Batang (ANTARA) - Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah Kabupaten Batang, Jawa Tengah, mencatat selama 2002 hingga 2022, piutang pajak bumi dan bangunan masyarakat mencapai Rp33,1 miliar.
"Angka akumulasi tunggakan mencapai Rp35,2 miliar dan baru terbayar Rp2,1 miliar," kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah Kabupaten Batang Sri Purwaningsih di Batang, Sabtu.
Menurut dia, tunggakan sebesar itu, terkendala beberapa faktor yang menjadi penyebabnya sehingga menjadi piutang.
Beberapa faktor tersebut, kata dia, tercatat data ganda artinya tidak ada tanah tetapi ada surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) dan uang pajak bumi bangunan yang tidak disetorkan oleh perangkat desa, serta subjek pajak meninggal dunia dan tidak ada ahli waris.
"Beberapa faktor itulah yang membuat tunggakan pajak bumi dan bangunan di daerah ini cukup besar," kata Sri Purwaningsih.
Terkait hal tersebut, Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah sudah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Saat ini, kami masih menyusun langkah untuk menyelesaikan tunggakan pajak bumi dan bangunan masyarakat," katanya.
Kepala Bidang Penagihan, Evaluasi, dan Pelaporan Pendapatan Asli Daerah Anisah mengatakan terkait upaya terdekat mengurangi tunggakan PBB, pihaknya akan melakukan penghapusan pembukuan mulai 2002 hingga 2022.
"Saat ini, kami sedang melakukan konfirmasi data pembayaran PBB dari kecamatan dan desa. Hasil rekap itu nanti kami ajukan apakah bisa penghapusan mutlak atau tidak, jika tidak bisa maka penghapusan hanya laporan keuangan tetapi tidak menghapus hak menagih," katanya.
"Angka akumulasi tunggakan mencapai Rp35,2 miliar dan baru terbayar Rp2,1 miliar," kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah Kabupaten Batang Sri Purwaningsih di Batang, Sabtu.
Menurut dia, tunggakan sebesar itu, terkendala beberapa faktor yang menjadi penyebabnya sehingga menjadi piutang.
Beberapa faktor tersebut, kata dia, tercatat data ganda artinya tidak ada tanah tetapi ada surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) dan uang pajak bumi bangunan yang tidak disetorkan oleh perangkat desa, serta subjek pajak meninggal dunia dan tidak ada ahli waris.
"Beberapa faktor itulah yang membuat tunggakan pajak bumi dan bangunan di daerah ini cukup besar," kata Sri Purwaningsih.
Terkait hal tersebut, Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah sudah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Saat ini, kami masih menyusun langkah untuk menyelesaikan tunggakan pajak bumi dan bangunan masyarakat," katanya.
Kepala Bidang Penagihan, Evaluasi, dan Pelaporan Pendapatan Asli Daerah Anisah mengatakan terkait upaya terdekat mengurangi tunggakan PBB, pihaknya akan melakukan penghapusan pembukuan mulai 2002 hingga 2022.
"Saat ini, kami sedang melakukan konfirmasi data pembayaran PBB dari kecamatan dan desa. Hasil rekap itu nanti kami ajukan apakah bisa penghapusan mutlak atau tidak, jika tidak bisa maka penghapusan hanya laporan keuangan tetapi tidak menghapus hak menagih," katanya.