Banyumas (ANTARA) - Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Randu Makmur Desa Kedungrandu, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mampu meraup omzet hingga Rp140 juta per bulan dari hasil mengelola sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Kedungrandu.
"KSM Randu Makmur mengelola sampah di TPST ini dengan jumlah personel 40 orang termasuk saya," kata Ketua KSM "Randu Makmur" Wahidin di sela kunjungan lapangan kegiatan City Window Series II yang diikuti delegasi dari 13 kota se-ASEAN di TPST Kedungrandu, Desa Kedungrandu, Kecamatan Patikraja, Banyumas, Rabu siang.
Ia mengatakan personel KSM "Randu Makmur" merupakan para mantan pemulung di eks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel yang selanjutnya diberdayakan untuk mengelola TPST Kedungrandu.
Menurut dia, KSM "Randu Makmur" melayani pengambilan sampah rumah tangga dari 3.000 pelanggan yang tersebar di 17 kelurahan/desa di tujuh kecamatan.
Kendati demikian, dia mengakui tidak semua sampah rumah tangga di satu kelurahan diambil oleh KSM "Randu Makmur" karena ada yang diambil oleh KSM dari TPST yang lain.
"Total sampah yang masuk ke TPST Kedungrandu setiap harinya rata-rata 15 ton karena pelanggan kami tidak hanya rumah tangga, juga restoran, pasar, dan objek wisata Menara Pandang 'Teratai' Purwokerto," jelasnya.
Dalam hal ini, kata dia, pihaknya memproses sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga atau sampah yang dihasilkan oleh rumah usaha seperti restoran dan hotel.
Ia mengatakan layanan pengambilan sampah tersebut bervariasi, yakni setiap hari untuk sampah dari tempat usaha, tiga hari sekali untuk sampah rumah tangga, dan satu minggu sekali untuk sampah dari instansi atau industri.
Menurut dia, sampah yang masuk ke TPST Kedungrandu selanjutnya diproses dengan mesin untuk memilah sampah anorganik dan sampah residu.
"Potensi sampah anorganik sekitar 20 persen, potensi residu sekitar 10 persen. Itu yang dipisahkan di awal dengan mesin conveyor," jelasnya.
Wahidin mengatakan sampah yang sudah terpilah atau residu 2 selanjutnya masuk ke mesin gibrig yang berfungsi cacah pilah atau mencacah dan memilah sampah organik yang sudah terpilah, sehingga menjadi sampah organik dan bahan bakar alternatif (refuse derived fuel/RDF).
Menurut dia, potensi sampah organik bisa mencapai 55 persen dan sisanya berupa RDF.
Dalam satu hari, kata dia, TPST Kedungrandu sedikitnya bisa memproduksi 1 ton RDF atau sekitar 25 ton per bulan.
"Itu yang RDF untuk SBI (PT Solusi Bangun Indonesia Tbk yang merupakan anak usaha PT Semen Indonesia (Persero) Tbk)," jelasnya.
Sementara potensi sampah organik, kata dia, dalam satu hari bisa mencapai 5-6 ton dan sekitar 4 ton yang dihasilkan terserap untuk produksi bahan bakar jumputan padat (BPJP) yang dimanfaatkan oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sedangkan sisanya untuk budi daya maggot.
Terkait pendapatan yang dihasilkan, dia mengatakan pihaknya dalam sebulan bisa meraih omzet hingga Rp140 juta yang berasal dari iuran pelanggan dan penjualan produk hasil pengolahan sampah termasuk rongsok.
"Dari 3.000 pelanggan rumah tangga, kami mendapatkan iuran rata-rata sebesar Rp92 juta per bulan. Kami sebenarnya mengharapkan iuran idealnya sebesar Rp30.000 per pelanggan per bulan, namun saat ini masih berkisar Rp20.000-Rp30.000," ungkapnya.
Menurut dia, hasil penjualan rongsok rata-rata dapat menghasilkan Rp30 juta per bulan dan penghasilan tersebut belum termasuk penjualan RDF dan beberapa produk lainnya
Sementara untuk biaya operasional, kata dia, dalam satu bulan rata-rata membutuhkan sebesar Rp120 juta termasuk di dalamnya upah personel KSM yang besarannya minimal Rp2 juta per bulan.
"Dengan demikian, para mantan pemulung yang sekarang bekerja di TPST mempunyai kesejahteraan dengan gaji minimal Rp2 juta per bulan dan jaminan kesehatan maupun kesejahteraan yang lain," tegasnya.
Terkait dengan peralatan mesin yang ada di TPST, Wahidin mengatakan seluruhnya milik Pemerintah Kabupaten Banyumas yang dipercayakan kepada KSM "Randu Makmur" untuk mengelolanya sejak lima tahun terakhir.
Kegiatan City Window Series II diselenggarakan oleh Program Smart Green ASEAN Cities (SGAC)-United Nations Capital Development Fund (UNCDF) di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, pada 12-14 September 2023.
Penasihat Senior Program SGAC-UNCDF Fakri Karim mengatakan pihaknya memfasilitasi kota-kota yang ada di ASEAN untuk tukar pengalaman dan pelajaran dalam pembangunan hijau, salah satunya tentang pengelolaan sampah.
Oleh karena Banyumas sebagai tuan rumah penyelenggaraan pertemuan City Window Series II yang dihadiri delegasi dari 13 kota se-ASEAN, kata dia, pertemuan tersebut menjadi ajang untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman sambil belajar dari keberhasilan Banyumas dalam mengelola sampah.
Menurut dia, delegasi dari beberapa negara sangat tertarik dengan apa yang diinovasikan oleh Banyumas.
"Semoga ini bisa menjadi hal yang bisa direplikasi di negara-negara lain, di kota-kota lain yang sistemnya belum sampai ke sini. Kami dari pihak UNCDF, selain memfasilitasi kapasitasnya, juga membantu kota untuk mendapat pembiayaan pembangunan selain biaya pemerintah," jelasnya.
Baca juga: Bupati: Pengelolaan sampah di Banyumas dapat diterapkan negara lain
"KSM Randu Makmur mengelola sampah di TPST ini dengan jumlah personel 40 orang termasuk saya," kata Ketua KSM "Randu Makmur" Wahidin di sela kunjungan lapangan kegiatan City Window Series II yang diikuti delegasi dari 13 kota se-ASEAN di TPST Kedungrandu, Desa Kedungrandu, Kecamatan Patikraja, Banyumas, Rabu siang.
Ia mengatakan personel KSM "Randu Makmur" merupakan para mantan pemulung di eks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel yang selanjutnya diberdayakan untuk mengelola TPST Kedungrandu.
Menurut dia, KSM "Randu Makmur" melayani pengambilan sampah rumah tangga dari 3.000 pelanggan yang tersebar di 17 kelurahan/desa di tujuh kecamatan.
Kendati demikian, dia mengakui tidak semua sampah rumah tangga di satu kelurahan diambil oleh KSM "Randu Makmur" karena ada yang diambil oleh KSM dari TPST yang lain.
"Total sampah yang masuk ke TPST Kedungrandu setiap harinya rata-rata 15 ton karena pelanggan kami tidak hanya rumah tangga, juga restoran, pasar, dan objek wisata Menara Pandang 'Teratai' Purwokerto," jelasnya.
Dalam hal ini, kata dia, pihaknya memproses sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga atau sampah yang dihasilkan oleh rumah usaha seperti restoran dan hotel.
Ia mengatakan layanan pengambilan sampah tersebut bervariasi, yakni setiap hari untuk sampah dari tempat usaha, tiga hari sekali untuk sampah rumah tangga, dan satu minggu sekali untuk sampah dari instansi atau industri.
Menurut dia, sampah yang masuk ke TPST Kedungrandu selanjutnya diproses dengan mesin untuk memilah sampah anorganik dan sampah residu.
"Potensi sampah anorganik sekitar 20 persen, potensi residu sekitar 10 persen. Itu yang dipisahkan di awal dengan mesin conveyor," jelasnya.
Wahidin mengatakan sampah yang sudah terpilah atau residu 2 selanjutnya masuk ke mesin gibrig yang berfungsi cacah pilah atau mencacah dan memilah sampah organik yang sudah terpilah, sehingga menjadi sampah organik dan bahan bakar alternatif (refuse derived fuel/RDF).
Menurut dia, potensi sampah organik bisa mencapai 55 persen dan sisanya berupa RDF.
Dalam satu hari, kata dia, TPST Kedungrandu sedikitnya bisa memproduksi 1 ton RDF atau sekitar 25 ton per bulan.
"Itu yang RDF untuk SBI (PT Solusi Bangun Indonesia Tbk yang merupakan anak usaha PT Semen Indonesia (Persero) Tbk)," jelasnya.
Sementara potensi sampah organik, kata dia, dalam satu hari bisa mencapai 5-6 ton dan sekitar 4 ton yang dihasilkan terserap untuk produksi bahan bakar jumputan padat (BPJP) yang dimanfaatkan oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sedangkan sisanya untuk budi daya maggot.
Terkait pendapatan yang dihasilkan, dia mengatakan pihaknya dalam sebulan bisa meraih omzet hingga Rp140 juta yang berasal dari iuran pelanggan dan penjualan produk hasil pengolahan sampah termasuk rongsok.
"Dari 3.000 pelanggan rumah tangga, kami mendapatkan iuran rata-rata sebesar Rp92 juta per bulan. Kami sebenarnya mengharapkan iuran idealnya sebesar Rp30.000 per pelanggan per bulan, namun saat ini masih berkisar Rp20.000-Rp30.000," ungkapnya.
Menurut dia, hasil penjualan rongsok rata-rata dapat menghasilkan Rp30 juta per bulan dan penghasilan tersebut belum termasuk penjualan RDF dan beberapa produk lainnya
Sementara untuk biaya operasional, kata dia, dalam satu bulan rata-rata membutuhkan sebesar Rp120 juta termasuk di dalamnya upah personel KSM yang besarannya minimal Rp2 juta per bulan.
"Dengan demikian, para mantan pemulung yang sekarang bekerja di TPST mempunyai kesejahteraan dengan gaji minimal Rp2 juta per bulan dan jaminan kesehatan maupun kesejahteraan yang lain," tegasnya.
Terkait dengan peralatan mesin yang ada di TPST, Wahidin mengatakan seluruhnya milik Pemerintah Kabupaten Banyumas yang dipercayakan kepada KSM "Randu Makmur" untuk mengelolanya sejak lima tahun terakhir.
Kegiatan City Window Series II diselenggarakan oleh Program Smart Green ASEAN Cities (SGAC)-United Nations Capital Development Fund (UNCDF) di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, pada 12-14 September 2023.
Penasihat Senior Program SGAC-UNCDF Fakri Karim mengatakan pihaknya memfasilitasi kota-kota yang ada di ASEAN untuk tukar pengalaman dan pelajaran dalam pembangunan hijau, salah satunya tentang pengelolaan sampah.
Oleh karena Banyumas sebagai tuan rumah penyelenggaraan pertemuan City Window Series II yang dihadiri delegasi dari 13 kota se-ASEAN, kata dia, pertemuan tersebut menjadi ajang untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman sambil belajar dari keberhasilan Banyumas dalam mengelola sampah.
Menurut dia, delegasi dari beberapa negara sangat tertarik dengan apa yang diinovasikan oleh Banyumas.
"Semoga ini bisa menjadi hal yang bisa direplikasi di negara-negara lain, di kota-kota lain yang sistemnya belum sampai ke sini. Kami dari pihak UNCDF, selain memfasilitasi kapasitasnya, juga membantu kota untuk mendapat pembiayaan pembangunan selain biaya pemerintah," jelasnya.
Baca juga: Bupati: Pengelolaan sampah di Banyumas dapat diterapkan negara lain