Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Bank Jateng, dan Universitas Gadjah Mada berkolaborasi mempercepat penurunan tengkes (stunting) melalui pemberian beras fortifikasi kepada masyarakat sebagai bentuk intervensi spesifik.
Beras fortifikasi adalah beras yang telah dicampur dengan kernel mix dengan proporsi tertentu yang berisi kandungan berbagai vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan kecukupan gizi.
Direktur Teknologi Informasi (TI) Konsumer dan Jaringan Bank Jateng Dodit Wiweko Probojakti mengatakan pihaknya sebagai BUMD memiliki kemampuan untuk mendukung program-program dari Pemprov Jateng yakni dengan memberikan dana sebagai wujud nyata partisipasi dalam penyelesaian problem strategis di daerah.
“Penanganan prevalensi stunting merupakan program strategis dari pemerintah (pusat), sehingga harus didukung oleh seluruh pemerintah provinsi, dan tentu didukung oleh BUMD, termasuk Bank Jateng,” jelas Dodit, Selasa (31/1/2023).
Untuk menandai peluncuran pilot project penanganan tengkes dengan beras fortifikasi itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melakukan penyerahan beras fortifikasi kepada perwakilan ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis di Balai Desa Donorojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Selasa.
UGM, dalam hal ini, berkontribusi dengan pelaksanaan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik dan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) membangun desa dan magang. Mahasiswa berikut dosen pendamping lapangan akan melakukan pendampingan dan pengawasan selama lima bulan.
Melalui intervensi penanganan tengkes dengan konsumsi beras fortifikasi, diharapkan bisa menurunkan angka prevalensi tengkes secara nasional sebesar 14 persen pada 2024.
Penanggulangan tengkes mendesak dilakukan di Indonesia, karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan penurunan prevalensi tengkes pada balita sebesar 40 persen pada 2025 (Global Nutrition Targets, 2014).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 berupaya menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi dan memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil, dan menyusui, serta lanjut usia.
Laporan ADB 2021 menunjukkan prevalensi tengkes di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, yakni sebesar 31,8 persen. Bahkan, hasil ini lebih tinggi dibandingkan rerata prevalensi tengkes di Asia Tenggara sebesar 27,41 persen.
Percepatan penanganan tengkes telah menjadi kebijakan prioritas nasional dan daerah. Provinsi Jawa Tengah, misalnya, yang mencatat angka prevalensi tengkes pada anak balita sebesar 20,8 persen pada 2022—yang dapat diartikan bahwa satu dari lima balita dalam kondisi tengkes.
Di tingkat kabupaten/kota di Jateng sendiri ada lima wilayah yang memiliki prevalensi tengkes tertinggi, yaitu Kabupaten Brebes (29,1 persen), Kabupaten Temanggung (28,9 persen), Kabupaten Magelang (28,2 persen), Kabupaten Purbalingga (26,8 persen), dan Kabupaten Blora (25,8 persen).
Beras fortifikasi adalah beras yang telah dicampur dengan kernel mix dengan proporsi tertentu yang berisi kandungan berbagai vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan kecukupan gizi.
Direktur Teknologi Informasi (TI) Konsumer dan Jaringan Bank Jateng Dodit Wiweko Probojakti mengatakan pihaknya sebagai BUMD memiliki kemampuan untuk mendukung program-program dari Pemprov Jateng yakni dengan memberikan dana sebagai wujud nyata partisipasi dalam penyelesaian problem strategis di daerah.
“Penanganan prevalensi stunting merupakan program strategis dari pemerintah (pusat), sehingga harus didukung oleh seluruh pemerintah provinsi, dan tentu didukung oleh BUMD, termasuk Bank Jateng,” jelas Dodit, Selasa (31/1/2023).
Untuk menandai peluncuran pilot project penanganan tengkes dengan beras fortifikasi itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melakukan penyerahan beras fortifikasi kepada perwakilan ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis di Balai Desa Donorojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Selasa.
UGM, dalam hal ini, berkontribusi dengan pelaksanaan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik dan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) membangun desa dan magang. Mahasiswa berikut dosen pendamping lapangan akan melakukan pendampingan dan pengawasan selama lima bulan.
Melalui intervensi penanganan tengkes dengan konsumsi beras fortifikasi, diharapkan bisa menurunkan angka prevalensi tengkes secara nasional sebesar 14 persen pada 2024.
Penanggulangan tengkes mendesak dilakukan di Indonesia, karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan penurunan prevalensi tengkes pada balita sebesar 40 persen pada 2025 (Global Nutrition Targets, 2014).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 berupaya menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi dan memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil, dan menyusui, serta lanjut usia.
Laporan ADB 2021 menunjukkan prevalensi tengkes di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, yakni sebesar 31,8 persen. Bahkan, hasil ini lebih tinggi dibandingkan rerata prevalensi tengkes di Asia Tenggara sebesar 27,41 persen.
Percepatan penanganan tengkes telah menjadi kebijakan prioritas nasional dan daerah. Provinsi Jawa Tengah, misalnya, yang mencatat angka prevalensi tengkes pada anak balita sebesar 20,8 persen pada 2022—yang dapat diartikan bahwa satu dari lima balita dalam kondisi tengkes.
Di tingkat kabupaten/kota di Jateng sendiri ada lima wilayah yang memiliki prevalensi tengkes tertinggi, yaitu Kabupaten Brebes (29,1 persen), Kabupaten Temanggung (28,9 persen), Kabupaten Magelang (28,2 persen), Kabupaten Purbalingga (26,8 persen), dan Kabupaten Blora (25,8 persen).