Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Juni Sumarmono, Ph.D mengingatkan perlunya biosekuriti yang ketat guna mencegah meluasnya penyakit mulut dan kuku (PMK).
"Pada intinya perlu biosekuriti yang ketat, guna mencegah kuman penyakit," kata Juni Sumarmono di Purwokerto, Banyumas, Jumat.
Dia menambahkan semua pihak juga perlu bergerak cepat mengambil semua tindakan untuk mencegah meluasnya PMK.
"Indonesia sudah pernah dinyatakan bebas PMK dan saat ini muncul lagi kasusnya. Jika nantinya meluas perlu waktu yang lama dan biaya besar untuk menanganinya," katanya.
Juni juga mengatakan masyarakat dapat berpartisipasi dengan melaporkan kasus PMK pada hewan yang dimiliki, membakar sisa-sisa hewan yang terinfeksi dan tidak membawa hewan terinfeksi ke daerah lain.
Dosen Fakultas Peternakan Unsoed bidang khusus penanganan pascapanen dan teknologi pengolahan hasil ternak itu menambahkan PMK merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan menyerang hewan berkaki belah seperti sapi, kambing, babi dan lain sebagainya.
"PMK bersifat akut, cepat menyebar dan menimbulkan kerugian yang besar karena menurunnya produktivitas ternak dan kematian. Gejala umum PMK meliputi demam yang disertai luka-luka melepuh di lidah, bibir, mulut, puting susu dan di antara kuku," katanya.
Baca juga: Muhammadiyah sebut dampak psikologis-politis dari PMK perlu diantisipasi
Penyebab PMK, kata dia, adalah aphthovirus yang menyebar dari hewan ke hewan dan hingga saat ini belum ada bukti kuat bahwa virus yang menyebabkan PMK dapat menular pada manusia melalui daging atau susu hewan yang terkena PMK.
"Apalagi jika daging atau susu dimasak dengan suhu tinggi minimal 70 derajat Celcius dan waktu yang cukup. Selain itu tidak terkena kontaminasi ulang, misal setelah dimasak tercampur dengan bagian ternak yang masih mentah," katanya.
Namun sebaiknya, kata dia, ternak yang jelas terinfeksi PMK perlu diobati dulu hingga sembuh sebelum disembelih atau susunya dikonsumsi.
"Bagian tubuh yang menunjukkan gejala seperti bagian mulut dan juga bagian sekitar kuku sebaiknya dimusnahkan saja, tidak dikonsumsi," katanya.
Sementara itu dia juga mengingatkan bahwa cara pencegahan PMK mirip dengan mencegah penyebaran COVID-19 yakni isolasi hewan yang terinfeksi, menutup kawasan yang belum ada kasus dari masuknya hewan berkuku belah dari daerah lain, serta disinfeksi dan juga pemusnahan hewan atau bagian hewan yang mati karena PMK.
"Perlu segera dilakukan zonasi, dan pencegahan mobilitas ternak, khususnya ke daerah yang masih bebas PMK. Pusat-pusat karantina perlu dioptimalkan," katanya.
Baca juga: Polres dan Distan Purbalingga cek kesehatan hewan antisipasi PMK
Baca juga: Gubernur Jateng : Jangan panik terkait PMK di empat daerah
"Pada intinya perlu biosekuriti yang ketat, guna mencegah kuman penyakit," kata Juni Sumarmono di Purwokerto, Banyumas, Jumat.
Dia menambahkan semua pihak juga perlu bergerak cepat mengambil semua tindakan untuk mencegah meluasnya PMK.
"Indonesia sudah pernah dinyatakan bebas PMK dan saat ini muncul lagi kasusnya. Jika nantinya meluas perlu waktu yang lama dan biaya besar untuk menanganinya," katanya.
Juni juga mengatakan masyarakat dapat berpartisipasi dengan melaporkan kasus PMK pada hewan yang dimiliki, membakar sisa-sisa hewan yang terinfeksi dan tidak membawa hewan terinfeksi ke daerah lain.
Dosen Fakultas Peternakan Unsoed bidang khusus penanganan pascapanen dan teknologi pengolahan hasil ternak itu menambahkan PMK merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan menyerang hewan berkaki belah seperti sapi, kambing, babi dan lain sebagainya.
"PMK bersifat akut, cepat menyebar dan menimbulkan kerugian yang besar karena menurunnya produktivitas ternak dan kematian. Gejala umum PMK meliputi demam yang disertai luka-luka melepuh di lidah, bibir, mulut, puting susu dan di antara kuku," katanya.
Baca juga: Muhammadiyah sebut dampak psikologis-politis dari PMK perlu diantisipasi
Penyebab PMK, kata dia, adalah aphthovirus yang menyebar dari hewan ke hewan dan hingga saat ini belum ada bukti kuat bahwa virus yang menyebabkan PMK dapat menular pada manusia melalui daging atau susu hewan yang terkena PMK.
"Apalagi jika daging atau susu dimasak dengan suhu tinggi minimal 70 derajat Celcius dan waktu yang cukup. Selain itu tidak terkena kontaminasi ulang, misal setelah dimasak tercampur dengan bagian ternak yang masih mentah," katanya.
Namun sebaiknya, kata dia, ternak yang jelas terinfeksi PMK perlu diobati dulu hingga sembuh sebelum disembelih atau susunya dikonsumsi.
"Bagian tubuh yang menunjukkan gejala seperti bagian mulut dan juga bagian sekitar kuku sebaiknya dimusnahkan saja, tidak dikonsumsi," katanya.
Sementara itu dia juga mengingatkan bahwa cara pencegahan PMK mirip dengan mencegah penyebaran COVID-19 yakni isolasi hewan yang terinfeksi, menutup kawasan yang belum ada kasus dari masuknya hewan berkuku belah dari daerah lain, serta disinfeksi dan juga pemusnahan hewan atau bagian hewan yang mati karena PMK.
"Perlu segera dilakukan zonasi, dan pencegahan mobilitas ternak, khususnya ke daerah yang masih bebas PMK. Pusat-pusat karantina perlu dioptimalkan," katanya.
Baca juga: Polres dan Distan Purbalingga cek kesehatan hewan antisipasi PMK
Baca juga: Gubernur Jateng : Jangan panik terkait PMK di empat daerah