Solo (ANTARA) - Pakta Konsumen Nasional (Paknas) berharap pemerintah libatkan konsumen tembakau pada penyusunan regulasi soal konsumsi pertembakauan ke depan.
Ketua Umum Pakta Konsumen Nasional Ary Fatanen di Solo, Jawa Tengah, Sabtu melihat sampai dengan hari ini konsumen olahan tembakau belum didudukkan sebagaimana mestinya.
"Jadi kami ingin mereposisi kembali bagaimana kedudukan konsumen di mata negara," katanya.
Ia mengatakan tujuan reposisi tersebut agar aspirasi para konsumen pertembakauan tidak tersumbat.
"Maka pemerintah dapat mendudukkan konsumen sebagai subjek hukum yang sah. Dari yang sudah-sudah, aturan dan regulasi yang sudah dibuat belum bisa memberikan haknya bagi konsumen," katanya.
Pihaknya juga berupaya menempatkan kembali posisi konsumen sebagai agen perubahan yang kritis dan cerdas terutama terkait regulasi tingkat regional maupun pusat yang mengatur serta berdampak langsung pada elemen hilir ekosistem pertembakauan ini.
"Salah satunya terkait penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Pelaksana UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (RPP Kesehatan)," katanya.
Terkait hal itu, pihaknya sudah melakukan survei di dua kota, yakni Solo dan Yogyakarta. Dari survei yang melibatkan responden usia 18-47 tahun tersebut diketahui bahwa 94 persen responden tidak tahu dan tidak pernah mendengar RPP Kesehatan tersebut.
Kemudian, sebanyak 70,9 persen responden menyatakan bahwa hak-hak mereka sebagai konsumen tembakau belum benar-benar terpenuhi dan dilindungi pemerintah.
Selain itu, dikatakannya, ada 76,9 persen responden yang menjawab bahwa sebagai konsumen tembakau, suara mereka belum pernah diakomodasi dalam peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pertembakauan.
"Berkaitan dengan bagaimana regulasi konsumen bisa terbuka. Kalau kita bicara konsumen, mereka kan juga warga negara. Kalau secara kedudukan yang namanya pemangku kepentingan dalam hal ini ketika aturan dibuat memiliki dampak terhadap hilir yaitu konsumen," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap ke depan konsumen bisa dilibatkan supaya aturan bisa fair dan implementatif.
"Karena itu kan jadi sangat urgent. Ujung tombak sekali. Kalau konsumen jadi ujung tombak atau hilir dari kegiatan perdagangan tembakau ini tidak dilibatkan dalam setiap regulasi atau aturan, kami takut regulasi dapat menekan, kedua tidak aspiratif, ketiga perlindungan akan menjadi lemah," katanya.
Ketua Umum Pakta Konsumen Nasional Ary Fatanen di Solo, Jawa Tengah, Sabtu melihat sampai dengan hari ini konsumen olahan tembakau belum didudukkan sebagaimana mestinya.
"Jadi kami ingin mereposisi kembali bagaimana kedudukan konsumen di mata negara," katanya.
Ia mengatakan tujuan reposisi tersebut agar aspirasi para konsumen pertembakauan tidak tersumbat.
"Maka pemerintah dapat mendudukkan konsumen sebagai subjek hukum yang sah. Dari yang sudah-sudah, aturan dan regulasi yang sudah dibuat belum bisa memberikan haknya bagi konsumen," katanya.
Pihaknya juga berupaya menempatkan kembali posisi konsumen sebagai agen perubahan yang kritis dan cerdas terutama terkait regulasi tingkat regional maupun pusat yang mengatur serta berdampak langsung pada elemen hilir ekosistem pertembakauan ini.
"Salah satunya terkait penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Pelaksana UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (RPP Kesehatan)," katanya.
Terkait hal itu, pihaknya sudah melakukan survei di dua kota, yakni Solo dan Yogyakarta. Dari survei yang melibatkan responden usia 18-47 tahun tersebut diketahui bahwa 94 persen responden tidak tahu dan tidak pernah mendengar RPP Kesehatan tersebut.
Kemudian, sebanyak 70,9 persen responden menyatakan bahwa hak-hak mereka sebagai konsumen tembakau belum benar-benar terpenuhi dan dilindungi pemerintah.
Selain itu, dikatakannya, ada 76,9 persen responden yang menjawab bahwa sebagai konsumen tembakau, suara mereka belum pernah diakomodasi dalam peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pertembakauan.
"Berkaitan dengan bagaimana regulasi konsumen bisa terbuka. Kalau kita bicara konsumen, mereka kan juga warga negara. Kalau secara kedudukan yang namanya pemangku kepentingan dalam hal ini ketika aturan dibuat memiliki dampak terhadap hilir yaitu konsumen," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap ke depan konsumen bisa dilibatkan supaya aturan bisa fair dan implementatif.
"Karena itu kan jadi sangat urgent. Ujung tombak sekali. Kalau konsumen jadi ujung tombak atau hilir dari kegiatan perdagangan tembakau ini tidak dilibatkan dalam setiap regulasi atau aturan, kami takut regulasi dapat menekan, kedua tidak aspiratif, ketiga perlindungan akan menjadi lemah," katanya.