Semarang (ANTARA) - Psikolog Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Dr. Y Bagus Wismanto mengingatkan bahwa komunikasi antara sekolah dan orang tua siswa menjadi kunci untuk mencegah penculikan anak.
"Komunikasi antara sekolah dan orang tua itu yang terbaik. Bagaimana sekolah menjelaskan kepada orang tua tentang hak dan kewajiban sekolah dan orang tua," katanya di Semarang, Rabu.
Hal tersebut disampaikan mantan Rektor Unika Soegijapranata itu menanggapi maraknya aksi penculikan anak yang belakangan marak di sejumlah daerah, termasuk di Kota Semarang.
Menurut dia, sekolah dan orang tua harus bersinergi untuk menghadapi kasus penculikan anak, sebab sekolah hanya bertanggung jawab selama anak tersebut masih berada di lingkungan sekolah.
Sekolah, kata dia, hanya berperan membantu untuk mendidik anak, namun tanggung jawab utama tetap pada orang tua sehingga tidak bisa begitu saja menyerahkan tanggung jawab kepada sekolah.
Ia menjelaskan anak pada dasarnya merupakan tanggung jawab orang tua, dan sebelum anak-anak menjadi manusia dewasa maka orang tua mempunyai peran penuh untuk mendampingi tumbuh kembangnya.
Selain orang tua, kata dia, orang dewasa di sekitar anak-anak tersebut, yakni keluarga memiliki peran juga dalam mendampingi dan mengawasi anak dalam proses bertumbuh kembang.
"Penculikan itu kan dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak motivasi (penculikan) tapi yang paling sering adalah motivasi ekonomi," katanya.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), terdapat 28 kasus penculikan anak di Indonesia sepanjang tahun 2022 atau melonjak dibandingkan 2021 sebanyak 15 kasus.
Bagus menambahkan bahwa kasus penculikan akan menimbulkan trauma yang mendalam bagi anak dan menyebabkan anak menjadi sulit untuk percaya kepada orang lain dan merasa tidak aman.
"Anak (korban penculikan) akan merasa tidak aman pada saat diculik. Untuk pemulihan korban, dilakukan dengan cara mengembalikan rasa aman tersebut oleh orang tua," tutur Bagus Wismanto.
Tentunya, anak memang menjadi korban, terutama pada saat berhadapan dengan orang lain akan dipengaruhi oleh masa lalunya. Dampak utama yang ditimbulkan dari kasus penculikan adalah relasi sosial anak di masa depan.
Karena itu, Bagus menegaskan bahwa orang tua harus mulai memperhatikan dan memberi masukan kepada anak korban penculikan, dan memastikan bahwa kejadian penculikan itu tidak akan terulang lagi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Komunikasi sekolah-orang tua kunci cegah penculikan anak
"Komunikasi antara sekolah dan orang tua itu yang terbaik. Bagaimana sekolah menjelaskan kepada orang tua tentang hak dan kewajiban sekolah dan orang tua," katanya di Semarang, Rabu.
Hal tersebut disampaikan mantan Rektor Unika Soegijapranata itu menanggapi maraknya aksi penculikan anak yang belakangan marak di sejumlah daerah, termasuk di Kota Semarang.
Menurut dia, sekolah dan orang tua harus bersinergi untuk menghadapi kasus penculikan anak, sebab sekolah hanya bertanggung jawab selama anak tersebut masih berada di lingkungan sekolah.
Sekolah, kata dia, hanya berperan membantu untuk mendidik anak, namun tanggung jawab utama tetap pada orang tua sehingga tidak bisa begitu saja menyerahkan tanggung jawab kepada sekolah.
Ia menjelaskan anak pada dasarnya merupakan tanggung jawab orang tua, dan sebelum anak-anak menjadi manusia dewasa maka orang tua mempunyai peran penuh untuk mendampingi tumbuh kembangnya.
Selain orang tua, kata dia, orang dewasa di sekitar anak-anak tersebut, yakni keluarga memiliki peran juga dalam mendampingi dan mengawasi anak dalam proses bertumbuh kembang.
"Penculikan itu kan dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak motivasi (penculikan) tapi yang paling sering adalah motivasi ekonomi," katanya.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), terdapat 28 kasus penculikan anak di Indonesia sepanjang tahun 2022 atau melonjak dibandingkan 2021 sebanyak 15 kasus.
Bagus menambahkan bahwa kasus penculikan akan menimbulkan trauma yang mendalam bagi anak dan menyebabkan anak menjadi sulit untuk percaya kepada orang lain dan merasa tidak aman.
"Anak (korban penculikan) akan merasa tidak aman pada saat diculik. Untuk pemulihan korban, dilakukan dengan cara mengembalikan rasa aman tersebut oleh orang tua," tutur Bagus Wismanto.
Tentunya, anak memang menjadi korban, terutama pada saat berhadapan dengan orang lain akan dipengaruhi oleh masa lalunya. Dampak utama yang ditimbulkan dari kasus penculikan adalah relasi sosial anak di masa depan.
Karena itu, Bagus menegaskan bahwa orang tua harus mulai memperhatikan dan memberi masukan kepada anak korban penculikan, dan memastikan bahwa kejadian penculikan itu tidak akan terulang lagi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Komunikasi sekolah-orang tua kunci cegah penculikan anak