Semarang (ANTARA) - Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono menilai pandemi COVID-19 mengekspos dua tantangan penting bagi pengembangan perkotaan di Asia, yakni permasalahan kepadatan dan perlindungan sosial.
"Masa depan Asia adalah perkotaan," kata dia dalam orasi ilmiah saat mendapat gelar profesor kehormatan (honoris causa) bidang keahlian kota layak huni dan berkelanjutan dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di Semarang, Sabtu.
Kota-kota di Asia, kata dia, berkembang pesat karena dorongan peluang ekonomi dan sosial.
Pertumbuhan yang pesat tersebut, menurut dia, juga menimbulkan tantangan dan permasalahan, antara lain kesenjangan ekonomi, berkurangnya kohesi sosial, degradasi lingkungan, serta risiko bencana.
Bambang menawarkan pendekatan "5D" dalam membangun kota masa depan yang layak huni.
Ia menjelaskan desain spasial perlu ditinjau ulang agar lebih terdesentralisasi dan lebih mampu mengatasi berbagai guncangan.
Kepadatan atau density, kata dia, dapat memberi kerugian sekaligus keuntungan, terutama saat pandemi COVID-19.
Keragaman (diversity), kata dia, menyadarkan pentingnya kemudahan layanan dasar bagi warga kota tanpa terkecuali saat pandemi lalu.
Ia mengatakan digitalisasi membuka peluang bagi usaha mikro dan kecil serta mendorong otomasi yang humanis bagi masyarakat dalam mengonsumsi barang dan jasa.
Isu dekarbonisasi, menurut dia, berkaitan dengan perubahan iklim dan berbagai permasalahan yang akan mewarnai pembangunan dan pengelolaan kota.
"Kehidupan perkotaan yang rendah karbon menjadi sangat penting dalam manajemen pembangunan kota," katanya.
Baca juga: Setelah absen tiga tahun, festival teater pelajar Kudus kembali digelar
"Masa depan Asia adalah perkotaan," kata dia dalam orasi ilmiah saat mendapat gelar profesor kehormatan (honoris causa) bidang keahlian kota layak huni dan berkelanjutan dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di Semarang, Sabtu.
Kota-kota di Asia, kata dia, berkembang pesat karena dorongan peluang ekonomi dan sosial.
Pertumbuhan yang pesat tersebut, menurut dia, juga menimbulkan tantangan dan permasalahan, antara lain kesenjangan ekonomi, berkurangnya kohesi sosial, degradasi lingkungan, serta risiko bencana.
Bambang menawarkan pendekatan "5D" dalam membangun kota masa depan yang layak huni.
Ia menjelaskan desain spasial perlu ditinjau ulang agar lebih terdesentralisasi dan lebih mampu mengatasi berbagai guncangan.
Kepadatan atau density, kata dia, dapat memberi kerugian sekaligus keuntungan, terutama saat pandemi COVID-19.
Keragaman (diversity), kata dia, menyadarkan pentingnya kemudahan layanan dasar bagi warga kota tanpa terkecuali saat pandemi lalu.
Ia mengatakan digitalisasi membuka peluang bagi usaha mikro dan kecil serta mendorong otomasi yang humanis bagi masyarakat dalam mengonsumsi barang dan jasa.
Isu dekarbonisasi, menurut dia, berkaitan dengan perubahan iklim dan berbagai permasalahan yang akan mewarnai pembangunan dan pengelolaan kota.
"Kehidupan perkotaan yang rendah karbon menjadi sangat penting dalam manajemen pembangunan kota," katanya.
Baca juga: Setelah absen tiga tahun, festival teater pelajar Kudus kembali digelar