Semarang (ANTARA) - Enam mahasiswa Arsitektur UNS bersama mahasiswa Desain Interior UNS yang mengikuti kegiatan KKN rekognisi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) melanjutkan program perencanaan dan perancangan Masterplan Ekowisata Dukuh Karangmojo untuk kembali menghadirkan Padi Rojolele.
Dukuh Karangmojo yang berada di wilayah administratif Desa Sabrang, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah memiliki sektor pertanian sebagai pusat ekosistem budaya yang mengakar di jantung masyarakat sejak masa Karesidenan Surakarta hingga masa kini. Jejaknya membekas pada beras Delanggu, sebuah cita rasa yang sangat khas, yakni Beras Rojolele, menjadikannya diminati banyak konsumen.
Saat ini, produksi Padi Rojolele kian berkurang dan bahkan hampir tidak diproduksi kembali. Akibatnya, Padi Rojolele yang asli hanya menjadi sebuah nama. Sudah banyak jenis padi lain yang menggunakan nama Rojolele meskipun tidak berasal dari sana. Penyebab berkurangnya produksi padi ini sendiri dikarenakan oleh beberapa faktor, seperti masa tanam yang lama dan tidak sebanding dengan harga pasaran. Faktor lainnya adalah kurangnya minat masyarakat terutama anak muda di Delanggu untuk meneruskan produksi Padi Rojolele.
"Hal ini tentunya cukup disayangkan mengingat Kecamatan Delanggu dikenal sebagai penghasil beras harum Rojolele. Kami ingin ada bimbingan dan pendampingan untuk masyarakat mengenai pertanian, khususnya untuk anak muda, supaya ada penerusnya," kata Teguh, selaku warga Dukuh Karangmojo.
Ia menceritakan pada tahun 2023, mahasiswa angkatan 2021 dari Tim Arsitektur-URDC Labo melakukan kolaborasi dengan mahasiswa tim FSRD Desain Interior-Culture Lab untuk merancang masterplan ekowisata area persawahan di Dukuh Karangmojo, Desa Sabrang, Kec. Delanggu, Kab. Klaten sebagai upaya untuk memulihkan eksistensi Padi Rojolele. Kegiatan tersebut dibimbing oleh Dr. Eng. Kusumaningdyah Nurul Handayani, S. T., M. T. dan Pandu Purwandaru, S. Ds., M. Ds., Ph. D.
Proses perencanaan dan perancangan dilakukan dengan metode desain partisipatif yang melibatkan komunitas lokal dalam pengembangan Ekowisata Dukuh Karangmojo. Diharapkan kepedulian masyarakat setempat akan bertumbuh, sehingga ekowisata Dukuh Karangmojo tetap hidup bersama komunitas lokal. Metode perencanaan yang digunakan adalah metode kualitatif, di mana metode yang dilakukan adalah wawancara, Focus Group Discussion (FGD), observasi, dan survei lapangan.
Dalam melakukan Focus Group Discussion (FGD), mahasiswa Arsitektur dan Desain Interior UNS bekerja sama dengan Karang Taruna Dukuh Karangmojo. Selain itu, juga melakukan presentasi tindak lanjut perangkat Desa Sabrang terkait dengan pengembangan ekowisata Dukuh Karangmojo untuk mengetahui kebutuhan desa. Hasil dari FGD dan konsultasi dengan perangkat desa dikumpulkan, diolah, dan dipetakan menjadi salah satu acuan perancangan Masterplan Ekowisata Dukuh Karangmojo, Delanggu.
"Inginnya kawasan di sana bisa dijadikan wisata, supaya kawasan lebih terkenal dan memberi banyak dampak positif bagi warga sekitar dan melestarikan Padi Rojolele" kata Wahyu, anggota dari Karang Taruna dalam proses focus group discussion (FGD).
Tahun ini, mahasiswa Arsitektur UNS mulai melanjutkan pengembangan masterplan dengan berdiskusi membahas penyempurnaan dan penyesuaian desain. Dalam prosesnya, pengembangan dan penyempurnaan masterplan diselingi dengan konsultasi bersama dosen pembimbing. Terdapat beberapa perbaikan dan target yang harus dikejar untuk progres selanjutnya. Perbaikan lebih banyak berfokus pada sirkulasi, akses, dan perancangan antar-bangunan dan vegetasi yang ada di kawasan.
Awal Juni 2024, desain masterplan ekowisata yang berfokus pada aktivitas masyarakat lokal pun selesai. Aktivitas-aktivitas yang ada didukung dengan fasilitas seperti amphitheater, tenant wirausaha, gazebo, kantong kuliner, dan area memancing. Masterplan ini memaksimalkan potensi alam yang ada. Salah satunya adalah area persawahan sebagai atraksi dan view utama. Setiap bangunan yang dirancang menghadap ke sawah agar pengunjung dapat menikmati keindahan sawah. Selain itu juga ada sungai kecil yang seringkali dimanfaatkan warga untuk memancing.
Kegiatan ini difasilitasi dengan area pemancingan yang lebih layak untuk digunakan. Selain potensi alam, ada juga fasilitas seperti tenant UMKM yang memfasilitasi para warga untuk mengenalkan makanan khas Delanggu ke publik. Ditambah, ada amphitheater yang berfungsi untuk memfasilitas segala festival, acara, dan event yang kerap kali diadakan di Dukuh Karangmojo. Diharapkan dengan adanya Ekowisata Dukuh Karangmojo ini, Padi Rojolele mendapatkan perhatian kembali dari khalayak umum dan pemerintah agar eksistensinya terpulihkan
Dukuh Karangmojo yang berada di wilayah administratif Desa Sabrang, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah memiliki sektor pertanian sebagai pusat ekosistem budaya yang mengakar di jantung masyarakat sejak masa Karesidenan Surakarta hingga masa kini. Jejaknya membekas pada beras Delanggu, sebuah cita rasa yang sangat khas, yakni Beras Rojolele, menjadikannya diminati banyak konsumen.
Saat ini, produksi Padi Rojolele kian berkurang dan bahkan hampir tidak diproduksi kembali. Akibatnya, Padi Rojolele yang asli hanya menjadi sebuah nama. Sudah banyak jenis padi lain yang menggunakan nama Rojolele meskipun tidak berasal dari sana. Penyebab berkurangnya produksi padi ini sendiri dikarenakan oleh beberapa faktor, seperti masa tanam yang lama dan tidak sebanding dengan harga pasaran. Faktor lainnya adalah kurangnya minat masyarakat terutama anak muda di Delanggu untuk meneruskan produksi Padi Rojolele.
"Hal ini tentunya cukup disayangkan mengingat Kecamatan Delanggu dikenal sebagai penghasil beras harum Rojolele. Kami ingin ada bimbingan dan pendampingan untuk masyarakat mengenai pertanian, khususnya untuk anak muda, supaya ada penerusnya," kata Teguh, selaku warga Dukuh Karangmojo.
Ia menceritakan pada tahun 2023, mahasiswa angkatan 2021 dari Tim Arsitektur-URDC Labo melakukan kolaborasi dengan mahasiswa tim FSRD Desain Interior-Culture Lab untuk merancang masterplan ekowisata area persawahan di Dukuh Karangmojo, Desa Sabrang, Kec. Delanggu, Kab. Klaten sebagai upaya untuk memulihkan eksistensi Padi Rojolele. Kegiatan tersebut dibimbing oleh Dr. Eng. Kusumaningdyah Nurul Handayani, S. T., M. T. dan Pandu Purwandaru, S. Ds., M. Ds., Ph. D.
Proses perencanaan dan perancangan dilakukan dengan metode desain partisipatif yang melibatkan komunitas lokal dalam pengembangan Ekowisata Dukuh Karangmojo. Diharapkan kepedulian masyarakat setempat akan bertumbuh, sehingga ekowisata Dukuh Karangmojo tetap hidup bersama komunitas lokal. Metode perencanaan yang digunakan adalah metode kualitatif, di mana metode yang dilakukan adalah wawancara, Focus Group Discussion (FGD), observasi, dan survei lapangan.
Dalam melakukan Focus Group Discussion (FGD), mahasiswa Arsitektur dan Desain Interior UNS bekerja sama dengan Karang Taruna Dukuh Karangmojo. Selain itu, juga melakukan presentasi tindak lanjut perangkat Desa Sabrang terkait dengan pengembangan ekowisata Dukuh Karangmojo untuk mengetahui kebutuhan desa. Hasil dari FGD dan konsultasi dengan perangkat desa dikumpulkan, diolah, dan dipetakan menjadi salah satu acuan perancangan Masterplan Ekowisata Dukuh Karangmojo, Delanggu.
"Inginnya kawasan di sana bisa dijadikan wisata, supaya kawasan lebih terkenal dan memberi banyak dampak positif bagi warga sekitar dan melestarikan Padi Rojolele" kata Wahyu, anggota dari Karang Taruna dalam proses focus group discussion (FGD).
Tahun ini, mahasiswa Arsitektur UNS mulai melanjutkan pengembangan masterplan dengan berdiskusi membahas penyempurnaan dan penyesuaian desain. Dalam prosesnya, pengembangan dan penyempurnaan masterplan diselingi dengan konsultasi bersama dosen pembimbing. Terdapat beberapa perbaikan dan target yang harus dikejar untuk progres selanjutnya. Perbaikan lebih banyak berfokus pada sirkulasi, akses, dan perancangan antar-bangunan dan vegetasi yang ada di kawasan.
Awal Juni 2024, desain masterplan ekowisata yang berfokus pada aktivitas masyarakat lokal pun selesai. Aktivitas-aktivitas yang ada didukung dengan fasilitas seperti amphitheater, tenant wirausaha, gazebo, kantong kuliner, dan area memancing. Masterplan ini memaksimalkan potensi alam yang ada. Salah satunya adalah area persawahan sebagai atraksi dan view utama. Setiap bangunan yang dirancang menghadap ke sawah agar pengunjung dapat menikmati keindahan sawah. Selain itu juga ada sungai kecil yang seringkali dimanfaatkan warga untuk memancing.
Kegiatan ini difasilitasi dengan area pemancingan yang lebih layak untuk digunakan. Selain potensi alam, ada juga fasilitas seperti tenant UMKM yang memfasilitasi para warga untuk mengenalkan makanan khas Delanggu ke publik. Ditambah, ada amphitheater yang berfungsi untuk memfasilitas segala festival, acara, dan event yang kerap kali diadakan di Dukuh Karangmojo. Diharapkan dengan adanya Ekowisata Dukuh Karangmojo ini, Padi Rojolele mendapatkan perhatian kembali dari khalayak umum dan pemerintah agar eksistensinya terpulihkan