Purwokerto (ANTARA) - Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan yang akrab disebut Sekolah Puhua (Puhua School) pada momentum peringatan hari jadinya yang ke-117 tahun bertekad untuk terus merawat keberagaman melalui seni dan budaya Banyumas.

"Hari ini, 30 April 2023, Sekolah Puhua genap berusia 117 tahun," kata Ketua Yayasan Putera Harapan Banyumas Yudi Sutanto di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu.

Menurut dia, sekolah yang memiliki sejarah panjang itu pertama kali berdiri di Sokaraja, Banyumas, pada tahun 1906.

Selanjutnya, kata dia, Sekolah Puhua lahir kembali di Purwokerto pada 30 April 2006 dengan mengusung pendidikan tiga bahasa sekaligus, yaitu bahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris.

"Mengapa disebut lahir kembali? Karena bersama 1.800 sekolah Tionghoa lainnya di seluruih Indonesia, Puhua pernah dinonaktifkan dan membawa seluruh siswanya harus belajar di rumah," jelasnya.

Dua puluh tahun kemudian, kata dia, Puhua dibangun kembali oleh para alumninya dengan membawa filosofi "You Jiao Wu Lei" yang berarti "Pendidikan Tanpa Perbedaan".

Lebih lanjut, Yudi mengatakan Puhua di mata banyak orang bukan sekadar institusi pendidikan berlabel sekolah belaka. 

Menurut dia, Puhua adalah sebuah teladan sekaligus rumah bagi semangat toleransi dan keberagaman tumbuh subur. 

Ibarat Indonesia mini, lanjut dia, Puhua melestarikan semangat sekaligus jiwa pemersatu kebhinekaan.

"Jika kita menarik ke belakang tali sejarah pendirian Sekolah Puhua, maka langkah tegap perintis Puhua di era awal yang bernama Tan Swie Sing menjadi napas Sekolah Puhua tetap hidup, bahkan berjaya hingga hari ini," tegasnya.

Ia mengatakan jiwa pendidik dan semangat mengajar "calistung" (membaca, menulis, dan berhitung) itulah yang menjadi cikal bakal Puhua dilanjutkan sang putra Tan Hay Siang. 

"Sekolah sederhana tahun 1906 di Sokaraja itulah yang hingga hari ini terus bertumbuh dari tiga ruang bersekat sederhana di rumahnya 117 tahun yang lalu, menjadi sebuah rumah harapan bagi semua orang dalam mensyukuri keberagaman sebagai sebuah keniscayaan di bumi Indonesia," katanya.

Terkait dengan perayaan 117 tahun Sekolah Puhua, dia mengatakan siswa-siswi Puhua School sepanjang bulan April melakukan aktivitas belajar berbagai budaya, mulai dari kentongan, jemparingan, dolanan koena (mainan kuno), hingga berkenalan dengan seni lengger dan gamelan. 

Bahkan, deretan permainan rakyat yang nyaris punah mulai dari tulupan atau pletokan, egrang batok kelapa, mobil kayu gledegan, congklak atau dakon, hingga gasing dan hulahup turut dimainkan dengan atraktif. 

"Siswa tak hanya belajar mempraktikkan langsung, juga diajak mengenal sejarah setiap budaya dan meresume ulang pengalaman mereka dalam bentuk cerita," katanya.

Yudi mengatakan Puhua terus didorong menumbuhsuburkan keberagaman seni budaya Banyumas di tengah lingkungan pendidikan modern berwawasan internasional berbasis student-centered melalui tiga kurikulum, yakni Nasional, Pearson, dan Hebei Tiongkok. 

Dalam hal ini, anak-anak Indonesia khususnya generasi muda di Banyumas dibekali kemampuan bahasa asing dan ilmu pengetahuan yang komprehensif melalui berbagai metode ajar kreatif di tengah kompetisi global yang akan mereka hadapi selepas lulus nanti.

Menurut dia, Puhua School bertumbuh dan beradaptasi mendorong kemajuan pendidikan modern di Jawa Tengah khususnya Purwokerto tempatnya berpijak tanpa meninggalkan karakter ketimuran yang lekat dan menjaga keberagaman warisan seni budaya tetap lestari. 

"Melalui pemahaman pada keberagaman seni dan budaya, Puhua menjadi harapan tempat bersemainya semangat toleransi antarsesama. Hal ini menjadi kiprah nyata kecintaan para pendiri Puhua pada Tanah Air Indonesia melalui bidang pendidikan yang sepenuh sungguh mewujud nyata setiap hari di sekolah," tegas Yudi.    

 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024