Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang menggencarkan program penanganan kesehatan mental bagi remaja seiring dengan terjadinya dua kasus dugaan bunuh diri yang dilakukan mahasiswi di Kota Atlas itu..

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Dokter Abdul Hakam, di Semarang, Selasa , menyampaikan bahwa pihaknya melakukan skrining kesehatan mental emosional masyarakat yang disebar di berbagai tempat, seperti puskesmas, sekolah, hingga posyandu.

"Kita membagikan kuesioner kepada masyarakat, tergantung sasarannya. Jika 18 tahun ke atas, kami gunakan SRQ (Self-Reporting Questionnaire). Tapi untuk SDQ (Strengths and Difficulties Questionnaire) digunakan untuk yang berumur 4 sampai 18 tahun," katanya.

Menurut dia, SRQ adalah kuesioner yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) untuk skrining gangguan psikiatri clan, sedangkan (SDQ) adalah deteksi dini masalah perilaku dan emosi pada anak dan remaja berusia 4 – 18 tahun.

Dinkes Kota Semarang, kata dia, turut melakukan skrining tersebut guna mengetahui kesehatan mental emosional masyarakat agar mendapat penanganan yang sesuai jika abnormal.

Ia menjelaskan bahwa kegiatan skrining kesehatan mental emosional tidak berhenti sampai sebatas itu, melainkan apabila terdapat indikasi abnormal dari hasil skrining akan diberi penanganan lebih lanjut.

"Pada dasarnya skrining ini untuk kesehatan mental emosional, dan yang abnormal ini ditindaklanjuti ke puskesmas. Kemudian, jika ada hal-hal yang tidak bisa ditangani maka akan dirujuk ke rumah sakit," katanya.

Selain itu, Dinkes Kota Semarang juga memiliki layanan Konsultasi Kesehatan Mental (Sultan) yang bisa diakses masyarakat di puskesmas yang ada di berbagai wilayah di Kota Semarang.

Hakam berencana untuk mengupayakan layanan tersebut agar dapat diakses secara daring agar menjangkau lebih banyak masyarakat dan memberikan kemudahan masyarakat untuk mendapat penanganan lebih lanjut terkait dengan kesehatan mental emosionalnya.

"Kami sedang mencoba, perihal melakukan konsultasi dokter melalui Call Center Dinas Kesehatan untuk konsultasi kesehatan mental. Sekarang belum berjalan karena sedang dipersiapkan. Nanti, harapannya masyarakat bisa mengakses untuk kesehatan mental emosional, targetnya remaja," katanya.

Saat ini, Pemkot Semarang juga memiliki layanan serupa melalui Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM), tetapi fokusnya memang pada penanganan kasus kekerasan rumah tangga dan perundungan anak.

Dengan adanya Call Center penanganan kesehatan mental emosional, Hakam berharap akan memberi dampak besar terhadap kesehatan mental emosional, khususnya remaja maupun anak-anak muda yang berdomisili di Kota Semarang.

Sebelumnya, Kota Semarang digemparkan dengan dua kasus dugaan bunuh diri dalam dua hari berturut-turut yang dilakukan mahasiswi dari perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) setempat.

Kasus pertama dilakukan NJW (20) warga Ngaliyan, Semarang, mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) yang ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang, Selasa (10/10) lalu.

Kasus kedua, seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS) di Semarang berinisial EN (24) warga Kapuas, Kalimantan Tengah, yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya, Rabu (11/10) lalu.

Baca juga: RSUD Batang jalani akreditasi kinerja tingkatkan layanan kesehatan

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024