Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, memfasilitasi pedagang kaki lima (PKL) kuliner yang selama ini berjualan di Alun-Alun Masjid Agung Semarang (MAS) untuk pindah ke sekitar ikon Kota Atlas tersebut.
"Sesuai kesepakatan, kami larang mereka berjualan di alun-alunnya," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang Fajar Purwoto di Semarang, Senin.
Namun, kata dia, PKL kuliner diberikan izin untuk berjualan di sekitar Alun-Alun MAS, yakni jalan di depan MAS (Masjid Kauman Semarang) hingga samping Hotel Metro Semarang khusus pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu.
Menurut dia, para PKL diperbolehkan berjualan selama tiga hari akhir pekan itu di sekitar kawasan Alun-Alun dengan jam buka operasional mulai 17.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB.
"Silakan Alun-Alun dipergunakan hanya untuk kursi, meja dan makan, PKLnya (berada) di jalan. Jadi, jalan di situ Sabtu-Minggu (akhir pekan) ditutup," katanya.
Ia mengatakan bahwa Disdag Kota Semarang mendukung jika kawasan Alun-Alun MAS berkembang menjadi ikon baru dengan aneka kulinernya, tetapi dengan tetap menjaga keberlangsungan fasilitas umum tersebut.
"Monggo yang mau datang kuliner, datang ke Alun-Alun MAS setiap Jumat, Sabtu dan Minggu. Ya, ini khusus akhir pekan. Apabila dirasa tambah ramai, bisa saja ditambah waktunya (hari)," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu membenarkan jika PKL memang tidak diperbolehkan berjualan di Alun-Alun MAS karena sedang dipersiapkan dipasang rumput sintetis.
"Di alun-alun itu kemarin sebenarnya akan membuat (bagian) yang atas bisa langsung proses pengadaan rumput sintetisnya, tapi bersamaan dengan audit BPK yang rekomendasinya pembelian tidak boleh lebih dari Rp1 miliar untuk swakelola," kata Ita, sapaan akrabnya.
Padahal, kata dia, pembelian rumput sintetis memang di kisaran harga tersebut sehingga nanti akan kembali berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencoba pengadaan kembali.
Ia menjelaskan pemasangan rumput sintetis dimaksudkan agar lebih bersih, tidak mudah rusak, dan perawatannya lebih mudah ketimbang rumput alami yang kemarin sempat ditanam dan gundul.
"Tapi habis itu enggak boleh digunakan untuk kegiatan pakai tenda, pakai apa gitu. Ya udah, kayak alun-alun aja dipakai untuk santai," katanya.
Masyarakat diperbolehkan beraktivitas di Alun-Alun MAS, kata dia, tetapi untuk aktivitas berjualan memang dilarang dan sudah difasilitasi di jalan sekitar kawasan tersebut.
Baca juga: DPRD Semarang: LPMK tak boleh sembarang tarik iuran PKL
"Sesuai kesepakatan, kami larang mereka berjualan di alun-alunnya," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang Fajar Purwoto di Semarang, Senin.
Namun, kata dia, PKL kuliner diberikan izin untuk berjualan di sekitar Alun-Alun MAS, yakni jalan di depan MAS (Masjid Kauman Semarang) hingga samping Hotel Metro Semarang khusus pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu.
Menurut dia, para PKL diperbolehkan berjualan selama tiga hari akhir pekan itu di sekitar kawasan Alun-Alun dengan jam buka operasional mulai 17.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB.
"Silakan Alun-Alun dipergunakan hanya untuk kursi, meja dan makan, PKLnya (berada) di jalan. Jadi, jalan di situ Sabtu-Minggu (akhir pekan) ditutup," katanya.
Ia mengatakan bahwa Disdag Kota Semarang mendukung jika kawasan Alun-Alun MAS berkembang menjadi ikon baru dengan aneka kulinernya, tetapi dengan tetap menjaga keberlangsungan fasilitas umum tersebut.
"Monggo yang mau datang kuliner, datang ke Alun-Alun MAS setiap Jumat, Sabtu dan Minggu. Ya, ini khusus akhir pekan. Apabila dirasa tambah ramai, bisa saja ditambah waktunya (hari)," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu membenarkan jika PKL memang tidak diperbolehkan berjualan di Alun-Alun MAS karena sedang dipersiapkan dipasang rumput sintetis.
"Di alun-alun itu kemarin sebenarnya akan membuat (bagian) yang atas bisa langsung proses pengadaan rumput sintetisnya, tapi bersamaan dengan audit BPK yang rekomendasinya pembelian tidak boleh lebih dari Rp1 miliar untuk swakelola," kata Ita, sapaan akrabnya.
Padahal, kata dia, pembelian rumput sintetis memang di kisaran harga tersebut sehingga nanti akan kembali berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencoba pengadaan kembali.
Ia menjelaskan pemasangan rumput sintetis dimaksudkan agar lebih bersih, tidak mudah rusak, dan perawatannya lebih mudah ketimbang rumput alami yang kemarin sempat ditanam dan gundul.
"Tapi habis itu enggak boleh digunakan untuk kegiatan pakai tenda, pakai apa gitu. Ya udah, kayak alun-alun aja dipakai untuk santai," katanya.
Masyarakat diperbolehkan beraktivitas di Alun-Alun MAS, kata dia, tetapi untuk aktivitas berjualan memang dilarang dan sudah difasilitasi di jalan sekitar kawasan tersebut.
Baca juga: DPRD Semarang: LPMK tak boleh sembarang tarik iuran PKL