Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis penyakit dalam dr Hemi Sinorita, Sp.PD, KEMD, FINASIM mengingatkan bahwa gaya hidup kurang gerak atau sedentary lifestyle, terutama yang kerap terjadi pada kelompok dewasa muda karena dapat menimbulkan risiko terkena penyakit diabetes.
“Bisa sekali meningkatkan risiko diabetes karena sedentary lifestyle. Jadi kalau sedentary lifestyle itu, jika kita lihat itu kan orangnya tidur, makan, tidur, makan,” kata dokter dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta itu dalam acara bincang virtual Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang diikuti di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan gaya hidup kurang gerak dapat berujung pada kondisi kegemukan atau obesitas yang kemudian berkembang menjadi penyakit diabetes. Ketika seseorang sudah kegemukan, maka kerja hormon dan enzim yang terkandung di dalam tubuh dapat terganggu.
Hemi mengingatkan bahwa penyakit diabetes dapat dialami oleh siapapun, tidak hanya kelompok dewasa dan lanjut usia, tetapi juga kelompok usia muda. Menurut pengamatannya, saat ini terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes pada usia muda.
“Penyebabnya itu, ya, sebagian besar kalau yang usia muda ini, di luar yang karena faktor genetik, itu karena pola hidup yang berubah sekarang ini,” katanya.
Ia merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat bahwa sebanyak 0,1 persen penderita diabetes berasal dari kelompok usia 15-24 tahun. Walau angka tersebut rendah, Hemi mengingatkan bahwa data tersebut hanya menunjukkan kasus diabetes yang dilaporkan ke fasilitas kesehatan (faskes). Sisanya, masih banyak penderita yang tidak melapor ke faskes.
“Laporan Riskesdas itu juga ada menyebutkan bahwa masyarakat kita itu jarang memeriksakan ke fasilitas kesehatan, entah itu Puskesmas apalagi sampai rumah sakit, untuk menilai apakah ‘Saya sehat atau tidak’,” katanya.
Ia memandang penyakit diabetes melitus tipe dua yang dipicu oleh gaya hidup tidak sehat banyak dialami oleh usia muda dibanding diabetes tipe satu yang dipicu dari faktor keturunan atau genetik.
Baca juga: Olahraga rutin bantu turunkan risiko diabetes
Baca juga: Waspadai gejala awal diabetes pada anak
“Diabetes melitus tipe satu karena faktor di dalam tubuh tetapi ini jumlahnya sedikit (pada usia muda). Yang banyak itu yang diabetes tipe dua yang karena basic-nya sebagian besar problem gaya hidupnya,” kata dia.
Ia mengingatkan bahaya penyakit diabetes yang berisiko terjadinya komplikasi pada penderita di kemudian hari. Yang paling mengkhawatirkan, kadar gula darah yang tinggi berisiko menimbulkan kekakuan pembuluh darah sampai penyumbatan.
“Kalau sakit diabetes itu kan gulanya beredar dari ujung rambut sampai ujung kaki, ya, semuanya kena imbasnya gula darah. Gula darah yang tinggi itu merusak. Contohnya mata yang kabur itu bisa menimbulkan katarak sampai glaukoma,” kata dia.
Dalam rangka Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap 14 November ini, ia juga mengingatkan pentingnya untuk menerapkan gaya hidup “Cerdik”, sebuah slogan yang dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan. “Cerdik” sendiri merupakan singkatan dari cek kesehatan berkala, enyahkan rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat yang cukup, dan kelola stres.
Ia mengatakan cek kesehatan berkala dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa. Di samping itu, dia juga mengingatkan bahwa rokok dapat mengganggu kerja insulin di dalam tubuh.
Aktivitas fisik, selain bermanfaat untuk menurunkan berat badan, juga dapat membantu enzim agar bekerja secara maksimal. Kemudian yang tak kalah penting, Hemi mengingatkan pentingnya orang muda untuk menerapkan diet seimbang.
“Kemudian istirahat yang cukup. Kalau kita tidak tidur dan begadang, meskipun tidak stres, itu nanti ada hormon yang bikin lapar. Sambil begadang, sambil makan akhirnya gemuk. Kemudian kelola stres. Ada hormon stres yang mengganggu kerja insulin sehingga tidak maksimal menurunkan kadar glukosa darah, sensitivitas jadi terganggu istilahnya insulin resisten,” demikian Hemi Sinorita.
Baca juga: Dokter imbau penderita diabetes rutin cek kesehatan mata
“Bisa sekali meningkatkan risiko diabetes karena sedentary lifestyle. Jadi kalau sedentary lifestyle itu, jika kita lihat itu kan orangnya tidur, makan, tidur, makan,” kata dokter dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta itu dalam acara bincang virtual Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang diikuti di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan gaya hidup kurang gerak dapat berujung pada kondisi kegemukan atau obesitas yang kemudian berkembang menjadi penyakit diabetes. Ketika seseorang sudah kegemukan, maka kerja hormon dan enzim yang terkandung di dalam tubuh dapat terganggu.
Hemi mengingatkan bahwa penyakit diabetes dapat dialami oleh siapapun, tidak hanya kelompok dewasa dan lanjut usia, tetapi juga kelompok usia muda. Menurut pengamatannya, saat ini terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes pada usia muda.
“Penyebabnya itu, ya, sebagian besar kalau yang usia muda ini, di luar yang karena faktor genetik, itu karena pola hidup yang berubah sekarang ini,” katanya.
Ia merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat bahwa sebanyak 0,1 persen penderita diabetes berasal dari kelompok usia 15-24 tahun. Walau angka tersebut rendah, Hemi mengingatkan bahwa data tersebut hanya menunjukkan kasus diabetes yang dilaporkan ke fasilitas kesehatan (faskes). Sisanya, masih banyak penderita yang tidak melapor ke faskes.
“Laporan Riskesdas itu juga ada menyebutkan bahwa masyarakat kita itu jarang memeriksakan ke fasilitas kesehatan, entah itu Puskesmas apalagi sampai rumah sakit, untuk menilai apakah ‘Saya sehat atau tidak’,” katanya.
Ia memandang penyakit diabetes melitus tipe dua yang dipicu oleh gaya hidup tidak sehat banyak dialami oleh usia muda dibanding diabetes tipe satu yang dipicu dari faktor keturunan atau genetik.
Baca juga: Olahraga rutin bantu turunkan risiko diabetes
Baca juga: Waspadai gejala awal diabetes pada anak
“Diabetes melitus tipe satu karena faktor di dalam tubuh tetapi ini jumlahnya sedikit (pada usia muda). Yang banyak itu yang diabetes tipe dua yang karena basic-nya sebagian besar problem gaya hidupnya,” kata dia.
Ia mengingatkan bahaya penyakit diabetes yang berisiko terjadinya komplikasi pada penderita di kemudian hari. Yang paling mengkhawatirkan, kadar gula darah yang tinggi berisiko menimbulkan kekakuan pembuluh darah sampai penyumbatan.
“Kalau sakit diabetes itu kan gulanya beredar dari ujung rambut sampai ujung kaki, ya, semuanya kena imbasnya gula darah. Gula darah yang tinggi itu merusak. Contohnya mata yang kabur itu bisa menimbulkan katarak sampai glaukoma,” kata dia.
Dalam rangka Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap 14 November ini, ia juga mengingatkan pentingnya untuk menerapkan gaya hidup “Cerdik”, sebuah slogan yang dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan. “Cerdik” sendiri merupakan singkatan dari cek kesehatan berkala, enyahkan rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat yang cukup, dan kelola stres.
Ia mengatakan cek kesehatan berkala dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa. Di samping itu, dia juga mengingatkan bahwa rokok dapat mengganggu kerja insulin di dalam tubuh.
Aktivitas fisik, selain bermanfaat untuk menurunkan berat badan, juga dapat membantu enzim agar bekerja secara maksimal. Kemudian yang tak kalah penting, Hemi mengingatkan pentingnya orang muda untuk menerapkan diet seimbang.
“Kemudian istirahat yang cukup. Kalau kita tidak tidur dan begadang, meskipun tidak stres, itu nanti ada hormon yang bikin lapar. Sambil begadang, sambil makan akhirnya gemuk. Kemudian kelola stres. Ada hormon stres yang mengganggu kerja insulin sehingga tidak maksimal menurunkan kadar glukosa darah, sensitivitas jadi terganggu istilahnya insulin resisten,” demikian Hemi Sinorita.
Baca juga: Dokter imbau penderita diabetes rutin cek kesehatan mata