Semarang (ANTARA) - Direktur Amrta Institute for Water Literacy mengatakan dengan belajar dari jebolnya tanggul penahan air di Kota Semarang menunjukkan pentingnya early warning system.
Menurutnya dalam keterangan tertulis di Semarang, Kamis, setidaknya ada empat faktor yang terkait dengan besarnya dampak banjir rob yang terjadi di Semarang yaitu early warning system yang tidak optimal, kualitas konstruksi dan pemeliharaan tanggul.
Selanjutnya, penurunan tanah dan hal yang terkait dengan air laut baik ketinggian air laut, kecepatan gelombang dan lainnya. Faktor ke empat merupakan kompetensi dan kewenangan dari badan-badan terkait.
Nila mengakui sistem peringatan dini sudah ada dan berjalan, BMKG juga terus melakukan prediksi cuaca dan membuat peringatan.
“Pertanyaannya adalah apakah sosialisasi berjalan efektif, semua pihak yang potensial terkena dampak sudah memperoleh informasi? Kalau semua pihak sudah memperoleh, apakah mereka mengabaikan peringatan tersebut atau ada hal lain yang terjadi,” katanya.
Menurut Nila, jika mengacu dari video yang beredar sesaat setelah tanggul jebol yang menggambarkan para pekerja berlarian dari tempat kerjanya dan banyak yang menuntun sepeda motor yang terendam total air laut, menunjukkan peringatan tersebut tidak berjalan optimal.
Di beberapa negara, katanya, sistem peringatan dini yang dipatuhi dengan baik membawa manfaat besar, sehingga saat penduduk yang potensial terkena dampak mendapat peringatan, mereka bekerja dari rumah untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
Untuk faktor kualitas konstruksi dan pemeliharaan tanggul, menurut mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Undip ini, juga ada yang tidak beres. Seharusnya, ujar dia, kualitas material dan metode yang digunakan saat konstruksi didesain mampu menahan gelombang laut setinggi apa, kecepatan berapa, dan hal-hal teknis lainnya.
“Pemeliharaan tanggul, harus sesuai dengan desain dan konstruksi awal dan perubahan lingkungan yang terjadi. Apakah dilakukan pemeliharaan berkala yang sesuai atau tidak. Biasanya kerusakan besar pasti sudah memiliki indikasi berupa kerusakan-kerusakan kecil terlebih dahulu,” katanya.
Jika melihat hasil penelitian terbaru tahun 2022 dari Pei-Chin Wu, Meng (Matt) Wei, dan Steven D’Hondt dengan judul “Subsidence in coastal cities throughout the world observed by InSAR” menyimpulkan bahwa Semarang adalah kota dengan laju penurunan tanah tercepat kedua di antara 99 kota tepi pantai yang diteliti.
Urutannya adalah Tianjin, Semarang dan Jakarta dengan laju maksimal 30 mm per tahun LOS. Data yang digunakan penelitian ini adalah PS Interferometric Synthetic Aperture Radar method and Sentinel-1.
Penurunan tanah menjadi faktor penting saat banjir terjadi (baik banjir akibat limpahan air laut (rob) maupun banjir akibat air hujan). Tanah yang sudah turun meningkatkan daya tampung air di daratan sehingga membuat genangan menjadi makin dalam dan makin sulit dialirkan ke laut. Pada saat air pasang kondisi menjadi lebih parah karena air akan menggenang lebih lama di darat dan sukar dialirkan ke laut.
Menurutnya dalam keterangan tertulis di Semarang, Kamis, setidaknya ada empat faktor yang terkait dengan besarnya dampak banjir rob yang terjadi di Semarang yaitu early warning system yang tidak optimal, kualitas konstruksi dan pemeliharaan tanggul.
Selanjutnya, penurunan tanah dan hal yang terkait dengan air laut baik ketinggian air laut, kecepatan gelombang dan lainnya. Faktor ke empat merupakan kompetensi dan kewenangan dari badan-badan terkait.
Nila mengakui sistem peringatan dini sudah ada dan berjalan, BMKG juga terus melakukan prediksi cuaca dan membuat peringatan.
“Pertanyaannya adalah apakah sosialisasi berjalan efektif, semua pihak yang potensial terkena dampak sudah memperoleh informasi? Kalau semua pihak sudah memperoleh, apakah mereka mengabaikan peringatan tersebut atau ada hal lain yang terjadi,” katanya.
Menurut Nila, jika mengacu dari video yang beredar sesaat setelah tanggul jebol yang menggambarkan para pekerja berlarian dari tempat kerjanya dan banyak yang menuntun sepeda motor yang terendam total air laut, menunjukkan peringatan tersebut tidak berjalan optimal.
Di beberapa negara, katanya, sistem peringatan dini yang dipatuhi dengan baik membawa manfaat besar, sehingga saat penduduk yang potensial terkena dampak mendapat peringatan, mereka bekerja dari rumah untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
Untuk faktor kualitas konstruksi dan pemeliharaan tanggul, menurut mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Undip ini, juga ada yang tidak beres. Seharusnya, ujar dia, kualitas material dan metode yang digunakan saat konstruksi didesain mampu menahan gelombang laut setinggi apa, kecepatan berapa, dan hal-hal teknis lainnya.
“Pemeliharaan tanggul, harus sesuai dengan desain dan konstruksi awal dan perubahan lingkungan yang terjadi. Apakah dilakukan pemeliharaan berkala yang sesuai atau tidak. Biasanya kerusakan besar pasti sudah memiliki indikasi berupa kerusakan-kerusakan kecil terlebih dahulu,” katanya.
Jika melihat hasil penelitian terbaru tahun 2022 dari Pei-Chin Wu, Meng (Matt) Wei, dan Steven D’Hondt dengan judul “Subsidence in coastal cities throughout the world observed by InSAR” menyimpulkan bahwa Semarang adalah kota dengan laju penurunan tanah tercepat kedua di antara 99 kota tepi pantai yang diteliti.
Urutannya adalah Tianjin, Semarang dan Jakarta dengan laju maksimal 30 mm per tahun LOS. Data yang digunakan penelitian ini adalah PS Interferometric Synthetic Aperture Radar method and Sentinel-1.
Penurunan tanah menjadi faktor penting saat banjir terjadi (baik banjir akibat limpahan air laut (rob) maupun banjir akibat air hujan). Tanah yang sudah turun meningkatkan daya tampung air di daratan sehingga membuat genangan menjadi makin dalam dan makin sulit dialirkan ke laut. Pada saat air pasang kondisi menjadi lebih parah karena air akan menggenang lebih lama di darat dan sukar dialirkan ke laut.