Semarang (ANTARA) - Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah mengingatkan masyarakat untuk mengubah pola pikir yang selama ini bahwa tidak lagi makan asal kenyang, melainkan menjadi makan untuk sehat.
"Saatnya ubah pola pikir tentang konsep, bukan lagi makan kenyang, tapi menjadi makan sehat," kata Kepala Bidang Penganekaragaman Konsumsi Pangan Dishanpan Jateng Lucia Sri Winarni Susilowati di Semarang, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya saat kegiatan Aku Hatinya PKK (Amalkan dan Kukuhkan Halaman Asri, Teratur, Indah dan Nyaman) bagi Tim Penggerak PKK kabupaten/kota, yang digelar di Monumen PKK Ungaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Ia prihatin dengan banyaknya pemberitaan mengenai anak-anak yang terpaksa harus menjalani cuci darah akibat konsumsi makanan dan minuman yang kurang tepat.
"Baca kandungan yang ada di kemasan makanan. Hindari makanan berpengawet, mengandung pewarna, dan yang terlalu manis. Jangan meracuni anak-anak kita. Lebih baik bikin jus aja," katanya.
Menurut dia, konsumsi anak, remaja, dan orang tua tidaklah sama, namun masih banyak orang berpikiran jika makanan yang mesti dihindari oleh orang dewasa, seperti yang bisa mengakibatkan kolesterol, asam urat, juga tidak boleh diberikan untuk anak-anak.
"Contohnya gulai. Bapaknya 'nyirik' -menghindari- karena kolesterol, anaknya juga tidak diberi. Padahal, anak butuh minyak, butuh santan. Makanya, penting untuk mengetahui kebutuhan makanan pada anak dan dewasa," katanya.
Dia menambahkan, makanan beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA) mesti diperhatikan agar tumbuh kembang anak tidak terhambat, serta terhindar dari stunting.
"B2SA tidak mahal, asal bisa memanfaatkan lahan pekarangan," kata Lucia.
Sementara itu, Penjabat Ketua TP PKK Jateng Shinta Nana Sudjana mengatakan bahwa potensi pangan lokal Jateng sangat bervariasi yang bisa dioptimalkan para kader PKK di daerah, salah satunya lewat Gerakan Aku Hatinya PKK.
"Kita masih harus mengejar penurunan stunting. Untuk mencapai hal itu, kegiatan sosialisasi, pelatihan pemanfaatan pekarangan mesti terus dilakukan. Sebab, kampanye tidak bisa hanya dilakukan sekali, melainkan harus kontinyu, sekaligus mengingatkan diri, apakah program kedaulatan pangan yang dilakukan sudah efektif," katanya.
Setelah memperoleh sosialisasi, Shinta berharap kadernya menyebarluaskan ilmu hingga tingkat dasa wisma, sehingga diharapkan gaung pemanfaatan pekarangan semakin kuat dan tidak hanya teori.
"Masing-masing daerah memiliki 'local wisdom' masing-masing. Bagaimana memanfaatkan pekarangan tentunya berbeda, daerah dingin tanaman apa yang cocok. Berbeda lagi dengan pesisir. Di daerah perkotaan, bisa dengan mengembangkan vertikultur," katanya.
Salah satu materi yang diberikan dalam sosialisasi tersebut adalah Budikdamber atau Budidaya Ikan Dalam Ember untuk melatih kader PKK bisa memanfaatkan pekarangan untuk menanam sayuran plus beternak ikan lele.
Materi lain adalah pertanian vertikultur, yakni teknik bertanam di lahan sempit yang dilakukan dengan membuat media bertingkat dan ditanam di dalam pot, polibag, dan bekas botol minuman.
"Saatnya ubah pola pikir tentang konsep, bukan lagi makan kenyang, tapi menjadi makan sehat," kata Kepala Bidang Penganekaragaman Konsumsi Pangan Dishanpan Jateng Lucia Sri Winarni Susilowati di Semarang, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya saat kegiatan Aku Hatinya PKK (Amalkan dan Kukuhkan Halaman Asri, Teratur, Indah dan Nyaman) bagi Tim Penggerak PKK kabupaten/kota, yang digelar di Monumen PKK Ungaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Ia prihatin dengan banyaknya pemberitaan mengenai anak-anak yang terpaksa harus menjalani cuci darah akibat konsumsi makanan dan minuman yang kurang tepat.
"Baca kandungan yang ada di kemasan makanan. Hindari makanan berpengawet, mengandung pewarna, dan yang terlalu manis. Jangan meracuni anak-anak kita. Lebih baik bikin jus aja," katanya.
Menurut dia, konsumsi anak, remaja, dan orang tua tidaklah sama, namun masih banyak orang berpikiran jika makanan yang mesti dihindari oleh orang dewasa, seperti yang bisa mengakibatkan kolesterol, asam urat, juga tidak boleh diberikan untuk anak-anak.
"Contohnya gulai. Bapaknya 'nyirik' -menghindari- karena kolesterol, anaknya juga tidak diberi. Padahal, anak butuh minyak, butuh santan. Makanya, penting untuk mengetahui kebutuhan makanan pada anak dan dewasa," katanya.
Dia menambahkan, makanan beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA) mesti diperhatikan agar tumbuh kembang anak tidak terhambat, serta terhindar dari stunting.
"B2SA tidak mahal, asal bisa memanfaatkan lahan pekarangan," kata Lucia.
Sementara itu, Penjabat Ketua TP PKK Jateng Shinta Nana Sudjana mengatakan bahwa potensi pangan lokal Jateng sangat bervariasi yang bisa dioptimalkan para kader PKK di daerah, salah satunya lewat Gerakan Aku Hatinya PKK.
"Kita masih harus mengejar penurunan stunting. Untuk mencapai hal itu, kegiatan sosialisasi, pelatihan pemanfaatan pekarangan mesti terus dilakukan. Sebab, kampanye tidak bisa hanya dilakukan sekali, melainkan harus kontinyu, sekaligus mengingatkan diri, apakah program kedaulatan pangan yang dilakukan sudah efektif," katanya.
Setelah memperoleh sosialisasi, Shinta berharap kadernya menyebarluaskan ilmu hingga tingkat dasa wisma, sehingga diharapkan gaung pemanfaatan pekarangan semakin kuat dan tidak hanya teori.
"Masing-masing daerah memiliki 'local wisdom' masing-masing. Bagaimana memanfaatkan pekarangan tentunya berbeda, daerah dingin tanaman apa yang cocok. Berbeda lagi dengan pesisir. Di daerah perkotaan, bisa dengan mengembangkan vertikultur," katanya.
Salah satu materi yang diberikan dalam sosialisasi tersebut adalah Budikdamber atau Budidaya Ikan Dalam Ember untuk melatih kader PKK bisa memanfaatkan pekarangan untuk menanam sayuran plus beternak ikan lele.
Materi lain adalah pertanian vertikultur, yakni teknik bertanam di lahan sempit yang dilakukan dengan membuat media bertingkat dan ditanam di dalam pot, polibag, dan bekas botol minuman.