Semarang (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan tidak ada alasan putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan sistem pemilu yang saat ini sedang diuji menjadi instrumen untuk menunda Pemilihan Umum 2024.

"Penundaan pemilu dengan alasan butuh waktu adaptasi pemberlakuan sistem proporsional tertutup, saya berpandangan tidak ada alasan untuk itu," kata Titi Anggraini yang juga pengajar pemilu pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia ketika menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat.

Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini sedang melakukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap UUD NRI Tahun 1945, khusus terkait dengan sistem pemilu.

Dalam beberapa putusan pengujian UU Pemilu, menurut Titi, memang tidak serta-merta memberlakukan putusannya untuk pemilu yang sedang berjalan. Misalnya, Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 terkait pemilu serentak untuk memilih anggota legislatif dan presiden/wakil presiden, baru berlaku setelah Pemilu 2014.



Pegiat pemilu ini menegaskan bahwa MK tidak punya dasar konstitusional untuk memutus dengan langgam seperti itu. Apalagi, Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 menyebut pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.

"Mestinya MK konsisten dengan ketentuan konstitusi tersebut," kata Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perludem.

Ia menekankan bahwa semua pihak mestinya mendukung MK untuk menjaga kemandirian dan kemerdekaannya dalam memutus perkara ini serta tidak mengganggu konsolidasi dan stabilitas penyelenggaraan Pemilu 2024 yang sudah berjalan masuk pada fase krusial.



Di lain pihak, dosen FH UI itu memandang perlu mengevaluasi sistem pemilu pada Pemilihan Umum Anggota DPR dan pemilu anggota DPRD sehingga pelaksanaannya lebih baik dan bisa mengurai kerumitan yang ada.

Namun, lanjut Titik, itu sebaiknya dilakukan pasca-Pemilu 2024 oleh para legislator terpilih. Dengan demikian, RUU Pemilu bisa menjadi agenda pertama pembentuk undang-undang hasil Pemilu 2024.

"Jangan diputus oleh MK sebab sistem pemilu sejatinya merupakan hasil konsensus politik yang harus dirumuskan oleh pembentuk undang-undang secara demokratis dan partisipatoris," kata pengajar pemilu FK UI ini.

Baca juga: Wagub Jateng minta masyarakat aktif memastikan sudah dicoklit

Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024