Semarang (ANTARA) - Dialog kebangsaan mampu memberikan cahaya bagi publik dan perguruan tinggi bisa menjadi pelita bagi bangsa Indonesia dari kegelapan.

Hal itu diungkapkan Ketua Pembina Yayasan Alumni Undip, Prof. Sudharto P. Hadi, MES, PhD dalam Dialog 5 Rektor pada rangka Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT Ke-78 PWI Tahun 2024 bertajuk ''Memilih Pemimpin dengan Bertanggung Jawab'' di Gedung Ir Widjatmoko, kampus Universitas Semarang (USM), 7 Februari 2024.

Narasumber yang hadir dalam kegiatan itu adalah Rektor USM Dr Supari ST MT, Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Prof Dr KH Mudzakkir Ali MA, dan Wakil Rektor II Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang Dr Guruh Fajar Shidik S.Kom.

Pada kesempatan itu Prof Dharto mengapresiasi PWI yang mengusung dialog bertema pemimpin di kampus USM yang dinilainya sebagai hal penting, krusial, dan timely. Layaknya seorang dosen, kata dia, PWI bukanlah partisan.

Menurutnya, perjalanan bangsa ini sejak 1908, 1928, 1966 hingga 1945 tak lepas dari peran kaum intelektual dan cendekiawan. Maka dari itu, perguruan tinggi tidak hanya bertugas memenuhi pasar dengan lulusannya, menghasilkan iptek yang berdaya guna, tapi harus bisa mengatasi persoalan bangsa.

''Saya jadi ingat kata-kata budayawan Umar Kayam, bahwa intelektual itu harus cerdas, harus bisa 'micara', mampu menyampaikan hal yang mudah dicerna. Jadi bukan berarti semakin sulit, semakin ilmiah,'' kata pakar lingkungan itu.

Kegiatan yang digelar PWI Jawa Tengah sebagai awal rangkaian HPN tingkat Jateng tersebut dibuka oleh Kabid Ketahanan Bangsa Muslichah Setiasih SIP MMG MEng. Dialog dihadiri, antara lain Ketua Pengurus Yayasan Alumni Undip, Prof Dr Ir Hj Kesi Widjajanti SE MM, anggota pembina YAU Ir Soeharsojo IPU.

Selain itu tampak Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Satake Bayu beserta Forkopimda Jateng, Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS dan jajaran, Ketua DKP PWI Sri Mulyadi, Kepala LPP RRI Ngatno, dan sejumlah pimpinan media, serta ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.

Dialog yang dipandu oleh penyiar RRI Semarang, Roshi Martiningrum berlangsung hangat dan cair. Rektor USM Supari ST MT yang mendapatkan giliran pertama mengakui, bahwa fenomena cinta dan fanatisme kepada pemimpin jelang kontestasi Pemilu tak terelakkan.

''Tapi yang penting adalah bagaimana cinta itu tak berlebihan, sewajarnya saja. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita bisa menjaga cinta kepada tanah air kita, Indonesia agar tetap utuh, bersatu, dan damai,'' tandas Supari.

Menurut dia, setiap pemimpin yang pernah memimpin negeri ini, sejak Soekarno sampai Joko Widodo, memiliki masa dan zamannya sendiri. Problematika dan tantangan yang dihadapi masing-masing presiden pun berbeda, jadi tak bisa dibandingkan. ***

Pewarta : Nur Istibsaroh/ksm
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024