Semarang (ANTARA) - Pertunjukan wayang orang bertajuk Wayang on the Street Road to Festival Kota Lama Semarang pada Jumat (11/8) malam berbeda dari umumnya, karena adanya perpaduan antara wayang orang Jawa dan wayang orang Cina dalam satu panggung serta diawali dengan parade busana wayang.

Kegiatan yang dilaksanakan di kawasan wisata cagar budaya Kota Lama Semarang, Jawa Tengah tersebut diikuti puluhan peserta dari berbagai unsur mulai dari seniman Wayang Orang Ngesti Pandhowo, Wayang Cengge, Mekar Tertai, Tirang Community, instansi pemerintahan, serta pemain dari unsur pimpinan perbankan yang ada di Kota Semarang.

Pagelaran wayang yang mengusung tema Mbangun Suralaya tersebut mendapat respon positif dari masyarakat Kota Semarang yang memadati halaman parkir Borsumy Heritage area Kota Lama Semarang, tempat pertunjukan.

Grace Widjaja, penggagas Wayang on the Street Semarang menjelaskan kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan menyambut Festival Kota Lama Semarang 2023 dan HUT RI ke-78 sekaligus untuk menumbuhkan kecintaan anak muda terhadap wayang.

"Pagelaran wayang ini merupakan pagelaran pertama kali dan mungkin hanya di Kota Semarang yang memiliki kelompok wayang orang Jawa dan Cina. Wayang on the Street sudah kami selenggarakan setahun lalu dan waktu itu mengajak kelompok pendidikan, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi untuk bermain, sedangkan tahun ini dari unsur badan musyawarah perbankan daerah (BMPD)," kata Grace.

Grace menjelaskan Wayang on the Street sendiri bisa digelar setiap Hari Jumat kedua setiap bulannya dan dilaksanakan di theater terbuka Outdetrap Kota Lama Semarang dan untuk menarik anak muda menyaksikan wayang, pertunjukan dikemas ringan dengan bahasa campuran Jawa, Cina, dan Indonesia.

"Harapannya anak-anak muda kita mengenal wayang dan mulai mencintainya. Itu semua berawal dari keluarganya yang mau mengajaknya menonton. Untuk mudah dipahami, pertunjukan wayang orang dikemas ringan dan bahasanya gado-gado Jawa, sebagian Cina, dan Indonesia," kata Grace.

Fahmi yang mengajak anak dan istrinya menonton wayang mengakui pertunjukan perpanduan wayang orang Jawa dan Cina malam itu menarik, tidak hanya dari alur permainan, pemain, tetapi juga panggung dan pencahayaannya yang apik.

Hal sama juga disampaikan Puan Fatma F (14) siswa sebuah SMP di Kota Semarang ini mengaku suka dengan pertunjukannya yang di luar ekspektasi awal saat berangkat.

"Bagus. Saya kira akan membosankan. Saya membawa laptop dari rumah, rencananya mau mengerjakan bahan tulisan untuk lomba. Ternyata menarik dan jadinya nonton wayang juga," kata Puan.

Tidak hanya penonton, para peserta parade busana wayang pun mengaku senang bisa terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Rina, salah satu pimpinan perbankan di Kota Semarang mengaku senang mengenakan pakaian sebagai Limbuk.

"Banyak yang meminta saya mengenakan pakaian sebagai Dewi Shinta, tetapi saya justru memilih sebagai Limbuk, yang merupakan anak perempuan Cangik dengan penampilan unik namun punya daya tarik yang tinggi, lucu, dan genit," kata Rina. 

Berpenampilan ala Limbuk, mengenakan kebaya motif warna hijau dengan dandanan mencolok warna merah di bagian kedua pipi juga di bibir yang digambar seperti bentuk cinta warna senada, Rina mengaku banyak orang yang justru tertarik untuk berfoto dengannya.

"Ibunya lucu, mau dong foto bareng," cerita ibu dua anak ini yang mengikuti parade sampai pertunjukan wayang orang selesai.

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024