untuk mengajak lainnya menyelamatkan bumi dari kerusakan. Akibat ulah manusia sendiri bumi menjadi rusak, hutan rusak, alam rusak. Petani memanggul salib berupa kerusakan bumi. Kami ingin mengajak semua orang untuk terlibat menjadi patner Tuhan dalam menjaga bumi," katanya.
Komunitas Tunas Gaharu sejak beberapa waktu terakhir, terutama pascaerupsi Gunung Merapi akhir 2010, melakukan gerakan penghijauan di kawasan gunung itu dengan melibatkan antara lain pegiat jaringan lokal dan sejumlah kota besar, serta masyarakat setempat.
Uskup Blasius pun menyampaikan apresiasi atas performa "Menggiring Bumi" oleh sejumlah pemuda berasal dari kawasan Gunung Merapi itu, terkait dengan pesan pentingnya usaha menyelamatkan bumi dan alam dari kerusakan.
"Ini tadi menggambarkan kerusakan alam, bumi yang porak-poranda," katanya.
Ia pun kemudian berbagi dengan para umat yang menghadiri misa novena itu melalui kisahnya menyaksikan secara langsung kondisi banyak kawasan hutan di Pulau Kalimantan yang hancur akibat eksploitasi.
"Saya bertugas di Kalimantan. Hutan hancur, tanah dieksploitasi habis-habisan karena uang. Ini kalau dibiarkan, apa jadinya anak cucu kita," katanya.
Manusia zaman sekarang, katanya, memiliki tugas penting untuk membangun dunia dan menyelamatkan bumi.
Misi Yesus, katanya, mewartakan penyelamatan dunia. Bumi dan isinya agar lestari serta bisa diwariskan secara pantas untuk kehidupan anak cucu umat manusia.
"Semoga bumi yang rusak dipulihkan kembali karena Yesus memulihkan seluruh dunia. Usaha membangun kembali bumi ini dilambangkan dengan persembahan tanaman. Semoga usaha kebaikan ini diberkati Tuhan," katanya.