Semarang (ANTARA) - Dinas Pendidikan Kota Semarang, Jawa Tengah merencanakan kebijakan bagi siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) untuk mengenakan pakaian adat Semarangan setiap Kamis pada minggu pertama setiap bulan.

"Kami baru akan membahas, kemarin sempat singgung untuk memakai seragam adat setiap Kamis minggu pertama," kata Plt Kepala Disdik Kota Semarang Bambang Pramusinto di Semarang, Selasa.

Rencana kebijakan itu merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 50/2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Bambang menjelaskan secara umum jajaran kepala sekolah sudah menyetujui rencana kebijakan tersebut dengan pakaian adat yang dipilih adalah khas Semarangan, dan akan dimatangkan lagi.

Menurut dia, pemakaian pakaian adat Semarangan sebenarnya sudah diawali dari jajaran aparatur sipil negara (ASN), termasuk guru sehingga diperluas kepada kalangan peserta didik.

"ASN kan sudah pakai (pakaian adat) Semarangan, nanti guru-guru, termasuk muridnya juga," katanya.

Meski demikian, ia memastikan bahwa secara prinsip kebijakan tersebut nantinya tidak akan memberatkan kalangan orang tua siswa yang tidak mampu, apalagi soal seragam sekolah sudah ada surat edaran dari dinas pendidikan.

Disdik Kota Semarang sebelumnya sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. B/12846/PK.03/VII/2023 tentang Pengadaan Seragam Sekolah, yang melarang kewajiban membeli seragam dari sekolah.

"Prinsipnya kebijakan jangan sampai memberatkan orang tua (siswa) yang tidak mampu, sampai harus beli pakaian Semarangan, dan sebagainya. Implementasinya seperti apa, kami akan bahas lagi," katanya.

Dalam minggu ini, kata dia, Disdik Kota Semarang beserta jajaran terkait, termasuk kepala sekolah akan membahas lagi rencana kebijakan tersebut yang ditujukan bagi sekolah negeri maupun swasta.

"Jadi, kami kan sudah buat SE yang namanya seragam tidak boleh dikoordinir-dikoordinir. Apalagi, kalau seragam OSIS. Kecuali, memang ada seragam khusus, seperti batik dan olahraga," katanya.

Untuk seragam khusus pun, kata dia, Disdik Kota Semarang sudah menegaskan bahwa sekolah tidak boleh memaksa orang tua siswa, apalagi meminta untuk melunasinya secara langsung.

"Jadi, kapan orang tua (siswa) punya duit, baru beli. Kalau perlu, bisa dicicil. Jangan sampai ada pewajiban yang membuat orang tua kebetulan tidak mampu kemudian merasa keberatan," katanya

Demikian pula untuk pakaian adat Semarangan, Bambang menegaskan bahwa sekolah juga tidak boleh memaksa orang tua siswa membelinya, apalagi dikoordinasi oleh sekolah.

"Misalnya orang tua (siswa) tidak mampu belum bisa beli (pakaian adat Semarangan), ya tidak apa-apa. Jangan ditegur. Kami inginnya luwes saja," pungkasnya.

Baca juga: Disdik Semarang: Tidak ada lagi istilah sekolah favorit

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024