Banyumas (ANTARA) - Sebanyak 27 pemanah berkuda dari sembilan provinsi mengikuti Grand Prix Series 2023 "1st Stage 'Spirit of Singadipa'" yang digelar di arena berkuda Pondok Pesantren Modern Zam-Zam Integrated Islamic School (ZIIS), Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Saat ditemui di lokasi kegiatan, Jumat, Panitia Grand Prix Series 2023 yang juga Wakil Pimpinan Ponpres Modern ZIIS Ryadh Arudhiskara mengatakan kejuaraan tersebut di bawah naungan Perkumpulan Pemanah Berkuda Indonesia (KPBI).
Menurut dia, Grand Prix Series 2023 terdiri atas empat stage, pertama di Banyumas, kedua di Riau, ketiga di Klaten, dan keempat atau final di Palembang.
"Jadi ini seri pertamanya, pembukaannya di Banyumas, di Pondok Pesantren Modern ZIIS," tegasnya.
Menurut dia, kategori yang diperlombakan terdiri atas Korean Track, Qabaq Track, dan Kassai Track.
Dari tiga kategori tersebut, kata dia, Qabaq Track merupakan kategori yang paling sulit karena pemanah berkuda harus memanah sasaran yang berada di atas.
"Dalam grand prix ini, Banyumas menerjunkan enam atlet yang terdiri atas empat atlet junior atau berusia di bawah 17 tahun dan dua atlet senior atau berusia di atas 17 tahun," katanya.
Menurut dia, enam atlet yang terdiri empat putra dan dua putri tersebut seluruhnya berasal dari Ponpes Modern ZIIS.
Lebih lanjut, Ryadh mengatakan sejauh ini jumlah atlet panahan berkuda di Indonesia sudah cukup banyak.
"Kita sudah sering menjuarai kejuaraan internasional. Atlet saya ada yang juara di Turki dan Polandia kemarin," jelasnya.
Menurut dia, kejuaraan internasional tersebut di bawah naungan World Horseback Archery Federation (WHAF) atau Federasi Panahan Berkuda Dunia.
Bahkan, kata dia, Grand Prix Series 2023 "1st Stage 'Spirit of Singadipa'" tersebut juga sebagai ajang seleksi atlet untuk berlaga di kejuaraan internasional yang rencananya akan digelar di Prancis pada bulan Agustus 2023.
Salah seorang atlet termuda yang mengikuti Grand Prix Series 2023, Isa Ahmad (11) mengaku tertarik terhadap panahan berkuda sejak sebelum duduk di bangku taman kanak-kanak karena melihat ayahnya, Adi Prasetyo (39) yang sering berlatih olahraga tersebut.
"Dari kecil, lihat bapak, lalu ikut. Bapak atlet juga," kata siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Al Fatah Lampung Selatan itu.
Menurut dia, Grand Prix Series 2023 merupakan kejuaraan pertama yang diikutinya sebagai ajang untuk uji coba.
"Kalau menang ya alhamdulillah, kalau kalah ya tidak apa-apa," ungkapnya.
Sementara ibunda Isa, Deti Noviasari (37) mengatakan anak keduanya itu tertarik menekuni olahraga panahan berkuda karena bapaknya aktif di komunitas pemanah berkuda.
Oleh karena sering ikut latihan, kata dia, Isa dan kakak perempuannya jadi tertarik terhadap olahraga tersebut.
"Awalnya khawatir, cuma percaya saja karena kalau Isa pernah beberapa kali jatuh, memang enggak kapok. Jadi ketika jatuh, mau lagi, mau lagi, begitu," jelasnya.
Menurut dia, kuda merupakan penghafal sehingga ketika penunggangnya jatuh dan takut, kuda tersebut tidak mau lagi ditunggangi oleh penunggang itu.
Dengan demikian, kata dia, ketika jatuh dari kuda akan terus mencoba menungganginya.
"Kebetulan kami juga memelihara kuda sebanyak empat ekor, karena kuda untuk olahraga panahan memang butuh pendidikan sendiri. Jadi harus ada proses dilatih untuk ke situ," katanya.
Saat ditemui di lokasi kegiatan, Jumat, Panitia Grand Prix Series 2023 yang juga Wakil Pimpinan Ponpres Modern ZIIS Ryadh Arudhiskara mengatakan kejuaraan tersebut di bawah naungan Perkumpulan Pemanah Berkuda Indonesia (KPBI).
Menurut dia, Grand Prix Series 2023 terdiri atas empat stage, pertama di Banyumas, kedua di Riau, ketiga di Klaten, dan keempat atau final di Palembang.
"Jadi ini seri pertamanya, pembukaannya di Banyumas, di Pondok Pesantren Modern ZIIS," tegasnya.
Menurut dia, kategori yang diperlombakan terdiri atas Korean Track, Qabaq Track, dan Kassai Track.
Dari tiga kategori tersebut, kata dia, Qabaq Track merupakan kategori yang paling sulit karena pemanah berkuda harus memanah sasaran yang berada di atas.
"Dalam grand prix ini, Banyumas menerjunkan enam atlet yang terdiri atas empat atlet junior atau berusia di bawah 17 tahun dan dua atlet senior atau berusia di atas 17 tahun," katanya.
Menurut dia, enam atlet yang terdiri empat putra dan dua putri tersebut seluruhnya berasal dari Ponpes Modern ZIIS.
Lebih lanjut, Ryadh mengatakan sejauh ini jumlah atlet panahan berkuda di Indonesia sudah cukup banyak.
"Kita sudah sering menjuarai kejuaraan internasional. Atlet saya ada yang juara di Turki dan Polandia kemarin," jelasnya.
Menurut dia, kejuaraan internasional tersebut di bawah naungan World Horseback Archery Federation (WHAF) atau Federasi Panahan Berkuda Dunia.
Bahkan, kata dia, Grand Prix Series 2023 "1st Stage 'Spirit of Singadipa'" tersebut juga sebagai ajang seleksi atlet untuk berlaga di kejuaraan internasional yang rencananya akan digelar di Prancis pada bulan Agustus 2023.
Salah seorang atlet termuda yang mengikuti Grand Prix Series 2023, Isa Ahmad (11) mengaku tertarik terhadap panahan berkuda sejak sebelum duduk di bangku taman kanak-kanak karena melihat ayahnya, Adi Prasetyo (39) yang sering berlatih olahraga tersebut.
"Dari kecil, lihat bapak, lalu ikut. Bapak atlet juga," kata siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Al Fatah Lampung Selatan itu.
Menurut dia, Grand Prix Series 2023 merupakan kejuaraan pertama yang diikutinya sebagai ajang untuk uji coba.
"Kalau menang ya alhamdulillah, kalau kalah ya tidak apa-apa," ungkapnya.
Sementara ibunda Isa, Deti Noviasari (37) mengatakan anak keduanya itu tertarik menekuni olahraga panahan berkuda karena bapaknya aktif di komunitas pemanah berkuda.
Oleh karena sering ikut latihan, kata dia, Isa dan kakak perempuannya jadi tertarik terhadap olahraga tersebut.
"Awalnya khawatir, cuma percaya saja karena kalau Isa pernah beberapa kali jatuh, memang enggak kapok. Jadi ketika jatuh, mau lagi, mau lagi, begitu," jelasnya.
Menurut dia, kuda merupakan penghafal sehingga ketika penunggangnya jatuh dan takut, kuda tersebut tidak mau lagi ditunggangi oleh penunggang itu.
Dengan demikian, kata dia, ketika jatuh dari kuda akan terus mencoba menungganginya.
"Kebetulan kami juga memelihara kuda sebanyak empat ekor, karena kuda untuk olahraga panahan memang butuh pendidikan sendiri. Jadi harus ada proses dilatih untuk ke situ," katanya.