Banjarnegara (ANTARA) - Festival Domba Batur turut memeriahkan pergelaran Dieng Culture Festival (DCF) XIV Tahun 2024 di Kompleks Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, 23-25 Agustus.
Ditemui di sela Festival Lomba Batur, Jumat, Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banjarnegara Firman Sapta Ady mengatakan kegiatan tersebut untuk pertama kalinya menjadi bagian dari pergelaran Dieng Culture Festival.
"Padahal domba batur sudah ada sejak dulu, sejak tahun 70-an. Cuma saat itu masih asli karena ini eks Tapos," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, awalnya Tapos membudidayakan domba merino yang diambil dari Australia meskipun berasal dari Eropa.
Akan tetapi pada tahun 1970-an, lanjut dia, petani lokal melakukan persilangan domba merino dengan domba ekor tipis yang merupakan domba lokal.
"Saat ini menghasilkan yang rasnya berbeda, rumpunnya berbeda, dan diakui pada tahun 2011 oleh Kementerian Pertanian sebagai galur yang berbeda, yang khas Banjarnegara, khas Kecamatan Batur," katanya menjelaskan.
Sesuai dengan surat keputusan Menteri Pertanian, kata dia, domba hasil persilangan tersebut diberi nama domba batur yang rumpunnya berbeda dengan domba-domba lain serta hanya ada di Batur dan sekitarnya.
Pada awalnya, lanjut dia, populasinya hanya 20 ekor namun saat sekarang sudah lebih dari 10.000 ekor yang tersebar di empat kecamatan sentra pengembangan, yakni Batur, Pejawaran, Pagentan, dan Wanayasa yang udaranya hampir sama.
"Karena ini 'kan menjadi satwa khas dengan keterbatasan geografis dan iklim yang sesuai. Kalau ini (domba batur, red.) turun ke daerah panas, bulunya tidak halus lagi, kumal, pertumbuhannya enggak maksimal, dan sebagainya," katanya.
Menurut dia, domba batur memiliki keunikan tersendiri karena dari sisi morfologi memiliki badan segi empat dan bulat.
Selain itu, kata dia, bobot badan domba batur usia 2 tahun untuk pejantan bisa lebih dari 100 kilogram dan betina mencapai 80 kilogram, sedangkan domba lokal pejantan hanya sampai 60 kilogram dan betina sekitar 40 kilogram.
"Dari sisi bulunya bisa dimanfaatkan untuk kerajinan. Kalau untuk industri wol belum bisa mengarah ke sana karena butuh sekitar 30 ribuan ekor," katanya.
Bahkan, kata dia, domba batur juga memiliki keunikan lain berupa bulu yang tumbuh di seluruh badan termasuk muka dan kaki, sehingga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk mendukung pariwisata Dieng.
Terkait dengan hal itu, Firman mengharapkan Festival Domba Batur di pergelaran DCF yang telah masuk agenda Kharisma Event Nusantara dapat memperkenalkan keberadaan domba batur kepada masyarakat luas.
Baca juga: Berpotensi Indikasi Geografis, Tejo tinjau budi daya domba Wonosobo
Ditemui di sela Festival Lomba Batur, Jumat, Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banjarnegara Firman Sapta Ady mengatakan kegiatan tersebut untuk pertama kalinya menjadi bagian dari pergelaran Dieng Culture Festival.
"Padahal domba batur sudah ada sejak dulu, sejak tahun 70-an. Cuma saat itu masih asli karena ini eks Tapos," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, awalnya Tapos membudidayakan domba merino yang diambil dari Australia meskipun berasal dari Eropa.
Akan tetapi pada tahun 1970-an, lanjut dia, petani lokal melakukan persilangan domba merino dengan domba ekor tipis yang merupakan domba lokal.
"Saat ini menghasilkan yang rasnya berbeda, rumpunnya berbeda, dan diakui pada tahun 2011 oleh Kementerian Pertanian sebagai galur yang berbeda, yang khas Banjarnegara, khas Kecamatan Batur," katanya menjelaskan.
Sesuai dengan surat keputusan Menteri Pertanian, kata dia, domba hasil persilangan tersebut diberi nama domba batur yang rumpunnya berbeda dengan domba-domba lain serta hanya ada di Batur dan sekitarnya.
Pada awalnya, lanjut dia, populasinya hanya 20 ekor namun saat sekarang sudah lebih dari 10.000 ekor yang tersebar di empat kecamatan sentra pengembangan, yakni Batur, Pejawaran, Pagentan, dan Wanayasa yang udaranya hampir sama.
"Karena ini 'kan menjadi satwa khas dengan keterbatasan geografis dan iklim yang sesuai. Kalau ini (domba batur, red.) turun ke daerah panas, bulunya tidak halus lagi, kumal, pertumbuhannya enggak maksimal, dan sebagainya," katanya.
Menurut dia, domba batur memiliki keunikan tersendiri karena dari sisi morfologi memiliki badan segi empat dan bulat.
Selain itu, kata dia, bobot badan domba batur usia 2 tahun untuk pejantan bisa lebih dari 100 kilogram dan betina mencapai 80 kilogram, sedangkan domba lokal pejantan hanya sampai 60 kilogram dan betina sekitar 40 kilogram.
"Dari sisi bulunya bisa dimanfaatkan untuk kerajinan. Kalau untuk industri wol belum bisa mengarah ke sana karena butuh sekitar 30 ribuan ekor," katanya.
Bahkan, kata dia, domba batur juga memiliki keunikan lain berupa bulu yang tumbuh di seluruh badan termasuk muka dan kaki, sehingga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk mendukung pariwisata Dieng.
Terkait dengan hal itu, Firman mengharapkan Festival Domba Batur di pergelaran DCF yang telah masuk agenda Kharisma Event Nusantara dapat memperkenalkan keberadaan domba batur kepada masyarakat luas.
Baca juga: Berpotensi Indikasi Geografis, Tejo tinjau budi daya domba Wonosobo