Semarang (ANTARA) - Pencegahan stunting terus digencarkan seluruh pihak termasuk oleh Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat PP Asiyiyah dengan melalukan sosialisasi gizi yang menyasar kader wilayah Banjarmasin dengan berkolaborasi dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI). Kegiatan itu mengedukasi tentang penggunaan kental manis pada balita dan menjangkau sekitar 50 kader.
Wakil Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat Aisyiyah Chairunnisa mengatakan kegiatan itu diperlukan mengingat masih banyaknya orang tua yang kurang memahami penyebab utama stunting, termasuk dampak buruk konsumsi kental manis pada balita.
"Dari hasil penelitian kami di berbagai daerah di Indonesia, balita yang diberikan kental manis memiliki risiko stunting yang lebih tinggi," jelasnya.
Chairunnisa menambahkan konsumsi kental manis dapat mengurangi nafsu makan balita yang kemudian berdampak pada kurangnya asupan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang optimal.
"Kandungan gula yang tinggi dalam kental manis menurunkan nafsu makan anak, sehingga mereka kekurangan gizi, protein, dan nutrisi penting lainnya. Akibatnya, risiko stunting meningkat secara signifikan," katanya.
Ia juga menyoroti kesalahpahaman di masyarakat yang sering menganggap kental manis sebagai pengganti susu formula atau ASI, terutama karena harganya yang lebih terjangkau.
"Kami berharap kader Aisyiyah bisa terus mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya mencegah stunting, terutama dalam hal memberikan informasi yang benar mengenai penggunaan kental manis pada balita," katanya.
Selain edukasi gizi untuk kader, juga dilakukan kunjungan keluarga dengan anak yang mengalami persoalan gizi di wilayah Palembang. Dari lima keluarga yang dikunjungi, keseluruhan balitanya mengkonsumsi kental manis sebagai minuman susu sejak usia 1 tahun. Hal inilah yang berkontribusi terhadap rendahnya kebutuhan gizi anak.
Salah satu balita, Nur Mutia (2), anak keempat dari Ibu Siti Samah. dengan berat badan hanya 6,3 kg dan pertumbuhan gigi yang baru dimulai, Mutia berada di bawah garis merah dalam kurva pertumbuhan.
"Kakaknya dulu sering minum kental manis, dan Mutia juga pernah dicobakan. Dia minum menggunakan botol, seminggu bisa habis tiga kaleng," ungkap Ibu Siti.
Senada dengan Chairunnisa, Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, mengungkapkan bahwa dari penelitian yang dilakukan oleh YAICI, 3 dari 5 balita yang terkena stunting ternyata terbukti mengonsumsi kental manis.
“Kental manis tidak bisa menggantikan susu formula, apalagi ASI,” tegas Arif menggarisbawahi pentingnya pemahaman masyarakat mengenai hal ini.
Wakil Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat Aisyiyah Chairunnisa mengatakan kegiatan itu diperlukan mengingat masih banyaknya orang tua yang kurang memahami penyebab utama stunting, termasuk dampak buruk konsumsi kental manis pada balita.
"Dari hasil penelitian kami di berbagai daerah di Indonesia, balita yang diberikan kental manis memiliki risiko stunting yang lebih tinggi," jelasnya.
Chairunnisa menambahkan konsumsi kental manis dapat mengurangi nafsu makan balita yang kemudian berdampak pada kurangnya asupan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang optimal.
"Kandungan gula yang tinggi dalam kental manis menurunkan nafsu makan anak, sehingga mereka kekurangan gizi, protein, dan nutrisi penting lainnya. Akibatnya, risiko stunting meningkat secara signifikan," katanya.
Ia juga menyoroti kesalahpahaman di masyarakat yang sering menganggap kental manis sebagai pengganti susu formula atau ASI, terutama karena harganya yang lebih terjangkau.
"Kami berharap kader Aisyiyah bisa terus mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya mencegah stunting, terutama dalam hal memberikan informasi yang benar mengenai penggunaan kental manis pada balita," katanya.
Selain edukasi gizi untuk kader, juga dilakukan kunjungan keluarga dengan anak yang mengalami persoalan gizi di wilayah Palembang. Dari lima keluarga yang dikunjungi, keseluruhan balitanya mengkonsumsi kental manis sebagai minuman susu sejak usia 1 tahun. Hal inilah yang berkontribusi terhadap rendahnya kebutuhan gizi anak.
Salah satu balita, Nur Mutia (2), anak keempat dari Ibu Siti Samah. dengan berat badan hanya 6,3 kg dan pertumbuhan gigi yang baru dimulai, Mutia berada di bawah garis merah dalam kurva pertumbuhan.
"Kakaknya dulu sering minum kental manis, dan Mutia juga pernah dicobakan. Dia minum menggunakan botol, seminggu bisa habis tiga kaleng," ungkap Ibu Siti.
Senada dengan Chairunnisa, Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, mengungkapkan bahwa dari penelitian yang dilakukan oleh YAICI, 3 dari 5 balita yang terkena stunting ternyata terbukti mengonsumsi kental manis.
“Kental manis tidak bisa menggantikan susu formula, apalagi ASI,” tegas Arif menggarisbawahi pentingnya pemahaman masyarakat mengenai hal ini.