Semarang (ANTARA) - Guru Besar Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Prof Firmanto Laksana menyampaikan sejumlah solusi untuk mencegah terjadinya konflik terkait tanah ulayat di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Pembangunan IKN, kata Firmanto, di Semarang, Jumat, berpotensi menimbulkan konflik terkait tanah ulayat yang dapat menghambat proses pembangunan, kata Firmanto, dalam orasi ilmiahnya di Unissula, Semarang, Jumat.
Hal tersebut disampaikannya, saat menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul "Optimalisasi Pencegahan Konflik Tanah Ulayat di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Dalam Perspektif Hukum" saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Kehormatan Fakultas Hukum Unissula Semarang.
Firmanto merupakan Ketua Bidang Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Sertifikasi, dan Kerja sama Universitas Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) periode 2020-2025.
Ia menjelaskan bahwa tanah ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Potensi konflik, bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tumpang tindih penguasaan tanah, kurangnya pengakuan hak adat, ketidaksesuaian kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, proses pengadaan tanah yang tidak transparan, serta ganti rugi yang tidak layak.
Untuk menyelesaikan konflik tanah ulayat di IKN, Firman memberikan setidaknya empat gagasan yang sangat penting.
Pertama, melalui pendekatan "pentahelix", yaitu pendekatan yang melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, dan media.
Pendekatan itu, kata dia, menjadi landasan utama dalam menciptakan solusi yang komprehensif.
Kedua, penataan regulasi dan perlindungan tanah ulayat, yakni perlunya pemerintah memperkuat regulasi yang mengakui dan melindungi hak-hak tanah ulayat dengan membuat peraturan khusus yang hanya dibuat untuk wilayah IKN melalui sebuah Keputusan Presiden dan dilaksanakan dengan peraturan Otorita IKN.
Ketiga, pembentukan tim terpadu yang melibatkan berbagai pihak seperti Otorita IKN, Forkopimda, akademisi, tokoh masyarakat, dan media juga perlu dilakukan untuk mengintegrasikan berbagai perspektif dan keahlian dalam menyelesaikan sengketa tanah ulayat secara efektif.
Perlindungan lingkungan hidup, penegakan hukum yang tegas, serta penataan kembali regulasi agraria, lanjut dia, menjadi langkah krusial untuk memastikan pembangunan IKN berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Keempat, penataan daerah penyangga. Penataan dan pengembangan daerah penyangga sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RT/RW) IKN juga menjadi langkah strategis.
Ia mengatakan bahwa daerah penyangga tersebut perlu dirancang untuk menampung pertumbuhan populasi, serta aktivitas ekonomi tanpa mengganggu keseimbangan ekologi dan hak-hak adat.
"Dengan implementasi langkah-langkah ini, diharapkan konflik tanah ulayat di IKN dapat diminimalisir atau diselesaikan secara adil dan transparan sehingga menciptakan lingkungan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat," kata Firman.
Sementara itu, Rektor Unissula Prof Gunarto menyampaikan bahwa gagasan baru yang disampaikan profesor baru Unissula itu bisa menjadi solusi, sekaligus sebuah langkah preventif untuk mencegah terjadinya konflik tanah ulayat di IKN.
Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Hukum Unissula itu meminta gelar guru besar menjadi motivasi baru dalam berkarya dan berbuat kebajikan.
"Sebagai pemimpin di Peradi dalam kapasitasnya sebagai ketua Bidang Pendidikan Khusus Profesi Advokat sertifikasi dan kerjasama universitas, Prof Firmanto memiliki peran strategis dalam mendidik, mempersiapkan calon calon advokat agar memiliki profesionalitas dan integritas tinggi," katanya.
"Sehingga para advokat yang berada di bawah Perhimpunan Advokat Indonesia bisa menjadi bagian dari solusi penegakan hukum di Indonesia agar lebih berkeadilan," demikian Gunarto.
Baca juga: Rektor Unissula: Lembaga profesi bertransformasi tekan pengangguran
Pembangunan IKN, kata Firmanto, di Semarang, Jumat, berpotensi menimbulkan konflik terkait tanah ulayat yang dapat menghambat proses pembangunan, kata Firmanto, dalam orasi ilmiahnya di Unissula, Semarang, Jumat.
Hal tersebut disampaikannya, saat menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul "Optimalisasi Pencegahan Konflik Tanah Ulayat di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Dalam Perspektif Hukum" saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Kehormatan Fakultas Hukum Unissula Semarang.
Firmanto merupakan Ketua Bidang Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Sertifikasi, dan Kerja sama Universitas Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) periode 2020-2025.
Ia menjelaskan bahwa tanah ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Potensi konflik, bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tumpang tindih penguasaan tanah, kurangnya pengakuan hak adat, ketidaksesuaian kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, proses pengadaan tanah yang tidak transparan, serta ganti rugi yang tidak layak.
Untuk menyelesaikan konflik tanah ulayat di IKN, Firman memberikan setidaknya empat gagasan yang sangat penting.
Pertama, melalui pendekatan "pentahelix", yaitu pendekatan yang melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, dan media.
Pendekatan itu, kata dia, menjadi landasan utama dalam menciptakan solusi yang komprehensif.
Kedua, penataan regulasi dan perlindungan tanah ulayat, yakni perlunya pemerintah memperkuat regulasi yang mengakui dan melindungi hak-hak tanah ulayat dengan membuat peraturan khusus yang hanya dibuat untuk wilayah IKN melalui sebuah Keputusan Presiden dan dilaksanakan dengan peraturan Otorita IKN.
Ketiga, pembentukan tim terpadu yang melibatkan berbagai pihak seperti Otorita IKN, Forkopimda, akademisi, tokoh masyarakat, dan media juga perlu dilakukan untuk mengintegrasikan berbagai perspektif dan keahlian dalam menyelesaikan sengketa tanah ulayat secara efektif.
Perlindungan lingkungan hidup, penegakan hukum yang tegas, serta penataan kembali regulasi agraria, lanjut dia, menjadi langkah krusial untuk memastikan pembangunan IKN berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Keempat, penataan daerah penyangga. Penataan dan pengembangan daerah penyangga sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RT/RW) IKN juga menjadi langkah strategis.
Ia mengatakan bahwa daerah penyangga tersebut perlu dirancang untuk menampung pertumbuhan populasi, serta aktivitas ekonomi tanpa mengganggu keseimbangan ekologi dan hak-hak adat.
"Dengan implementasi langkah-langkah ini, diharapkan konflik tanah ulayat di IKN dapat diminimalisir atau diselesaikan secara adil dan transparan sehingga menciptakan lingkungan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat," kata Firman.
Sementara itu, Rektor Unissula Prof Gunarto menyampaikan bahwa gagasan baru yang disampaikan profesor baru Unissula itu bisa menjadi solusi, sekaligus sebuah langkah preventif untuk mencegah terjadinya konflik tanah ulayat di IKN.
Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Hukum Unissula itu meminta gelar guru besar menjadi motivasi baru dalam berkarya dan berbuat kebajikan.
"Sebagai pemimpin di Peradi dalam kapasitasnya sebagai ketua Bidang Pendidikan Khusus Profesi Advokat sertifikasi dan kerjasama universitas, Prof Firmanto memiliki peran strategis dalam mendidik, mempersiapkan calon calon advokat agar memiliki profesionalitas dan integritas tinggi," katanya.
"Sehingga para advokat yang berada di bawah Perhimpunan Advokat Indonesia bisa menjadi bagian dari solusi penegakan hukum di Indonesia agar lebih berkeadilan," demikian Gunarto.
Baca juga: Rektor Unissula: Lembaga profesi bertransformasi tekan pengangguran