Kudus (ANTARA) - Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Kudus, Jawa Tengah, menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp11,59 miliar dari hasil penindakan pelanggaran di bidang cukai rokok selama Januari—Juli 2024.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus Sandy Hendratmo Sopan menjelaskan bahwa potensi kerugian negara sebesar itu merupakan hasil penghitungan dari nilai cukai rokok berdasarkan tarif cukai sigaret kretek termurah sebesar Rp746,00/batang, ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 9,9 persen dikalikan harga jual eceran (HJE) sekitar Rp1.380,00.
"Masih ditambah lagi dengan pajak rokok sebesar 10 persen dari nilai cukai," kata Sandy Hendratmo Sopan di Kudus, Senin.
Barang bukti rokok ilegal yang diamankan, baik rokok tanpa dilekati pita cukai atau dengan pita cukai diduga palsu, totalnya 12,1 juta batang.
Dari jumlah barang bukti tersebut, kata dia, nilai barangnya ditaksir sebesar Rp16,64 miliar, sedangkan jumlah penindakannya sebanyak 97 kali penindakan kasus pelanggaran pita cukai rokok.
Berdasarkan data penindakan dari beberapa tahun terakhir, menurut dia, jumlah penindakan yang terungkap saat ini dimungkinkan bertambah karena tim KPPBC Kudus rutin melakukan pengawasan di wilayah kerja, mulai dari Kudus, Jepara, Pati, Blora, hingga Rembang.
Baca juga: Bea Cukai Kudus ungkap rokok ilegal Rp1,3 miliar
Sandy berharap penindakan tegas tersebut bisa menekan peredaran rokok ilegal di pasaran, kemudian dapat menyelamatkan potensi kerugian negara berupa pungutan cukai dan PPN hasil tembakau.
Dalam rangka menyadarkan masyarakat agar tidak terlibat dalam peredaran rokok ilegal, pihaknya berkolaborasi dengan pemda di wilayah kerja untuk melakukan sosialisasi tentang pemberantasan rokok ilegal.
Selain menindak, pihaknya juga melakukan inisiasi pembentukan lingkungan industri kecil (LIK) industri hasil tembakau (IHT) sebagai salah satu upaya menekan peredaran rokok ilegal yang kini naik status menjadi kawasan industri hasil tembakau (KIHT).
Dengan hadirnya KIHT, dia berharap pelaku rokok ilegal bersedia memproduksi rokok menjadi usaha yang legal dengan menyewa tempat produksi yang tersedia di LIK IHT Kudus.
Hadirnya KIHT dengan belasan tempat produksi rokok, kata dia, ternyata mendapat sambutan positif pelaku usaha rokok golongan kecil karena banyak yang mengantre untuk bisa menyewa tempat produksi. Hal ini lantaran aturan untuk mendirikan usaha rokok cukup ketat dan luas pabriknya minimal 200 meter persegi.
Demi menekan peredaran rokok ilegal, Pemkab Kudus juga merencanakan membangun kembali tempat produksi rokok serupa dengan nama Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT).
Pelaku pelanggaran rokok ilegal bisa diancam sanksi pidana penjara selama 1—8 tahun dan denda hingga 20 kali nilai cukai yang seharusnya dibayarkan.
"Negara tidak melarang rakyat untuk memproduksi rokok, asalkan sesuai dengan ketentuan yang legal," katanya.
Baca juga: Bea Cukai Semarang cegah pengiriman 12 kontainer pakaian bekas impor
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus Sandy Hendratmo Sopan menjelaskan bahwa potensi kerugian negara sebesar itu merupakan hasil penghitungan dari nilai cukai rokok berdasarkan tarif cukai sigaret kretek termurah sebesar Rp746,00/batang, ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 9,9 persen dikalikan harga jual eceran (HJE) sekitar Rp1.380,00.
"Masih ditambah lagi dengan pajak rokok sebesar 10 persen dari nilai cukai," kata Sandy Hendratmo Sopan di Kudus, Senin.
Barang bukti rokok ilegal yang diamankan, baik rokok tanpa dilekati pita cukai atau dengan pita cukai diduga palsu, totalnya 12,1 juta batang.
Dari jumlah barang bukti tersebut, kata dia, nilai barangnya ditaksir sebesar Rp16,64 miliar, sedangkan jumlah penindakannya sebanyak 97 kali penindakan kasus pelanggaran pita cukai rokok.
Berdasarkan data penindakan dari beberapa tahun terakhir, menurut dia, jumlah penindakan yang terungkap saat ini dimungkinkan bertambah karena tim KPPBC Kudus rutin melakukan pengawasan di wilayah kerja, mulai dari Kudus, Jepara, Pati, Blora, hingga Rembang.
Baca juga: Bea Cukai Kudus ungkap rokok ilegal Rp1,3 miliar
Sandy berharap penindakan tegas tersebut bisa menekan peredaran rokok ilegal di pasaran, kemudian dapat menyelamatkan potensi kerugian negara berupa pungutan cukai dan PPN hasil tembakau.
Dalam rangka menyadarkan masyarakat agar tidak terlibat dalam peredaran rokok ilegal, pihaknya berkolaborasi dengan pemda di wilayah kerja untuk melakukan sosialisasi tentang pemberantasan rokok ilegal.
Selain menindak, pihaknya juga melakukan inisiasi pembentukan lingkungan industri kecil (LIK) industri hasil tembakau (IHT) sebagai salah satu upaya menekan peredaran rokok ilegal yang kini naik status menjadi kawasan industri hasil tembakau (KIHT).
Dengan hadirnya KIHT, dia berharap pelaku rokok ilegal bersedia memproduksi rokok menjadi usaha yang legal dengan menyewa tempat produksi yang tersedia di LIK IHT Kudus.
Hadirnya KIHT dengan belasan tempat produksi rokok, kata dia, ternyata mendapat sambutan positif pelaku usaha rokok golongan kecil karena banyak yang mengantre untuk bisa menyewa tempat produksi. Hal ini lantaran aturan untuk mendirikan usaha rokok cukup ketat dan luas pabriknya minimal 200 meter persegi.
Demi menekan peredaran rokok ilegal, Pemkab Kudus juga merencanakan membangun kembali tempat produksi rokok serupa dengan nama Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT).
Pelaku pelanggaran rokok ilegal bisa diancam sanksi pidana penjara selama 1—8 tahun dan denda hingga 20 kali nilai cukai yang seharusnya dibayarkan.
"Negara tidak melarang rakyat untuk memproduksi rokok, asalkan sesuai dengan ketentuan yang legal," katanya.
Baca juga: Bea Cukai Semarang cegah pengiriman 12 kontainer pakaian bekas impor