Banjarnegara (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, mendorong pengembangan budi daya singkong agar tidak terpaku pada salah satu makanan pokok dan dapat dijadikan sebagai mocaf (modified cassava flour) untuk mengurangi ketergantungan pada gandum atau tepung terigu.
"Kami berusaha untuk ke depan jangan sampai kita terpaku pada salah satu makanan pokok. Kita harus berdayakan semua petani untuk mengoptimalkan potensi yang ada di Kabupaten Banjarnegara, salah satunya adalah mocaf," kata Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banjarnegara Totok Setya Winarna di Banjarnegara, Senin.
Menurut dia, singkong tidak hanya menghasilkan tepung tapioka atau aci karena tanaman umbi-umbian tersebut bisa diolah menjadi mocaf yang memiliki gizi yang tinggi dan menyehatkan serta dapat dijadikan sebagai bahan pengganti atau substitusi gandum.
Terkait dengan hal itu, pihaknya pada hari Senin (6/6) telah menggelar rapat dengan para pengolah singkong dan "offtaker" yang ada di Banjarnegara serta dihadiri Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Supriyanto guna membahas produk turunan dari mocaf seperti tiwul, gatot, "egg roll", dan sebagainya.
"Ke depan masyarakat diharapkan makin cerdas mengonsumsi makanan yang sehat," katanya.
Totok mengakui potensi singkong di Kabupaten Banjarnegara sekitar lima tahun lalu cukup besar karena mencapai kisaran 12.000 hektare, namun saat sekarang tinggal tersisa sekitar 3.600 hektare.
Seiring dengan berjalannya waktu, kata dia, di Banjarnegara saat sekarang banyak anak-anak muda dan petani milenial yang membuat mocaf, sehingga kebutuhan bahan baku berupa singkong meningkat.
"Tahun kemarin, kami kekurangan bahan baku sehingga harus ambil dari Sukabumi, Purbalingga, dan Yogyakarta. Padahal potensi kita luar biasa," katanya.
Terkait dengan hal itu, pihaknya pada tahun 2022 mengajak para "offtaker", kelompok wanita tani, dan kelompok tani untuk maju bersama-sama demi terwujudnya "food estate" singkong di Banjarnegara.
Ia mengaku tidak punya target muluk-muluk dalam mewujudkan "food estate" singkong di Banjarnegara karena tujuan utamanya adalah untuk ketersediaan pangan.
Dengan demikian, dari potensi singkong yang ada sekarang sekitar 3.600 hektare itu bisa optimal dan ada nilai tambahnya.
Setelah ada nilai tambah, kata dia, harapan ke depan ketergantungan terhadap tepung terigu atau gandum dapat tersubstitusikan oleh mocaf dan saat sekarang sudah banyak produk-produk olahan tempe yang menggunakan tepung singkong itu.
"Bahkan kemarin ada yang sudah ekspor mocaf ke Oman sebanyak 5 ton. Sekarang sedang kami daftarkan untuk verifikasi kebun dan sertifikasi, apabila sudah turun akan ekspor ke Belanda," katanya.
Totok mengatakan saat sekarang pihaknya fokus untuk menggarap pasar karena kalau masalah budi daya itu mudah dilakukan.
"Yang penting pasar itu, kontinuitas produk tetap terjamin. Ya syukur sih, 'nuwun sewu' (mohon maaf, red.) kalau saya sederhana saja, nanti akan berhitung kebutuhan terigu di Banjarnegara berapa sih, harapan kami itu (mocaf, red.) bisa mengganti terigu yang ada di Banjarnegara," katanya menjelaskan.
Menurut dia, ekspor itu bagus namun tetap harus memikirkan kebutuhan lokal karena jika tidak dipikirkan akan repot sendiri.
Terkait dengan harga singkong di Banjarnegara, dia mengatakan berdasarkan informasi yang diperoleh dari para "offtaker" saat sekarang sudah mencapai di atas Rp1.000 per kilogram.
"Ada yang Rp1.200/kg, ada yang Rp1.800/kg. Dengan adanya pertemuan tadi, itu nanti bisa terkoordinasi, terkoneksi, jangan ada yang beli cuma Rp800/kg, minimal Rp1.000/kg, syukur Rp1.200/kg karena BEP (Break Even Point) singkong itu kurang lebih Rp650/kg," katanya.
Dengan demikian jika dibeli dengan harga Rp1.200/kg, kata dia, kesejahteraan petani singkong dapat meningkat.
"Kami berusaha untuk ke depan jangan sampai kita terpaku pada salah satu makanan pokok. Kita harus berdayakan semua petani untuk mengoptimalkan potensi yang ada di Kabupaten Banjarnegara, salah satunya adalah mocaf," kata Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banjarnegara Totok Setya Winarna di Banjarnegara, Senin.
Menurut dia, singkong tidak hanya menghasilkan tepung tapioka atau aci karena tanaman umbi-umbian tersebut bisa diolah menjadi mocaf yang memiliki gizi yang tinggi dan menyehatkan serta dapat dijadikan sebagai bahan pengganti atau substitusi gandum.
Terkait dengan hal itu, pihaknya pada hari Senin (6/6) telah menggelar rapat dengan para pengolah singkong dan "offtaker" yang ada di Banjarnegara serta dihadiri Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Supriyanto guna membahas produk turunan dari mocaf seperti tiwul, gatot, "egg roll", dan sebagainya.
"Ke depan masyarakat diharapkan makin cerdas mengonsumsi makanan yang sehat," katanya.
Totok mengakui potensi singkong di Kabupaten Banjarnegara sekitar lima tahun lalu cukup besar karena mencapai kisaran 12.000 hektare, namun saat sekarang tinggal tersisa sekitar 3.600 hektare.
Seiring dengan berjalannya waktu, kata dia, di Banjarnegara saat sekarang banyak anak-anak muda dan petani milenial yang membuat mocaf, sehingga kebutuhan bahan baku berupa singkong meningkat.
"Tahun kemarin, kami kekurangan bahan baku sehingga harus ambil dari Sukabumi, Purbalingga, dan Yogyakarta. Padahal potensi kita luar biasa," katanya.
Terkait dengan hal itu, pihaknya pada tahun 2022 mengajak para "offtaker", kelompok wanita tani, dan kelompok tani untuk maju bersama-sama demi terwujudnya "food estate" singkong di Banjarnegara.
Ia mengaku tidak punya target muluk-muluk dalam mewujudkan "food estate" singkong di Banjarnegara karena tujuan utamanya adalah untuk ketersediaan pangan.
Dengan demikian, dari potensi singkong yang ada sekarang sekitar 3.600 hektare itu bisa optimal dan ada nilai tambahnya.
Setelah ada nilai tambah, kata dia, harapan ke depan ketergantungan terhadap tepung terigu atau gandum dapat tersubstitusikan oleh mocaf dan saat sekarang sudah banyak produk-produk olahan tempe yang menggunakan tepung singkong itu.
"Bahkan kemarin ada yang sudah ekspor mocaf ke Oman sebanyak 5 ton. Sekarang sedang kami daftarkan untuk verifikasi kebun dan sertifikasi, apabila sudah turun akan ekspor ke Belanda," katanya.
Totok mengatakan saat sekarang pihaknya fokus untuk menggarap pasar karena kalau masalah budi daya itu mudah dilakukan.
"Yang penting pasar itu, kontinuitas produk tetap terjamin. Ya syukur sih, 'nuwun sewu' (mohon maaf, red.) kalau saya sederhana saja, nanti akan berhitung kebutuhan terigu di Banjarnegara berapa sih, harapan kami itu (mocaf, red.) bisa mengganti terigu yang ada di Banjarnegara," katanya menjelaskan.
Menurut dia, ekspor itu bagus namun tetap harus memikirkan kebutuhan lokal karena jika tidak dipikirkan akan repot sendiri.
Terkait dengan harga singkong di Banjarnegara, dia mengatakan berdasarkan informasi yang diperoleh dari para "offtaker" saat sekarang sudah mencapai di atas Rp1.000 per kilogram.
"Ada yang Rp1.200/kg, ada yang Rp1.800/kg. Dengan adanya pertemuan tadi, itu nanti bisa terkoordinasi, terkoneksi, jangan ada yang beli cuma Rp800/kg, minimal Rp1.000/kg, syukur Rp1.200/kg karena BEP (Break Even Point) singkong itu kurang lebih Rp650/kg," katanya.
Dengan demikian jika dibeli dengan harga Rp1.200/kg, kata dia, kesejahteraan petani singkong dapat meningkat.