Cilacap (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau pemudik yang melintasi jalur selatan Jawa Tengah waspada terhadap hujan yang masih berpotensi terjadi di wilayah Jateng selatan.

"Hingga saat ini potensi hujan di Jateng selatan masih ada. Karakteristik hujannya adalah hujan masa transisi," kata Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo di Cilacap, Selasa.

Ia mengatakan karakteristik hujan pada masa transisi ditandai dengan kondisi cuaca pada pagi hari yang cenderung panas, namun siang harinya mulai banyak awan terutama awan Cumulonimbus (Cb).

Hujan cenderung terjadi pada sore hingga malam hari dengan intensitas sedang hingga sangat lebat, namun durasinya lebih pendek yang kadang disertai petir dan angin kencang.

"Kondisi cuaca seperti dapat memicu terjadinya angin puting beliung," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pemudik khususnya yang mengendarai sepeda motor diimbau untuk berhati-hati dan mewaspadai potensi terjadi hujan disertai angin kencang di jalur selatan Jateng khususnya ruas Panulisan (perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, red.) hingga Wangon.

Menurut dia, hal itu disebabkan kondisi jalan di ruas Panulisan hingga Wangon berliku dan banyak terdapat titik rawan longsor maupun ambles.

"Meskipun sedikit, longsoran tanah yang jatuh ke jalan raya saat hujan akan membuat jalan menjadi licin, sehingga berbahaya jika dilalui dengan kecepatan tinggi," katanya.

Ia mengatakan informasi mengenai prakiraan cuaca khusus di jalur mudik dapat diakses melalui laman https://publik.bmkg.go.id/cuaca-mudik.

Disinggung mengenai keberadaan dua tekanan rendah atau bibit siklon tropis yang sempat memengaruhi kondisi cuaca di sebagian wilayah Indonesia, Teguh mengatakan saat ini tekanan rendah yang masih ada hanyalah 98S yang berada di Samudra Hindia barat daya Jawa, sedangkan 99S yang sebelumnya muncul di Laut Banda telah menghilang.

Bahkan, kata dia, kondisi tekanan rendah 98S saat sekarang sudah melemah dan dampaknya terhadap curah hujan telah berkurang.

"Dengan demikian, faktor pemanasan lokal yang intensif yang akan lebih berperan untuk memicu terbentuknya awan konfektif pemicu hujan," katanya menegaskan.

 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024