Semarang (ANTARA) -
"Melalui Permentan 10/2022 diharapkan tata kelola pupuk bersubsidi dapat lebih baik, sekaligus untuk menstabilitaskan harga dan distribusi pupuk subsidi yang lebih baik agar tidak terjadi penyelewengan," kata Kepala Prodi Agribisnis Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Siwi Gayatri melalui keterangan pers yang diterima di Semarang, Jawa Tengah, Minggu.
Selain itu, mekanisme pengusulan alokasi pupuk bersubsidi dilakukan dengan menggunakan data spasial dan data luas lahan dalam sistem informasi manajemen berbasis digital dan teknologi yang dinilai cukup baik agar lebih tepat sasaran.
"Saya melihatnya oke-oke saja ya karena kita kan juga tidak bisa terlepas dari digitalisasi, jadi justru malah dengan data seperti itu juga lebih akurat," ujarnya.
Kendati demikian, dirinya menyoroti permasalahan di lapangan terkait dengan penyuluh yang dibebani administrasi sehingga tidak fokus pada transfer pengetahuan ke petani karena setiap waktu selalu dibutuhkan perubahan data terus pengiriman data terbaru.
Apalagi, lanjut dia, pada sistem informasi digital tersebut yang harus lebih tepat terkait luas lahan bagi petani untuk menentukan alokasi pupuk subsidi.
"Hal itu dinilai penting dan harus sesuai agar kebutuhan pupuk petani bisa tercukupi dan tidak ada penyelewengan. Itu diperlukan ya terutama dengan alokasi pupuk yang berdasarkan luas lahan sehingga semua bisa tercukupi, petani-petani yang berhak itu kan bisa mendapatkan juga," katanya.
Siwi juga tidak menafikan jika masih ada kelemahan-kelemahan sistem tersebut di lapangan karena masih kurangnya sumber daya manusia yang ideal.
"Ya faktanya kan karena kurangnya sumber daya di lapangan dalam update data karena yang update data siapa, ya penyuluh, di sisi lain penyuluh juga punya tugas khusus, tugas utama mereka kemudian ditambah dengan tugas-tugas yang lain tidak termasuk salah satunya administrasi, jadi ya kadang mereka dalam memasukkan data juga ya tepat sih, cuma karena kurangnya sumber daya sehingga kadang sering salah juga," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan ada beberapa alasan diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 yakni untuk menjaga ketersediaan, keterjangkauan pupuk dan optimalisasi penyaluran pupuk bersubsidi terutama untuk petani.
"Tugas pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan tentu hanya bisa dilakukan jika mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat. Pemerintah akan terus berupaya melakukan berbagai langkah agar produksi, produktivitas dan kinerja pertanian kita meningkat," kata Mentan.
Upaya pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 yang mengatur mengenai tata cara alokasi dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk subsidi, dinilai positif untuk menstabilkan harga dan distribusi pupuk subsidi.
"Melalui Permentan 10/2022 diharapkan tata kelola pupuk bersubsidi dapat lebih baik, sekaligus untuk menstabilitaskan harga dan distribusi pupuk subsidi yang lebih baik agar tidak terjadi penyelewengan," kata Kepala Prodi Agribisnis Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Siwi Gayatri melalui keterangan pers yang diterima di Semarang, Jawa Tengah, Minggu.
Selain itu, mekanisme pengusulan alokasi pupuk bersubsidi dilakukan dengan menggunakan data spasial dan data luas lahan dalam sistem informasi manajemen berbasis digital dan teknologi yang dinilai cukup baik agar lebih tepat sasaran.
"Saya melihatnya oke-oke saja ya karena kita kan juga tidak bisa terlepas dari digitalisasi, jadi justru malah dengan data seperti itu juga lebih akurat," ujarnya.
Kendati demikian, dirinya menyoroti permasalahan di lapangan terkait dengan penyuluh yang dibebani administrasi sehingga tidak fokus pada transfer pengetahuan ke petani karena setiap waktu selalu dibutuhkan perubahan data terus pengiriman data terbaru.
Apalagi, lanjut dia, pada sistem informasi digital tersebut yang harus lebih tepat terkait luas lahan bagi petani untuk menentukan alokasi pupuk subsidi.
"Hal itu dinilai penting dan harus sesuai agar kebutuhan pupuk petani bisa tercukupi dan tidak ada penyelewengan. Itu diperlukan ya terutama dengan alokasi pupuk yang berdasarkan luas lahan sehingga semua bisa tercukupi, petani-petani yang berhak itu kan bisa mendapatkan juga," katanya.
Siwi juga tidak menafikan jika masih ada kelemahan-kelemahan sistem tersebut di lapangan karena masih kurangnya sumber daya manusia yang ideal.
"Ya faktanya kan karena kurangnya sumber daya di lapangan dalam update data karena yang update data siapa, ya penyuluh, di sisi lain penyuluh juga punya tugas khusus, tugas utama mereka kemudian ditambah dengan tugas-tugas yang lain tidak termasuk salah satunya administrasi, jadi ya kadang mereka dalam memasukkan data juga ya tepat sih, cuma karena kurangnya sumber daya sehingga kadang sering salah juga," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan ada beberapa alasan diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 yakni untuk menjaga ketersediaan, keterjangkauan pupuk dan optimalisasi penyaluran pupuk bersubsidi terutama untuk petani.
"Tugas pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan tentu hanya bisa dilakukan jika mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat. Pemerintah akan terus berupaya melakukan berbagai langkah agar produksi, produktivitas dan kinerja pertanian kita meningkat," kata Mentan.