Solo (ANTARA) - Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka meminta komitmen Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terkait kesepakatan damai antaranggota keluarga yang terjadi belum lama ini menyusul rencana pemerintah untuk revitalisasi bangunan cagar budaya tersebut.
"Kalau komitmen (dengan perdamaian) ya tak teruske (revitalisasi), kalau nggak ya aku neng Mangkunegaran wae," katanya di Solo, Senin.
Terkait perjanjian damai tersebut, ia menyadari sudah pernah terjadi beberapa tahun silam. Meski demikian, perpecahan kembali terjadi belum lama ini.
"Dulu pernah didamaikan, ada hitam di atas putih. Ini kembali lagi (damai setelah adanya konflik). Makanya ini tidak ada hitam di atas putih, artinya gentleman agreement," katanya.
Ia mengatakan saat ini tengah mencari pendanaan untuk revitalisasi Keraton Surakarta.
"Intinya kan itu bukan aset kami. Kalau sudah dibangun atau sebelum dibangun itu kan milik beliau-beliau (keluarga keraton)," ujarnya.
Ia juga berharap komunikasi yang terjalin antara Pemkot Surakarta dengan pihak keraton berjalan dengan baik dan efektif seperti halnya yang terjadi dengan Pura Mangkunegaran yang sama-sama merupakan peninggalan zaman kerajaan.
"Intinya kalau dengan Mangkunegaran kami enak komunikasi, mau memanfaatkan aset, memakai tempat untuk event, terus promosi bareng-bareng itu enak. Kami ingin skema yang seperti itu. (Kalau dengan keraton) komunikasi tidak sulit tapi harus melibatkan banyak orang," tuturnya.
Disinggung mengenai pembentukan tim kecil untuk revitalisasi keraton, dikatakannya, akan melibatkan sejumlah pihak.
"Tim kecil juga akan melibatkan sejarawan, di dalam kayak Gusti Dipo kan sudah masuk tim cagar budaya. Yang kami ajak makan siang (minggu lalu) itu sudah termasuk tim kecil. Eksternal saya carikan mungkin dari akademisi," katanya.
Sedangkan mengenai masterplan, dikatakannya, sudah ada masterplan yang disusun dari UGM.
"Kemarin saya sudah diskusi dengan Gusti Moeng (adik PB XIII), sudah ada masterplan dari UGM, tapi belum saya pelajari secara detail. Intinya kalau masterplan semua harus setuju, jadi kayak di Mangkunegaran, kami tinggal eksekusi," jelasnya.
"Kalau komitmen (dengan perdamaian) ya tak teruske (revitalisasi), kalau nggak ya aku neng Mangkunegaran wae," katanya di Solo, Senin.
Terkait perjanjian damai tersebut, ia menyadari sudah pernah terjadi beberapa tahun silam. Meski demikian, perpecahan kembali terjadi belum lama ini.
"Dulu pernah didamaikan, ada hitam di atas putih. Ini kembali lagi (damai setelah adanya konflik). Makanya ini tidak ada hitam di atas putih, artinya gentleman agreement," katanya.
Ia mengatakan saat ini tengah mencari pendanaan untuk revitalisasi Keraton Surakarta.
"Intinya kan itu bukan aset kami. Kalau sudah dibangun atau sebelum dibangun itu kan milik beliau-beliau (keluarga keraton)," ujarnya.
Ia juga berharap komunikasi yang terjalin antara Pemkot Surakarta dengan pihak keraton berjalan dengan baik dan efektif seperti halnya yang terjadi dengan Pura Mangkunegaran yang sama-sama merupakan peninggalan zaman kerajaan.
"Intinya kalau dengan Mangkunegaran kami enak komunikasi, mau memanfaatkan aset, memakai tempat untuk event, terus promosi bareng-bareng itu enak. Kami ingin skema yang seperti itu. (Kalau dengan keraton) komunikasi tidak sulit tapi harus melibatkan banyak orang," tuturnya.
Disinggung mengenai pembentukan tim kecil untuk revitalisasi keraton, dikatakannya, akan melibatkan sejumlah pihak.
"Tim kecil juga akan melibatkan sejarawan, di dalam kayak Gusti Dipo kan sudah masuk tim cagar budaya. Yang kami ajak makan siang (minggu lalu) itu sudah termasuk tim kecil. Eksternal saya carikan mungkin dari akademisi," katanya.
Sedangkan mengenai masterplan, dikatakannya, sudah ada masterplan yang disusun dari UGM.
"Kemarin saya sudah diskusi dengan Gusti Moeng (adik PB XIII), sudah ada masterplan dari UGM, tapi belum saya pelajari secara detail. Intinya kalau masterplan semua harus setuju, jadi kayak di Mangkunegaran, kami tinggal eksekusi," jelasnya.