Semarang (ANTARA) - Bukan kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Jawa kuno, yang mampu membangun seribu candi dalam semalam demi memenangkan hati Roro Jonggrang. Cerita yang satu ini berbeda dan nyata terjadi.
"Srikandi" yang satu ini mampu mengubah hopeless menjadi pencapaian anak-anak penyandang disabilitas bisa mandiri dan diterima bekerja di perusahaan. Pencapaian itu, tentu saja tidak didapat dalam tempo satu malam, tidak pula dilakukan sendiri, tetapi dilakukan bersama dalam Komunitas Sahabat Difabel (KSD).
Benedicta Noviana Dibyantari (60) selaku pendiri sekaligus pengelola Komunitas Sahabat Difable dan Roemah Difabel Semarang menceritakan bagaimana perjuangannya memberikan perlakuan yang sama para anak-anak penyandang disabilitas agar bisa mandiri dan terjun ke dunia kerja.
Benedicta Noviana Dibyantari (60) selaku pendiri sekaligus pengelola Komunitas Sahabat Difable dan Roemah Difabel Semarang, (kiri) saat berbincang di Roemah Difabel, Rabu (30/10/2024). ANTARA/Nur Istibsaroh
Menjadikan penyandang disabilitas mandiri
Ada beragam disabilitas dan mereka bisa duduk bersama di Roemah Difabel. Ragam disabilitas yang ada yakni disabilitas fisik, sensorik, intelektual, mental, dan disabilitas ganda atau multi, yang menjadikan kemampuan dan waktu memahami mereka pun berbeda.
Seperti pada pagi itu, sejumlah penyandang disabilitas mengikuti kelas membuat tali temali dasar untuk merangkai empat tali berwarna-warni menjadi bentuk kepang. Tidak sekadar membuat kepang, tetapi mereka juga belajar mengenal warna, belajar menempatkan satu tali berada di atas atau di bawah dari yang lain dengan pendampingan dari sejumlah mahasiswa sebuah kampus swasta di Kota Semarang.
Terlihat sepele, tetapi tidak bagi mereka para penyandang disabilitas yang terus berjuang belajar bisa mandiri atau pencapaian terbesar menyusul para penyandang disabiltas yang lain yang telah lebih dahulu mendapatkan pekerjaan.
Dari 120 anak disabilitas yang dilatih dan mendapatkan pendampingan di Roemah Difabel Semarang, 35 di antaranya lolos dengan diterima bekerja di sejumlah perusahaan, 25 bekerja mandiri dengan menjadi penulis, penjahit, berjualan sembako, berjualan pulsa, dan lainnya.
"Siswa kami lulusan SMA LB, YPAC, SMK, atau SMA sederajat, tetapi orang tuanya tidak tahu anaknya mau kemana. Di sini, mereka kami latih dan disiapkan agar bisa mandiri," kata Noviana.
Mereka dilatih mengenai pengetahuan administrasi, menyulam, menjahit, etika kerja, hidroponik, diperkenalkan dunia kerja, aturan yang boleh dan tidak boleh di tempat kerja, dan lain sebagainya.
Noviana yang memiliki enam anak dan satu di antaranya penyandang disabilitas intelektual ini mengakui membutuhkan kesabaran lebih untuk mencapai titik para siswa didik Roemah Difabel bisa mendapatkan kepercayaan dan skill agar mau belajar serta mampu berada di dunia kerja.
“Sudah satu dasawarsa Roemah Difabel Kota Semarang ini ada. Bersyukurnya banyak anak-anak yang awalnya hanya di rumah main hp. Setelah dilatih di sini dengan waktu latih setiap Senin sampai Sabtu pukul 09.00-14.00 WIB, satu per satu mereka terbukti bisa mandiri," kata Noviana.
Sejumlah penyandang disabilitas mengikuti kelas membuat tali temali dasar untuk merangkai empat tali berwarna-warni menjadi bentuk kepang, di Roemah Difabel Semarang, Rabu (30/10/2024). ANTARA/Nur Istibsaroh
Inclusive Job Center BPJS Ketenagakerjaan
Inclusive Job Center (IJC) merupakan program BPJS Ketenagakerjaan Semarang Pemuda yang dimaksudkan untuk memberikan peluang bekerja kepada para penyandang disabilitas.
Kegiatan yang digelar dalam bentuk workshop dan focus group discussion (FGD) tersebut menghadirkan perusahaan dan stakeholder terkait termasuk Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang.
"Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengimplementasikan Program Inclusive Job Center BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Semarang Pemuda," kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Semarang Pemuda Multanti.
Tanti, panggilan akrab Multanti, berharap kegiatan tersebut bisa membangun komunikasi efektif kepada para stakeholder terkait pelaksanaan ketentuan lowongan kerja disabilitas dan diskusi terkait peraturan penyandang disabilitas.
Kegiatan itu bagi para penyandang disabilitas dan keluarganya juga bagi Roemah Difabel sangat berarti dan menjadi asa, karena terbukanya akses peluang kerja.
"Kami percaya setiap individu memiliki potensi yang unik dan layak mendapatkan kesempatan untuk berkarya. Melalui kolaborasi ini, kami berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung, sehingga semua anggota penyandang difabilitas dapat berkontribusi dan berkembang sesuai kemampuan mereka," kata Noviana.
Inclusive Job Center (IJC) yang diselenggarakan Program BPJS Ketenagakerjaan Semarang Pemuda. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan peluang bekerja kepada para penyandang disabilitas. ANTARA/Nur Istibsaroh
BPJS Ketenagakerjaan menjalankan UU
Undang-undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan perusahaan swasta wajib memperkerjakan paling sedikit satu persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja; sementara BUMN wajib memperkerjakan paling sedikit dua persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Undang–undang juga mengatur hak-hak penyandang disabilitas di antaranya, memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi, memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja non-penyandang disabilitas, memperoleh akomodasi yang layak, tidak diberhentikan karena alasan disabilitas, serta mendapatkan kesempatan mengembangkan jenjang karier.
“Pemberian kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, itu sudah diatur undang-undang. Kami berterima kasih sekali BPJS Ketenagakerjaan yang telah menegakkan aturan tersebut," kata Noviana.
Buah manis yang didapat, kata Noviana, sejumlah perusahaan swasta di Kota Semarang sudah memenuhi kuota persentasenya. Sejumlah penyandang disabilitas dari tempatnya Roemah Difabel telah bekerja di sejumlah perusahaan seperti yang bergerak di bidang kosmetik, perusahaan pembuatan piano, bekerja di PT Sami, Infomedia Nusantara, PT KAI, Restoran Kambodja, Butik Intan Afanti, Metropark Hotel, PT AST Perusahaan Jepang, dan tempat yang lain, di bagian administrasi ekspor impor, bagian produksi, dan desain grafis.
"Kami berterima kasih kepada BPJS Ketenagakerjaan yang telah membantu penyandang disabilitas untuk bisa bekerja. Kami terus berjuang menyiapkan anak-anak kami agar layak diterima bekerja di dunia kerja," kata Noviana yang memiliki motto “Terus melaju di jalur prestasi, disabilitas bisa berkarya dan setara”.
Theresia Rina Dwi Pangestuti (52) Pengajar Etika Kerja dan Konsultasi Psikologi Roemah Difabel Semarang yang juga seorang penyandang disabilitas fisik menegaskan bagi penyandang disabilitas fisik, secara kecerdasan tidak kalah dengan yang non-disabilitas.
"Penyandang disabilitas fisik seperti saya, tidak ada masalah. Anak-anak di sini ada yang hebat desain grafis, administrasi kantor, juga ada yang jago melukis. Bahkan lukisannya ditandatangani orang penting," cerita Rina yang sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang IT dan dirinya yang mengurus HRD termasuk kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Noviana menunjukkan tanaman hidroponik yang dirawat para siswa Roemah Difabel Semarang, Rabu (30/10/2024). ANTARA/Nur Istibsaroh
Asa keluarga penyandang disabilitas
Tidak hanya terbukanya akses pekerjaan, Rina mengakui Program BPJS Ketenagakerjaan sangat bermanfaat. Saat dirinya keluar dari tempat bekerja yang lama, dirinya mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) dan uang tersebut bisa dijadikan modal untuk usaha angkringan sahabat difabel yang buka mulai sore hari sepulang dari mengajar di Roemah Difabel.
"JHT seperti tabungan yang tidak terasa. Benar sangat terasa sekali manfaatnya," kata Rina yang mengaku pengajuan klaimnya pun cepat.
Untuk di Roemah Difabel sendiri, tambah Noviana, karyawan tetap yang telah bekerja lebih dari tiga tahun serta penyandang difabel diutamakan telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Bersyukur tidak ada pengajuan klaim. Tidak hanya karyawan, ada juga siswa yang ikut didaftarkan sama orang tuanya lewat kami," kata Noviana yang setiap tahunnya selalu dapat banyak penghargaan dari banyak pihak.
Setiap tahun, kata Noviana, dirinya selalu dianugerahi penghargaan dari banyak pihak. Akan tetapi penghargaan terbesarnya adalah saat anak-anak di Roemah Difabel bisa mandiri dengan dirinya sendiri dan bisa terjun di dunia kerja serta memiliki etika kerja yang baik.
Bagi Noviana dan teman-temannya, selalu ada asa yang tidak boleh padam. Apalagi banyak pihak termasuk BPJS Ketenagakerjaan yang selalu memberikan dukungan dan pengharapan.
"Srikandi" yang satu ini mampu mengubah hopeless menjadi pencapaian anak-anak penyandang disabilitas bisa mandiri dan diterima bekerja di perusahaan. Pencapaian itu, tentu saja tidak didapat dalam tempo satu malam, tidak pula dilakukan sendiri, tetapi dilakukan bersama dalam Komunitas Sahabat Difabel (KSD).
Benedicta Noviana Dibyantari (60) selaku pendiri sekaligus pengelola Komunitas Sahabat Difable dan Roemah Difabel Semarang menceritakan bagaimana perjuangannya memberikan perlakuan yang sama para anak-anak penyandang disabilitas agar bisa mandiri dan terjun ke dunia kerja.
Menjadikan penyandang disabilitas mandiri
Ada beragam disabilitas dan mereka bisa duduk bersama di Roemah Difabel. Ragam disabilitas yang ada yakni disabilitas fisik, sensorik, intelektual, mental, dan disabilitas ganda atau multi, yang menjadikan kemampuan dan waktu memahami mereka pun berbeda.
Seperti pada pagi itu, sejumlah penyandang disabilitas mengikuti kelas membuat tali temali dasar untuk merangkai empat tali berwarna-warni menjadi bentuk kepang. Tidak sekadar membuat kepang, tetapi mereka juga belajar mengenal warna, belajar menempatkan satu tali berada di atas atau di bawah dari yang lain dengan pendampingan dari sejumlah mahasiswa sebuah kampus swasta di Kota Semarang.
Terlihat sepele, tetapi tidak bagi mereka para penyandang disabilitas yang terus berjuang belajar bisa mandiri atau pencapaian terbesar menyusul para penyandang disabiltas yang lain yang telah lebih dahulu mendapatkan pekerjaan.
Dari 120 anak disabilitas yang dilatih dan mendapatkan pendampingan di Roemah Difabel Semarang, 35 di antaranya lolos dengan diterima bekerja di sejumlah perusahaan, 25 bekerja mandiri dengan menjadi penulis, penjahit, berjualan sembako, berjualan pulsa, dan lainnya.
"Siswa kami lulusan SMA LB, YPAC, SMK, atau SMA sederajat, tetapi orang tuanya tidak tahu anaknya mau kemana. Di sini, mereka kami latih dan disiapkan agar bisa mandiri," kata Noviana.
Mereka dilatih mengenai pengetahuan administrasi, menyulam, menjahit, etika kerja, hidroponik, diperkenalkan dunia kerja, aturan yang boleh dan tidak boleh di tempat kerja, dan lain sebagainya.
Noviana yang memiliki enam anak dan satu di antaranya penyandang disabilitas intelektual ini mengakui membutuhkan kesabaran lebih untuk mencapai titik para siswa didik Roemah Difabel bisa mendapatkan kepercayaan dan skill agar mau belajar serta mampu berada di dunia kerja.
“Sudah satu dasawarsa Roemah Difabel Kota Semarang ini ada. Bersyukurnya banyak anak-anak yang awalnya hanya di rumah main hp. Setelah dilatih di sini dengan waktu latih setiap Senin sampai Sabtu pukul 09.00-14.00 WIB, satu per satu mereka terbukti bisa mandiri," kata Noviana.
Inclusive Job Center BPJS Ketenagakerjaan
Inclusive Job Center (IJC) merupakan program BPJS Ketenagakerjaan Semarang Pemuda yang dimaksudkan untuk memberikan peluang bekerja kepada para penyandang disabilitas.
Kegiatan yang digelar dalam bentuk workshop dan focus group discussion (FGD) tersebut menghadirkan perusahaan dan stakeholder terkait termasuk Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang.
"Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengimplementasikan Program Inclusive Job Center BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Semarang Pemuda," kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Semarang Pemuda Multanti.
Tanti, panggilan akrab Multanti, berharap kegiatan tersebut bisa membangun komunikasi efektif kepada para stakeholder terkait pelaksanaan ketentuan lowongan kerja disabilitas dan diskusi terkait peraturan penyandang disabilitas.
Kegiatan itu bagi para penyandang disabilitas dan keluarganya juga bagi Roemah Difabel sangat berarti dan menjadi asa, karena terbukanya akses peluang kerja.
"Kami percaya setiap individu memiliki potensi yang unik dan layak mendapatkan kesempatan untuk berkarya. Melalui kolaborasi ini, kami berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung, sehingga semua anggota penyandang difabilitas dapat berkontribusi dan berkembang sesuai kemampuan mereka," kata Noviana.
BPJS Ketenagakerjaan menjalankan UU
Undang-undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan perusahaan swasta wajib memperkerjakan paling sedikit satu persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja; sementara BUMN wajib memperkerjakan paling sedikit dua persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Undang–undang juga mengatur hak-hak penyandang disabilitas di antaranya, memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi, memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja non-penyandang disabilitas, memperoleh akomodasi yang layak, tidak diberhentikan karena alasan disabilitas, serta mendapatkan kesempatan mengembangkan jenjang karier.
“Pemberian kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, itu sudah diatur undang-undang. Kami berterima kasih sekali BPJS Ketenagakerjaan yang telah menegakkan aturan tersebut," kata Noviana.
Buah manis yang didapat, kata Noviana, sejumlah perusahaan swasta di Kota Semarang sudah memenuhi kuota persentasenya. Sejumlah penyandang disabilitas dari tempatnya Roemah Difabel telah bekerja di sejumlah perusahaan seperti yang bergerak di bidang kosmetik, perusahaan pembuatan piano, bekerja di PT Sami, Infomedia Nusantara, PT KAI, Restoran Kambodja, Butik Intan Afanti, Metropark Hotel, PT AST Perusahaan Jepang, dan tempat yang lain, di bagian administrasi ekspor impor, bagian produksi, dan desain grafis.
"Kami berterima kasih kepada BPJS Ketenagakerjaan yang telah membantu penyandang disabilitas untuk bisa bekerja. Kami terus berjuang menyiapkan anak-anak kami agar layak diterima bekerja di dunia kerja," kata Noviana yang memiliki motto “Terus melaju di jalur prestasi, disabilitas bisa berkarya dan setara”.
Theresia Rina Dwi Pangestuti (52) Pengajar Etika Kerja dan Konsultasi Psikologi Roemah Difabel Semarang yang juga seorang penyandang disabilitas fisik menegaskan bagi penyandang disabilitas fisik, secara kecerdasan tidak kalah dengan yang non-disabilitas.
"Penyandang disabilitas fisik seperti saya, tidak ada masalah. Anak-anak di sini ada yang hebat desain grafis, administrasi kantor, juga ada yang jago melukis. Bahkan lukisannya ditandatangani orang penting," cerita Rina yang sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang IT dan dirinya yang mengurus HRD termasuk kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Asa keluarga penyandang disabilitas
Tidak hanya terbukanya akses pekerjaan, Rina mengakui Program BPJS Ketenagakerjaan sangat bermanfaat. Saat dirinya keluar dari tempat bekerja yang lama, dirinya mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) dan uang tersebut bisa dijadikan modal untuk usaha angkringan sahabat difabel yang buka mulai sore hari sepulang dari mengajar di Roemah Difabel.
"JHT seperti tabungan yang tidak terasa. Benar sangat terasa sekali manfaatnya," kata Rina yang mengaku pengajuan klaimnya pun cepat.
Untuk di Roemah Difabel sendiri, tambah Noviana, karyawan tetap yang telah bekerja lebih dari tiga tahun serta penyandang difabel diutamakan telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Bersyukur tidak ada pengajuan klaim. Tidak hanya karyawan, ada juga siswa yang ikut didaftarkan sama orang tuanya lewat kami," kata Noviana yang setiap tahunnya selalu dapat banyak penghargaan dari banyak pihak.
Setiap tahun, kata Noviana, dirinya selalu dianugerahi penghargaan dari banyak pihak. Akan tetapi penghargaan terbesarnya adalah saat anak-anak di Roemah Difabel bisa mandiri dengan dirinya sendiri dan bisa terjun di dunia kerja serta memiliki etika kerja yang baik.
Bagi Noviana dan teman-temannya, selalu ada asa yang tidak boleh padam. Apalagi banyak pihak termasuk BPJS Ketenagakerjaan yang selalu memberikan dukungan dan pengharapan.