Solo (ANTARA) - Tim Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) D3 Agribisnis Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret (SV UNS) Surakarta meluncurkan produk multigrain Rojolele di Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Ketua Tim MBKM Mochammad Rayhan Arieza Naufaldi di Solo, Jawa Tengah, Senin, mengatakan produk inovasi tersebut mencampurkan beras putih Rojolele dengan biji-bijian lainnya, seperti beras merah, beras hitam, kacang hijau, dan beras jagung.
"Oleh karena itu beras ini kaya dengan nutrisi, seperti serat, protein, dan mineral. Padi Rojolele merupakan padi yang menjadi ikon dan telah melegenda di Kabupaten Klaten," katanya.
Ia mengatakan beras tersebut ketika dimasak menghasilkan nasi yang pulen, wangi, dan berwarna seperti susu.
"Produk multigrain memiliki banyak manfaat bagi kesehatan antara lain dapat memperlancar pencernaan, menjaga kadar gula darah, mengandung banyak nutrisi, dan tinggi protein serta mineral," katanya.
Ia mengatakan produk tersebut juga cocok untuk orang yang sedang melakukan program diet, sekaligus menghindari konsumsi gula.
Sementara itu kegiatan tersebut berkolaborasi dengan Sanggar Rojolele yang merupakan ruang kreatif pemuda Delanggu, Klaten, pada bidang sosial budaya kerakyatan dan pertanian berbasis kearifan lokal daerah.
Pendiri Sanggar Rojolele Eksan Hartanto mengatakan Sanggar Rojolele telah berkembang menjadi ruang belajar, diskusi, dan pergerakan masyarakat Desa Delanggu dalam bidang pertanian. Ia juga mengapresiasi langkah Tim MBKM UNS dalam menghasilkan produk-produk inovasi dari Beras Rojolele.
"Dengan adanya ahli dari UNS, tentunya akan mendukung kami dalam mengembangkan produk inovasi dan mengenalkan beras Rojolele ke masyarakat luas," katanya.
Apalagi ia menilai hilirisasi produk Beras Rojolele masih kurang menyeluruh di wilayah Klaten dan sekitarnya.
"Selain itu penyerapan dari hasil pemanenan yang dilakukan kurang terserap dengan maksimal sehingga langkah UNS ini sangat baik," katanya.
Dosen pembimbing Dyah Ayu Suryaningrum mengatakan program tersebut sebagai upaya untuk re-branding beras Rojolele, sekaligus membumikan kembali varietas tersebut di tengah masyarakat Indonesia, khususnya wilayah Jawa Tengah.
Ketua Tim MBKM Mochammad Rayhan Arieza Naufaldi di Solo, Jawa Tengah, Senin, mengatakan produk inovasi tersebut mencampurkan beras putih Rojolele dengan biji-bijian lainnya, seperti beras merah, beras hitam, kacang hijau, dan beras jagung.
"Oleh karena itu beras ini kaya dengan nutrisi, seperti serat, protein, dan mineral. Padi Rojolele merupakan padi yang menjadi ikon dan telah melegenda di Kabupaten Klaten," katanya.
Ia mengatakan beras tersebut ketika dimasak menghasilkan nasi yang pulen, wangi, dan berwarna seperti susu.
"Produk multigrain memiliki banyak manfaat bagi kesehatan antara lain dapat memperlancar pencernaan, menjaga kadar gula darah, mengandung banyak nutrisi, dan tinggi protein serta mineral," katanya.
Ia mengatakan produk tersebut juga cocok untuk orang yang sedang melakukan program diet, sekaligus menghindari konsumsi gula.
Sementara itu kegiatan tersebut berkolaborasi dengan Sanggar Rojolele yang merupakan ruang kreatif pemuda Delanggu, Klaten, pada bidang sosial budaya kerakyatan dan pertanian berbasis kearifan lokal daerah.
Pendiri Sanggar Rojolele Eksan Hartanto mengatakan Sanggar Rojolele telah berkembang menjadi ruang belajar, diskusi, dan pergerakan masyarakat Desa Delanggu dalam bidang pertanian. Ia juga mengapresiasi langkah Tim MBKM UNS dalam menghasilkan produk-produk inovasi dari Beras Rojolele.
"Dengan adanya ahli dari UNS, tentunya akan mendukung kami dalam mengembangkan produk inovasi dan mengenalkan beras Rojolele ke masyarakat luas," katanya.
Apalagi ia menilai hilirisasi produk Beras Rojolele masih kurang menyeluruh di wilayah Klaten dan sekitarnya.
"Selain itu penyerapan dari hasil pemanenan yang dilakukan kurang terserap dengan maksimal sehingga langkah UNS ini sangat baik," katanya.
Dosen pembimbing Dyah Ayu Suryaningrum mengatakan program tersebut sebagai upaya untuk re-branding beras Rojolele, sekaligus membumikan kembali varietas tersebut di tengah masyarakat Indonesia, khususnya wilayah Jawa Tengah.