Solo (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta, Jawa Tengah, memanfaatkan keberadaan Kampung Bebas Asap Rokok (KBAR) untuk mengedukasi masyarakat terkait bahaya merokok dan upaya pencegahannya.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surakarta Retno Erawati Wulandari pada Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Solo, Senin mengatakan Pemkot Surakarta sedang berupaya melakukan percepatan penanggulangan stunting.

"Rokok ini salah satu faktor yang menyebabkan balita stunting, sehingga kami berusaha menyelamatkan generasi kita, anak-anak kecil, dari paparan asap rokok," katanya.

Dengan demikian, diharapkan generasi penerus bangsa bisa lebih sehat dan benar-benar menjadi generasi emas pada masa depan.

Ia mengatakan saat ini ada 111 KBAR di Kota Surakarta dan seharusnya  KBAR ada di setiap tingkat RW. "Seharusnya tingkat RW, di Solo jumlah RW ada 600-an, harusnya segitu. Capaian sejauh ini cukup bagus, harapannya RW lain bisa segera menyusul," katanya.

Upaya lain yang juga dilakukan oleh Pemkot Surakarta untuk meminimalkan paparan asap rokok terhadap anak-anak adalah dengan membuka klinik berhenti merokok.

"Harapan kami masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas yang ada di Surakarta untuk berhenti merokok. Saat ini masih sangat minim pemanfaatan klinik berhenti merokok. Harapannya dengan didatangkan di sini, masyarakat yang datang bisa menyosialisasikan ke yang lain. Harapannya masyarakat lebih termotivasi," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surakarta Budi Murtono mengatakan saat ini kasus penyakit tidak menular makin banyak di lingkungan sekitar. Ia mengatakan kondisi tersebut terjadi salah satunya karena kebiasaan merokok.

"Menurut hasil riset dari PBB, Indonesia termasuk tiga besar masyarakat perokok terbanyak. Terbesar India, China, dan Indonesia. Ini salah satu problem kita," katanya.

Oleh karena itu pihaknya berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut. Apalagi dalam waktu dekat Indonesia menghadapi bonus demografi, dimana generasi baru sebagai penerus bangsa harus disiapkan jadi generasi penerus yang sehat.

"Ini harus diupayakan untuk diselesaikan bersama. Solo sudah punya program menuju ke sana, salah satunya ada Perda Kawasan Tanpa Rokok, ini mengatur pengendalian kawasan-kawasan yang tidak diperbolehkan merokok," katanya.

Sementara itu Direktur Yayasan KAKAK Shoim Sariyati yang merupakan mitra Pemkot Surakarta pada kegiatan tersebut mengatakan Kota Surakarta sejak tahun 2016 mulai mengembangkan KBAR.

"KBAR ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kesadaran bahaya rokok," katanya.

Pihaknya mencatat kebiasaan merokok di Indonesia telah membunuh setidaknya 235.000 jiwa setiap tahun.

"Badan Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi ketiga di dunia, setelah China dan India. Epidemi konsumsi rokok di Indonesia telah mencapai titik yang mengkhawatirkan," katanya.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018, kata dia, lebih dari sepertiga atau tepatnya 33,8 persen penduduk Indonesia adalah perokok. Remaja usia 10-18 tahun mengalami peningkatan prevalensi perokok sebesar 1,9 persen dari 7,1 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen pada tahun 2018.

"Riset perokok anak yang dilakukan Yayasan KAKAK dan Pemuda Penggerak menunjukkan 56 persen perokok anak mulai merokok usia di bawah 12 tahun," katanya.

Oleh karena itu pada peringatan Hari Tanpa Tembakau kali ini, kata dia, difokuskan bagaimana memberikan penghargaan partisipasi masyarakat dalam rangka mewujudkan kawasan tanpa rokok, adanya KBAR.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024